6

6K 1.4K 179
                                    

Penasaraaaan?

Ramein ya

***

6 Kasmaran Paling Depan

Umar masih mengoceh sewaktu Kinara izin pamit keluar dari ruangan HRD. Alasannya karena Kinara malah mendapat izin dari bos langsung, padahal sejak awal, Umar tidak mau membiarkan Kinara bersenang-senang walau alasan sang bapak yang sakit itu benar adanya. Tapi, daripada itu semua, hal yang paling membuat jantung Kinara berdebar-debar hingga terasa hampir copot adalah Baskara Dierja yang menyuruhnya ke ruangan pria tersebut setelah main kucing-kucingan berbulan-bulan lamanya.

Gue udah coba nggak mencolok, masih aja kena target, keluh Kinara. Harusnya, dia bisa saja langsung kembali ke tempat duduknya. Tapi, di belakang, Umar sudah mengawasi dan memastikan dia masuk ke ruangan bos. Sepertinya sang HRD telah mendapat titah menjadi CCTV tidak langsung walau di dalam hati, Umar Hasibuan tidak sudi melihat bos pada akhirnya memperhatikan anak buahnya yang paling menyebalkan. 

Vienna yang melihat Kinara berjalan gontai menuju ruang pimpinan, menjulurkan kepala dan memanggil rekannya tersebut dengan bisik yang tidak pelan. Beberapa orang rekan kubikel mereka menoleh dan pada akhirnya, dengan wajah lesu, Kinara menunjukkan kalau dia terpaksa masuk ke ruang bos di luar kemauannya. 

“Kabur aja sini.” Vienna memprovokasi dan membuat Kinara nyaris setuju. Tapi, Umar yang masih menjadi satpam memberi peringatan dengan sebuah dehaman keras yang membuat Vienna kembali duduk, sementara, Kinara dengan bibir maju berharap dia punya kekuatan untuk menerjang Umar. Mereka masih sama-sama anak buah di tempat itu.

“Iya.” Kinara membalas Umar yang saat itu seolah menyuruhnya untuk cepat berjalan menuju ke ruangan Baskara, membuat dia memaki Umar sebagai penjilat menyebalkan dan tidak heran, tak ada satu pun wanita yang mau menjadi kekasihnya. 

Kirana menarik napas dalam ketika dia berada di depan pintu ruangan Baskara. Sesekali dia menoleh ke arah Umar yang memandanginya dengan dengki dan pada akhirnya, tidak ada yang bisa Kinara lakukan kecuali mengetuk daun pintu dan mengucap salam.

Dia memejamkan mata ketika mendengar suara Baskara yang menyuruhnya masuk dari dalam. Huh, mimpi apa dia semalam? Dia kira setelah pertemuan di taman belakang rumah keluarga Dierja, masalahnya bakal kelar dan mereka tidak bakal berurusan lagi. Namun, tampaknya, dia terlalu dini menyangka demikian.

Kinara menarik handel pintu dengan harapan tidak menemukan Baskara di dalam ruangannya dan tahu kalau harapan bodohnya tersebut tidak bakal pernah jadi nyata. Pria itu sudah duduk di sofa kulit berwarna coklat tua dengan bahan semi beludru. Kinara pernah melihat benda tersebut dijual di salah satu gerai furniture di mal paling top ibukota dan ketika tahu harganya, dia hanya mampu mengucap istighfar karena jumlah segitu sudah mampu membawa pulang sebuah motor matik 150cc ke atas. 

“Duduk sini.” Baskara menunjuk ke arah sofa di seberangnya saat Kinara berjalan gugup ke arahnya. Rasa-rasanya, keringat dingin mulai membasahi tengkuk dan punggung wanita muda itu. Tapi, Kinara menahan diri sambil terus merapal doa supaya tidak pingsan. Momen seperti ini amat jarang terjadi dan kelebatan peristiwa di masa lalu mulai menghampirinya lagi.

“Anak tidak tahu diuntung. Kamu cuma anak pembantu …”

Kinara tercekat di tempat dan dia tanpa sadar memukul dadanya sendiri dengan kepalan tangan kirinya beberapa kali supaya jalan napasnya menjadi lancar, meski, gerakan tersebut membuat Baskara langsung memperhatikannya.

“Kamu sakit?” tanya Baskara dengan nada rendah dan dibalas Kinara dengan gelengan. Dia tidak sakit. Hanya saja, seolah-olah sebuah kejadian di masa lalu terulang dengan cepat di hadapannya dan rasanya amat tidak enak.

Kasmaran Paling DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang