2

1.4K 72 7
                                    

Siang itu perpustakaan sekolah tengah sepi, hanya beberapa murid saja yang berada di sana, karena kebanyakan dari mereka lebih memilih kantin dari pada ruangan dengan tumpukan buku yang katanya akan membuat otak mereka tambah pusing.

Rin, gadis itu berjalan mencari sebuah buku di perpustakaan sekolah yang siang itu sangat lengang. "Ketemu!" serunya ketika melihat buku yang ia incar ada di rak bagian atas.

Tubuhnya yang pendek membuat gadis itu kesulitan menjangkaunya, ia sudah berjinjit dan berusaha melompat demi menggapai buku tersebut.

Hasilnya, justru tiga buku lainnya terjatuh karena ketika ia melompat tangan Rin dengan asal menggapai buku sekenanya.

Kegaduhan kecil membuat pemuda yang ingin tidur sejenak kembali terusik, setelah sebelumnya ia sempat terbangun oleh temannya yang menyuruh si pemuda agar ke lapangan basket.

Pemuda itu berdecak kesal, ia mencari sumber suara kegaduhan itu, dan terlihat Rin tengah menyeret sebuah kursi kayu untuk di bawa ke salah satu deretan rak buku di bagian tengah.

Rin sudah siap menaiki kursi tersebut jika sebuah tarikan dari seseorang tak menghentikannya, ia limbung dan jatuh ke pelukan seorang lelaki dengan parfum maskulin yang asing di Indra penciumannya.

Zen, pemuda itu menatap Rin dengan pandangan menusuk, mungkin Rin berpikir begitu karena ia tidak mengenal Zen seperti ia mengenal murid lain. Sehingga tatapan dan semua hal tentang pria itu terasa asing untuknya.

"Bahaya, biar gue ambilin." Zen kemudian menarik lengan Rin kebelakang tubuhnya, setelahnya ia meraih buku itu tanpa perlu bantuan kursi sebagai panjatan. Kemudian ia memberikan buku bersampul biru tua itu pada Rin.

Tubuh Zen yang tinggi dan tegap membuat Rin merasa sangat kecil jika berada di dekat lelaki tersebut, gadis itu kemudian memeluk bukunya dan tersenyum senang.

Tanpa sadar senyum Rin menular pada Zen, si pemuda juga ikut tersenyum samar karenanya.

"Makasih, Kak." Rin berucap ramah pada Zen yang hanya memandangnya dengan raut wajah datar.

"Ya."

"Kalau gitu aku duluan, ya?" pamit Rin kemudian pergi begitu saja meninggalkan Zen.

Pemuda tersebut merasa sedikit kesal akan sikap acuh Rin padanya. Entahlah, kenapa Zen begitu ingin menaklukkan hati Rin yang sebenarnya tak lebih cantik dari Hana.

Sikap acuh Rin lah yang membuat Zen merasa tertantang, seumur hidup ia tak pernah merasa diabaikan oleh siapapun. Seumur hidup ia selalu mendapatkan apa yang ia mau tanpa perlu berusaha dengan susah payah.

Ia tak mengerti rasanya tertolak, ia hanya tahu bahwa semua orang memujanya. Ia tak mengerti rasanya diabaikan, karena selama ini semua orang selalu memperhatikannya.

Zen merasa Rin berbeda, dan ia bersumpah akan mendapatkan Rin bagaimanapun caranya.



***



Rin berjalan di trotoar jalan, sebuah kantung plastik berada di tangan kanannya, ia baru saja membeli perlengkapan menulis sekaligus membeli marshmellow kesukaannya.

Sebetulnya Revan sudah akan mengantar Rin, tapi Randy -teman kuliahnya- sudah datang ke rumah untuk mengerjakan makalah entah apa itu, Rin pun juga tak mengerti.

Akhirnya gadis itu memutuskan untuk berangkat sendiri karena tak ingin merepotkan Kakaknya terus menerus.

Lagi pula masih pukul 19.15 wib,  dan jarak antara rumahnya ke minimarket hanya sekitar 300 meter, cukup jauh untuk Rin yang malas berjalan kaki.

Ketika Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang