Curiga

225 24 8
                                    

Langkahnya sampai pada sebuah gedung hotel bintang lima yang sangat megah. Dengan balutan dress berwarna biru langit, ia berusaha berdandan secantik mungkin demi datang ke acara ini.

Alivia menatap hotel di depannya, sembari sesekali melirik ponselnya. Ia ingin memastikan bahwa ia tidak salah alamat. Ia mendapatkan undangan itu dari seseorang yang ia percaya bisa membantunya dalam meraih apa yang ia mau.

"Untuk kesekian kalinya aku datang. Mari lihat, informasi apa yang bisa aku dapatkan dari acara kali ini. Dan akan ku pastikan kedatangan ku kali ini tidak akan sia-sia."

Alivia tersenyum teguh. Ia kumpulkan keberaniannya sebanyak mungkin sebelum akhirnya memutuskan masuk ke dalam.

"Intimate party The Rolling Stones premium."

Ternyata kedatangan Alivia cukup terlambat. Acara sudah dimulai, tamu yang berdatangan pun sudah memenuhi ruangan aula hotel. Acara yang cukup privasi, dilihat dari pintu aula yang ditutup rapat.

Ketika ia berdiri di depan pintu, dua orang keluar dari sana. Ini bisa menjadi kesempatan bagi Alivia untuk memantau bagaimana perkembangan di dalam. Apakah Abraham datang memenuhi undangan ini atau tidak. Ia masuk dengan hati-hati.

Saat masuk, Alivia sedikit kaget melihat betapa ramainya orang yang berada disana. Alivia kira ini acara dengan tamu-tamu yang terpilih saja dan mengira tidak akan seramai itu. Namun ternyata tampaknya satu undangan, berlaku untuk satu keluarga besar. Alivia juga melihat banyak anak-anak disana.

Di tengah keramaian, ia mencoba untuk tidak terlihat mencolok. Ia tidak mau jika kedatangannya mengundang kecurigaan orang-orang padanya. Jadi ia berusaha sesantai mungkin bersikap seperti tamu yang ada disana.

Berhasil. Netranya menangkap Abraham disana. Duduk tegak dengan beberapa orang tua yang tampak seumuran dengannya. Ia juga melihat ada Vina dan kedua anaknya yang duduk tak jauh dari Abraham.

Alivia yang melihat mereka dari jauh seketika tergelak. "Lucu ya. Terlihat seperti tidak punya beban." gumamnya teguh.

Lama berdiri disana, ia benar-benar berpikir keras memikirkan cara bagaimana agar bisa berada lebih dekat dengan Abraham tanpa harus diketahui oleh orangnya langsung, karena memang itu tujuannya datang kesini. Mencari informasi terkait kedua orangtuanya apalagi perihal kematian kedua orangtuanya.

Sibuk memantau gerak-gerik Abraham hingga membuat ia terlena dengan lamunannya. Posisi yang berdiri di dekat tempat makanan, membuat ia hampir saja ditumpahi makanan oleh seorang anak remaja yang tersandung. Namun dengan tanggap ia menghindar.

"Tolonglah. Cobaan ku nanti saja setelah misi ku ini selesai, ku mohon ya Allah. Ini bukan saatnya untuk menikmati drama korea."

Namun setelah ia berhasil menghindar, tiba-tiba ada sebuah tepukan dari belakang roknya. Saat ia berbalik, ada putri kecil lucu yang tersenyum lebar kearahnya hingga saking lucunya membuat Alivia lupa bahwa bajunya baru saja ditempeli coklat oleh putri kecil itu. Bahkan saking ia terlena karena gemasnya anak itu, ia sempat-sempatnya menyapa hingga akhirnya memekik dalam diam melihat betapa kotornya bajunya yang berada di belakang akibat cap stempel mendadak dari putri kecil yang lucu itu.

Hanya bisa tersenyum palsu. Jika yang membuat masalah adalah malaikat kecil lucu, bagaimana ia akan marah? Tentu tidak bisa.

"Dokter Alivia?"

Ketika ia sibuk berinteraksi dengan si putri kecil, seseorang memanggilnya. Ia membeku, menerka-nerka kira-kira siapa orang yang kini berdiri di belakangnya, memanggilnya. Apakah mungkin Abraham menyadari kehadiran nya?

"Dokter Alivia, kan?" Ia masih berdiri di belakang Alivia yang kini masih jongkok di bawah sana.

Alivia memberanikan diri untuk menghadapi orang itu. Dengan sangat yakin, ia bangkit dari posisinya.

Hold Me Thight [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang