Di KK dan KBM barusan up bab 62 ya. Ayo mampir buat yang penasaran.
Jangan ngoceh-ngoceh lama kali apdet di sini, sampe lupa ceritanya.
Lah, situ yang lupa, nyalahin eke. Dah dikasih tahu, makanya sering komen.Yang ga komen, ya ga dapat apdetan. Gitu aja kok repot. Mo cepat, ya, di sebelah.
Mak kami bokeq.
Mo bokek apa kaga, sudah eke suruh komen, masih malas juga. Yah, dadah babay.
***
19 Kasmaran Paling Depan
Rumah keluarga Dierja tampak lengang di hari Rabu pagi, padahal para penghuninya masih berada di dalam rumah. Saat itu pukul enam kurang sepuluh menit. Yang terlihat wara-wiri dari dapur menuju meja makan adalah Yati, asisten rumah tangga keluarga Dierja yang mengabdi hampir tiga puluh tahun. Lebih dari separuh hidupnya dia habiskan di tempat itu dan merasa kalau keluarga Dierjalah yang menyelamatkan hidupnya selama ini.
Yati membantu juru masak menyiapkan sarapan pagi. Dua anak Dierja yang paling tua tinggal di Singapura dan Malaysia. Tinggal Baskara sendirian menemani orang tuanya di rumah besar itu. Namun, sesekali dia juga pulang ke apartemen miliknya di bilangan BSD. apartemen tersebut Baskara beli secara mencicil dengan gaji pertamanya selama tiga tahun.
Pagi ini, Baskara menyempatkan diri untuk jogging di lingkungan sekitar rumah dan ketika kembali, sarapan telah siap di meja makan. Menunya beberapa macam dan dia bisa melihat secangkir kopi hitam pekat dalam cangkir keramik cantik berwarna putih tulang sudah menunggu untuk dia sesap.
Tapi, tidak hanya dia yang berada di sana, ibu Kinara alias Bi Yati masih merapikan piring-piring berisi lauk menu sarapan majikannya di pagi itu. Meski begitu, dia tidak menyadari kehadiran Baskara di sana dan ketika pria muda itu mendekapnya seperti seorang anak berusia sepuluh tahun yang kangen dengan ibunya, barulah Bi Yati terlonjak.
“Mas Babas ngagetin Bibi aja.” omel Bi Yati seraya mengucap istighfar. Tapi, kemudian dia buru-buru melanjutkan, “Ih, Bibi bau, lho, Mas. Jangan peluk-peluk gini. Kalau dilihat Mama, gimana?”
Baskara terkekeh karena Bi Yati seolah berontak, ingin dia dilepaskan dari dekapan pria kekar yang tidak sadar kalau dia sebenarnya memeluk asisten rumah tangga mereka daripada ibu kandungnya sendiri. Meski begitu, Baskara selalu melakukannya sejak dia masih sangat belia. Toh, yang mengasuhnya sejak kecil juga adalah Bi Yati.
“Bau asem ngangenin.” Baskara bicara santai meski sesungguhnya, Bi Yati tidaklah bau sama sekali. Wanita itu telah mandi saat semua orang masih tidur dan kemudian membantu ART lain membersihkan seluruh penjuru rumah. Dibanding yang lain, Bi Yati selalu menjadi yang paling sibuk.
“Sudah. Nggak usah peluk-peluk. Ayo makan. Sudah Bibi siapkan. Tadi Mbak Ria masak ayam goreng sama tumis kangkung.” suruh Bi Yati kepada Baskara supaya pria itu mengambil posisi di tempat duduk favoritnya. Tempat yang terdapat kopi, itulah posisi duduk Baskara.
“Nanti. Aku mandi dulu.” Baskara menolak halus, namun, Bi Yati menggeleng dan menarik tangan pria itu supaya mau duduk di bangkunya, “Mending makan dulu, baru mandi. Daripada kerja dua kali.”
Bi Yati sangat memperhatikan Baskara, bahkan melebihi ibu kandungnya sendiri. Jam segini, Nyonya Reva masih melingkar di atas kasur. Ada beberapa acara yang mesti wanita itu hadiri hingga lewat tengah malam baru kembali ke rumah dan Bi Yati tidak mau lancang mengganggu kecuali sebelumnya sudah dipesankan untuk membangunkan.
“Yah, kalau Ibu maksa.”
Ibu. Bi Yati kadang terdiam setiap mendengar Baskara mengucapkan hal tersebut tanpa ragu, walau dia sendiri sudah berkali-kali mengingatkan Baskara agar tidak melakukannya. Pria itu hanya punya satu ibu dan wanita tersebut adalah Nyonya Reva. namun, sebenarnya, tidak hanya kepada Bi Yati, Baskara juga memanggil bapak kepada ayah Kinara dan Mayang.