10

6.7K 1.4K 208
                                    

Yang ga sabar silahkan ke sebelah. Dah bab 15, otw 16 mungkin tar malam.

Di sini ramein pake komen yaaa biar trending

***

10 Kasmaran Paling Depan

Hari masih pukul sembilan pagi ketika Mayang yang masuk ke kamar kakak perempuannya mendengar suara panggilan telepon. Sayangnya, Kinara sedang berada di belakang rumah, mencuci pakaian bersama Kafka yang terus mengajaknya bercerita tanpa henti. Supaya kakaknya mendengar, Mayang kemudian mengambil telepon tersebut dan memanggil Kinara sambil berjalan ke arah luar kamar, “Kinkin, ada tele …”

Langkah Mayang terhenti karena nama penelepon yang terpampang di layar adalah Baskara. Selain itu, foto profil Baskara yang berpose di depan sebuah gazebo dengan latar belakang pantai, entah di mana, Mayang tidak tahu, tampak mencolok sekali membuatnya langsung mengenal pria itu dalam sekali lihat saja. 

Ngapain telepon, sih? Lo suka bikin anak orang berharap. Udah tahu Mbak gue bodohnya bukan main, sampai bertahun-tahun, pakai telepon pula. Sinting! Maki Mayang di dalam hati. Tanpa ragu, dia menekan tombol tolak dan menyembunyikan ponsel Kinara ke bawah bantal. 

Di depan kakak perempuannya yang berhati lembut dan mudah menangis, Mayang mesti menahan diri untuk tidak berteriak dan bersikap barbar seperti yang sering dia lakukan saat bertemu tetangga yang bermulut tajam. Sejak kejadian beberapa tahun lalu, dia jadi penggugup dan selalu takut bila berhadapan dengan orang-orang dari keluarga Dierja. Tapi, ibu mereka seperti tidak paham. Bukannya menjauhkan putri sulungnya, dia malah memaksa Kinara untuk bekerja dan kadang datang ke rumah tempat wanita itu bekerja, termasuk membuat Kinara memakai barang-barang bekas dari Nyonya Reva dengan alasan sang ibu tidak memerlukan pakaian tersebut.

Mayang sendiri sebenarnya amat berniat membuang pemberian tersebut walau berkali-kali ibu menegaskan, meskipun bekas, harga pakaian dan tas yang diberikan oleh Nyonya Reva berharga cukup mahal. Mayang tidak peduli dan dia senang karena Kinara pada akhirnya mau mendengar kata-katanya untuk mengunci semua benda itu di lemari sampai lapuk. Hanya satu benda yang masih Kinara bawa, yaitu ponsel yang diberikan oleh majikan sang ibu. Alasannya, karena dia takut ibunya bakal marah yang kemudian membuat Mayang makin murka, “Sibuk aja nyenengin hati Ibu. Diri sendiri kapan dipikirin, Kin? Sampai kapan kamu mau jadi orang yang nggak bisa ambil keputusan sendiri?”

Ponsel Kinara berbunyi lagi. Kali ini, seperti tadi, Mayang segera mengambil dan memeriksa sang penelepon yang ternyata masih Baskara. Sekali lagi pula dia menekan tombol tolak dan kemudian mematikan ponsel sang kakak dan mengembalikannya ke bawah bantal. 

Baskara tidak akan bisa lagi mengganggu dan Kinara juga tidak akan kehilangan. Semua hal yang selalu menunggunya sudah dia dapatkan di tempat ini. Ada bapak, Kafka, dan juga Mayang. Hal itu sudah cukup buat Kinara tersenyum hingga berhari-hari lamanya.

****

Kinara baru sadar kalau Baskara menghubungi sekitar pukul sembilan malam. Itu juga karena sudah waktunya tidur dan dia telah membawa bantal dari kamar menuju tengah rumah seperti yang dia lakukan tadi malam. Di situlah dia mendapati ponselnya tergeletak, terabaikan karena seharian Kinara sibuk Kafka dan sang bapak. Namun, tidak seperti gadis-gadis muda yang lupa dengan ponselnya dan jadi panik saat melihat seorang pria berkali-kali menghubungi, respon Kinara hanyalah sebuah tatapan diam dan sewaktu Mayang mengambil posisi di sebelahnya, dia menghela napas. 

Bapak baik-baik aja? Kamu butuh bantuan?

Halo, Kin?

Kinara. Kalau soal uang, kamu bisa kontak aku.

Uang. Kinara menahan diri untuk tidak menangis saat membacanya. Jika Mayang tahu, adiknya akan marah. Bapak dan adik perempuannya itu adalah pembelanya yang paling setia. Tapi, dia tahu, di rumah keluarga Dierja, ibu juga sedang berjuang mencari nafkah. Setidaknya, menurut ibu, jika Reva Dierja mau menerima Kafka, anak itu tidak akan terombang-ambing nasibnya.

Kasmaran Paling DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang