19

6.1K 1.1K 140
                                    

21 Kasmaran Paling Depan 

Baskara Dierja dan Kinara Kemuning tiba di rumah sakit setelah bermobil dua puluh menit. Selama perjalanan, Kinara tidak henti menghubungi Mayang dan memberi instruksi apa saja yang harus disiapkan oleh si bungsu karena dia yakin, mereka bakal lama menjaga sang ibu hingga kemudian dinyatakan sehat oleh dokter dan bisa pulang.

Namun, kemudian dia sadar, selama berteleponan dengan Mayang, mereka sama sekali belum tahu tentang penyakit yang menimpa sang ibu. Kinara hanya mendengar dari Baskara dan selanjutnya mereka bahkan tidak saling bicara lagi. 

Ketika tiba di kamar rawat, yang pertama kali Kinara lihat adalah penampakan Reva Dierja yang duduk dengan anggun di bangku penunggu pasien sambil membaca sesuatu dari tablet dalam pegangannya. Dia memakai kacamata baca dan secara tidak sadar, Kinara menghentikan langkah lalu menoleh ke arah lain, supaya tidak perlu bertatapan mata dengan wanita yang selama bertahun-tahun amat dikagumi oleh ibu kandungnya sendiri.

“Ma.” Baskara yang sempat menoleh ke arah belakang, tempat Kinara kini diam tidak bergerak, memutuskan untuk mendekati sang ibu, “Gimana?”

“Masih belum bangun. Hasil tesnya keluar sebentar lagi.” balas Reva Dierja. Begitu tatapannya bertemu dengan Kinara, dia langsung berdiri, “Mama pulang dulu. Kamu juga sebaiknya ikut. Keluarga Bi Yati sudah datang. Mereka nggak bakal butuh kita lagi.”

Reva berjalan melewati Baskara dan Kinara yang kini tertunduk. Dari wajah hingga kedua telinga Kinara tampak merah, seolah dia sedang menahan diri untuk tidak meledak di sana. Dia sebenarnya amat ingin melompat dan memeluk sang ibu, namun saat ini dia menunggu hingga Reva berlalu sesuai dengan kata-katanya barusan.

“Tunggu, Ma. Aku antar …” 

Baskara memberi isyarat kepada Kinara kalau dia akan kembali menemuinya. Namun, Kinara sendiri tampak tidak peduli bila putra Nyonya Reva Dierja memilih menyusul ibunya kembali ke rumah. Yang paling dia khawatirkan adalah keadaan ibu kandungnya yang saat ini terbaring lemah dan sampai detik ini, Kinara masih belum tahu apa yang telah menimpanya. 

“Buk. Ibuk kenapa?” Kinara mendekat ke arah ranjang besi tempat ibunya berbaring. Matanya mencari-cari sesuatu yang bisa dia jadikan sebagai alat yang bisa memberinya informasi. Sayangnya, dia tidak beruntung. Yang bisa Kinara lakukan saat ini adalah menunggu hingga ada perawat atau dokter yang muncul. 

Kinara meraih ponsel dan mencari nama Mayang yang berada di urutan paling atas. Adiknya langsung mengangkat dan bicara sambil menahan tangis, “Gue masih siap-siap, Kin. Bapak sama Kafka sudah dikasih tahu?”

Kinara mengerjap beberapa kali dan butir-butir bening jatuh membasahi pipi mulusnya sebelum dia memutuskan untuk bicara meski agak tersendat, “Udah. Tapi, gue belum tahu masalah yang bikin Ibuk sakit. Ini baru mau cari tahu.”

“Bapak pasti sedang siap-siap mau ke sini.” Mayang bicara, “Kafka gimana? Nggak mungkin dia ditinggal sendiri. Bapak nggak bakal mau nitip dia ke tetangga.” 

Kinara terdiam selama beberapa saat. Dia langsung bisa membayangkan apa yang sedang terjadi di Semarang saat ini. Seharusnya, sekarang bapak mereka baru saja menjemput Kafka pulang dari sekolah. Berita tentang Bi Yati yang mendadak sakit pastilah telah membuat mereka semua panik. 

“Nggak apa-apa Kafka ikut. Gue malah susah kalau dia di sana sendirian.” Kinara menyusut ingus. Ibunya masih terlelap, entah tidur atau memang tidak sadarkan diri. Tetapi, dia bisa melihat kalau ada beberapa alat yang dipasangkan ke hidung ibunya, sementara di tangannya terdapat jarum infus yang terhubung pada botol yang tergantung di tiang dekat kepala wanita yang telah melahirkannya tersebut.

“Pesenin pesawat aja biar cepat.”  Kinara mengusap dahi yang sebenarnya baik-baik saja. Namun, karena rasa kalut, gugup, dan takut kehilangan ibunya bercampur jadi satu, dia berusaha meredakan kecemasan tersebut dengan melakukan hal itu. Apalagi saat ini hanya ada dirinya di sana dan saat menoleh ke arah sekeliling, ibu adalah satu-satunya pasien di dalam kamar yang terdiri dari dua bed tersebut. 

Kasmaran Paling DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang