Aslinya bab 16
Diloncat karena pengen loncat aja🤣. Di sebelah dah mau bab 47 yaa. Pada girang ketawa semua.
Sebelah itu Karyakarsa dan KBM app. Pakai fitur search cari Eriska helmi***
16 Kasmaran Paling Depan
Untuk ke sekian kalinya, Mayang Ganarsih menemukan raut wajah kakak perempuannya kusut seperti tali layangan terbeli kabel listrik di perempatan jalan sewaktu ibu satu anak itu kembali dari kantor. Tidak seperti beberapa waktu lalu, kali ini Kinara pulang tepat waktu.
Meski begitu, Mayang tidak bisa menampik rasa penasaran yang tiba-tiba muncul karena sikap Kinara tersebut. Si jomlo itu tidak punya pacar yang bisa membuatnya galau. Paling banter, dia punya gebetan. Sayangnya, gebetan yang satu itu sama sekali tidak bakal meliriknya. Alasannya jelas, Kinara terlalu miskin dan Baskara Dierja terlalu kaya. Nasib mereka bagai jarak bumi ke matahari. Siapa pun yang berniat mengejar matahari bakal mati lumer saat tiba di Merkurius.
Karena itu juga, ketika melihat si sulung tampak lesu ketika dia masuk toko, Mayang yang sedang asyik duduk di depan meja konter kemudian bicara, “Kenapa lesu? Berantem sama Umar lagi? Lama-lama kalian bisa jadian.”
Kinara melirik ke arah adiknya dengan wajah jengkel seolah lupa kalau tadi pagi dia mengomeli sang kakak seperti emak-emak yang marah karena Tupperware kesayangannya dihilangkan oleh sang anak dan kini, Mayang menggodanya tanpa mengingat perbuatannya kepada Kinara yang langsung tidak bisa berpikir apa-apa lagi selain mengirimkan surat pengunduran diri kepada Umar dan membuat kekacauan seantero kantor.
Adik sintingnya itu sama sekali tidak tahu dan malah menuduh dia dan Umar seperti sepasang kekasih, yang mana merupakan hal paling menjijikkan yang pernah Kinara dengar. Dia dan Umar? Huh, tak usah, ya.
“Lo mau punya kakak ipar kayak dia?” Kinara balas menantang dan Mayang memilih mengangguk tanpa ragu, “Kalau udah jatuh cinta, gue bisa apa buat memisahkan kalian. Banyak yang bilang kalau cowok Batak penyayang.” Mayang nyengir dan mengambil salah satu mawar palsu yang berada di dekatnya dan dia menggigit ujung batang mawar tersebut sambil mengedip genit.
“Lo aja yang kawin sama dia.” Kinara mendengus kesal. Dia melepas sepatu dan memilih berjalan menuju tangga yang akan membawanya ke lantai dua, tempat mereka berdua menjalani kehidupan normal sebagai kakak beradik usai senja berlalu. Pagi hingga sore, waktu Kinara dan Mayang habis untuk mencari nafkah. Sebagian uang yang mereka dapat, dikirimkan ke bapak untuk membantu hidup mereka di Semarang, selain untuk biaya sekolah Kafka juga.
Mayang sendiri saat mendengar kalimat tersebut keluar dari bibir kakak perempuannya memilih untuk nyengir dan berkata, “Gue sih mau aja, tapi, gue menghormati lo dan nggak bakal jadi adik laknat yang merebut kekasih kakak sendiri.”
“Makan, tuh, adik laknat yang nggak mau ngerebut Umar dari gue.” Kinara mengambil sebuah boneka sapi yang terpajang dekat tempat dia berdiri dan melemparnya ke arah Mayang yang tertawa terbahak-bahak. Tapi, tidak lama mereka saling sindir karena akhirnya, masih dengan wajah lunglai Kinara memutuskan untuk naik ke lantai dua.
“Jiah. Gitu aja ngambek.” Mayang mengoceh sambil berjalan kembali menuju rak pajangan untuk meletakkan lagi boneka sapi yang tadi dilempar oleh Kinara. Namun, baru satu langkah berjalan, suara lonceng tanda pintu toko dibuka membuatnya menoleh, “Toko bunga Kemuning. Selamat datang.”
Tapi, begitu mengetahui sosok yang datang kemungkinan besar tidak akan membeli bunga dagangannya hari itu, Mayang langsung mengunci bibirnya sendiri dan berharap Kinara tidak memilih turun kembali karena kebiasaannya kadang sering membuat mereka berdua berada di dalam bencana.