4

1K 62 7
                                    

Waktu terasa begitu lambat, jam dinding baru saja menunjukkan pukul 13.15 siang. Masih ada beberapa jam lagi untuk sekolah dibubarkan.

Rin, gadis itu duduk diam di bangkunya menahan ngilu pada perut bagian bawahnya. Setelah mengalami pemerkosaan yang dilakukan oleh Zen di jam istirahat tadi.

Gadis itu tak memutuskan untuk pulang atau sekedar istirahat di UKS. Ia memilih tetap mengikuti pelajaran yang berakhir dengan ia yang harus merasa tak nyaman sepanjang jam pelajaran berlangsung.

"Rin, kamu nggak papa?" tanya Liora yang merasa khawatir pada Rin yang tampak semakin pucat. Gadis itu juga berkeringat dingin, "Kalau masih sakit, aku antar kamu ke UKS lagi, ya?"

Rin menggeleng, ia tak enak selalu merepotkan ketua kelasnya tersebut, "Aku nggak papa, Li," jawabnya. Disandarkan punggungnya pada sandaran kursi, ia merasa matanya berkunang-kunang dan tenggorokannya terasa begitu kering.

"Minum dulu, Rin." Liora menyodorkan botol minumannya, air mineral yang hanya tinggal setengah. Rin mengangguk, ia meneguk air tersebut dengan perlahan. Rasa pusingnya sedikit mereda.

"Biar nanti aku pinjami kamu catatannya, ya? Mendingan sekarang kamu istirahat di UKS."

"Aku masih kuat kok, Li ... makasih banyak udah khawatir sama aku." Liora tersenyum tipis mendengar ucapan teman sebangkunya itu.

"Rin, kok kamu pakai parfum cowok sih?" tanya Liora yang sadar aroma parfum Rin bukan seperti biasanya.

Sedangkan yang ditanyai seperti itu langsung bungkam, ia kembali ingat kejadian tadi ketika istirahat di atap sekolah. Hatinya kembali nyeri ketika kilasan balik menyakitkan itu berputar di kepalanya.

"Parfum Bang Revan tadi nempel di baju aku, Li," kilahnya. Liora hanya mengangguk mengerti dan tak mempermasalahkan soal parfum itu lagi.



***


Sepulang sekolah Rin menunggu Revan untuk menjemputnya di depan gerbang sekolahnya, ada Hana dan Ervan juga di sana menemani gadis itu.

"Rin, parfum kamu aromanya sama seperti parfum Zen." Hana mengendus tubuh Rin karena merasa parfum gadis itu sama seperti parfum milik Zen.

"I-itu ... ehmmm ... p-parfum bang Revan yang nempel. T-tadi pagi aku peluk Abang di depan gerbang sekolah." Rin kembali berbohong demi keselamatannya. Jika sampai Hana tahu bahwa memang parfum Zen menempel di seragamnya, sudah dipastikan Hana akan curiga dan berakhir dengan retaknya hubungan persahabatan mereka setelah terbongkarnya perbuatan asusila Zen padanya.

"Oh, syukur deh kalau gitu, Rin. Aku pikir kamu ada main sama Zen di belakang aku ... Rin, aku tahu kok kalau kamu nggak akan sejahat itu sama aku." Senyuman tulus Hana dibalas raut wajah murung oleh Rin. Gadis itu menunduk menyembunyikan luka hati yang menganga, ia merasa bersalah pada Hana, dirinya tak pantas lagi disebut sebagai sahabat karena dengan tega menusuk Hana dari belakang.

"Rin, Bang Revan udah jemput tuh!" seru Ervan yang sudah duduk di jok motornya. Rin mengangguk sekilas, ia pamit pada dua sahabatnya sebelum memasuki mobil sang Kakak.

"Assalamualaikum, Bang." Rin mengucapkan salam ketika memasuki mobil Kakaknya, tak lupa ia juga mencium punggung tangan yang lebih tua.

"Wa'alaikum salam," jawab Revan seraya tersenyum lembut.

"Kak!" pekik Rin yang secara refleks juga mendorong Revan ketika lelaki itu hendak mencium pipinya seperti biasa. Revan memaklumi hal itu, Adiknya tampak sangat tertekan.

"Abang, Dek ... bukan Kakak." Revan mengingatkan Rin, menarik gadis itu dari dalam bayangan mengerikan atas Zen. Rin tampak begitu lega, terlihat dari hembusan napasnya yang panjang dan tenang.

Ketika Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang