7

5.6K 1.4K 356
                                    

Ramein ama vote dan komen.

Yang malas, eke sentil ginjal ama ubun-ubunnya.

***

7 Kasmaran Paling Depan

Mayang Ganarsih adalah orang yang tertawa paling keras sewaktu dia mengetahui hal paling konyol menimpa kakak perempuannya. Padahal, bukan Kinara yang bercerita melainkan Vienna yang ikut mengantar Kinara kembali dari kantor pada sore harinya. Bukan hanya itu saja, Baskara juga berkeras ikut, namun, pada akhirnya malah menemukan kalau penyebab wanita itu pingsan adalah suaranya yang keras. Akan tetapi, yang paling epik adalah sikap gentleman seorang Umar Hasibuan yang berlari seolah-olah pantatnya terbakar api demi menyongsong anak buah sablengnya itu dan dia sendiri yang membawa Kinara menuruni tangga darurat padahal mereka berada di lantai lima, lupa kalau di kantor itu lift berada di sebelah ruangannya sendiri, menuju klinik kesehatan yang letaknya dua ruko di samping gedung kantor. Meski untuk itu juga, Umar harus berlari melewati lobi dengan dipandangi oleh semua orang, keluar parkiran dan menyusuri trotoar, mengabaikan semua orang yang ikut mengejar di belakang, termasuk Baskara Dierja. 

Semua itu demi Kinara yang hingga detik ini merasa jijik kepada dirinya sendiri setelah tahu bahwa pangeran berkuda putih yang menyelamatkannya adalah HRD yang paling menjengkelkan di dunia, sementara suara Vienna, yang sama halnya dengan Mayang bergema memenuhi toko, membuat Kinara ingin kabur ke kamar, namun, sosok Baskara yang duduk di kursi plastik berwarna coklat tidak jauh dari mereka bertiga menahan langkahnya ke mana-mana. Pria itu membantu mengantarnya pulang setelah Baskara membayar biaya obat dan juga klinik, tapi, tatapan mengerikan yang diberikan Mayang kepadanya membuat dia jadi diam dan tidak banyak komentar sehingga yang diketahui oleh kakak perempuannya adalah sang bos melakukan hal tersebut karena saat itu Kinara jatuh pingsan di hadapannya. 

Mayang sendiri melakukan hal tersebut saat Kinara pamit ke kamar, meninggalkan Vienna dan Baskara yang kemudian pamit. Kepada Vienna dia bicara dengan nada ramah. Akan tetapi, saat Baskara yang buka suara, dia menanggapi dengan ogah-ogahan, seolah tawa yang dia beri ketika tahu kenyataan tentang Umar tadi hanyalah sebuah akting saja untuk menghibur hati Kinara yang mendadak nelangsa.

Tapi, ketika hari keberangkatan tiba dan akhirnya hanya ada mereka berdua di dalam kereta menuju Semarang, Mayang adalah orang yang paling getol meledeknya. Hal itu membuat Kinara jadi sedikit keki dan seperti kebiasaannya, dia hanya menahan diri meski godaan Mayang membuat telinganya kadang terasa panas. 

“Ganteng loh, si Umar. Gue lihat Vienna motoin dia pas gendong lo, Kin.” Mayang menunjukkan gambar kiriman Vienna yang entah beberapa kali dilihatnya. Kinara sendiri melemparkan pandang ke arah kaca kereta yang menampilkan pemandangan pemukiman di luar Jakarta. Kondisi kereta cukup ramai. Setiap penumpang mendapatkan tempat duduk dan meskipun mereka berdua duduk di kelas ekonomi, kondisinya cukup nyaman. 

“Mau punya ipar dia?” Kinara membalas dengan suara penuh kejengkelan. Jika adiknya nakal, dia juga mau melawan. 

“Kagaklah. Gila lo.” Mayang protes paling keras, mengabaikan suara klakson kereta yang seketika membuat keduanya budeg. Salahkan Kinara yang memesan tiket dan mereka mendapat gerbong pertama. Meski kemudian, Kinara membela diri, “Gerbong nomor satu, duluan sampainya.”

Terserahlah, pikir Mayang. Mereka berdua sama persis sebenarnya. Jika Mayang adalah panci, maka Kinara adalah tutupnya. Kadang pancinya duluan jatuh sehingga pantatnya penyok. Tapi, tetap saja, tutup yang bakal melindungi panci seperti apa pun keadaannya dan sebaliknya, tutup itu baru akan punya fungsi bila bersama dengan panci.

“Lapar.” Mayang mengusap perut ketika pada akhirnya sudah waktunya makan siang. Kinara sudah menyiapkan bekal, tapi Mayang sama sekali tidak berselera. Indra penciuman mereka beraksi saat petugas restorasi membawa beberapa cup mi instant dan ketika diseduh, seluruh gerbong dipenuhi aroma kuah mi dan dalam waktu singkat, hampir semua orang memesan mi instan dalam cup termasuk dua saudara yang mendapat bonus masing-masing tiga batang cabai rawit yang langsung dipotong dengan gunting oleh petugas restorasi. 

Saat itulah, kesempatan Mayang untuk mengajak Kinara bicara karena sejak pingsan dua hari sebelumnya, dia seperti mengunci bibirnya rapat-rapat. Mayang sempat menduga kalau semua itu karena Umar. tapi, dari Vienna dia tahu kalau penyebab saudarinya pingsan sebenarnya adalah Baskara. 

Karenanya, sewaktu pria itu kembali datang pada malam harinya dengan membawa seplastik obat dan juga bubur ayam panas, Mayang menolak kedatangannya dengan mengatakan kalau Kinara telah tidur. Tepat sebelum Baskara meninggalkan tempat itu, Mayang bicara dengan nada yang hanya bisa didengar oleh putra majikan sang ibu, “Kami nggak bakal lupa perlakukan keluarga kalian kepada Kinara sampai dia jadi kayak gitu.”

“Maksudnya?” Baskara menatap bingung, namun Mayang tidak lagi melanjutkan, melainkan memilih untuk menutup pintu toko dan menutup tirainya, lalu duduk merosot hingga lantai. 

Mayang sepertinya menahan dendam yang amat sangat ketika mengucapkan itu semua. Buku-buku jarinya memutih dan jika bisa, dia akan menancapkan kuku-kukunya ke kusen pintu saking marahnya. Jika ada Kinara, pastilah kakak perempuannya tersebut bakal marah dan mengatakan kalau dia gila dan kelewatan. Kinara Kemuning, wanita berhati lembut namun kuat dan mengaku bisa melakukan segalanya, mesti kehilangan semua mimpi ketika peristiwa sial itu terjadi.

 Ibu lo boleh aja menyogok ibu kami sampai lupa kepada anak dan suaminya, tapi gue dan Bapak nggak bakal. Terutama di bagian Kinara diseret paksa dari kamar lo dalam keadaan nggak pakai baju, dijambak dan diseret rambutnya oleh Nyonya Reva, kayak dia sudah melakukan dosa besar, padahal pelakunya adalah lo yang seharusnya dirajam sampai mati.

Mayang menoleh ke arah tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai atas, tempat kamarnya berada. Kinara pasti sudah lelap tidur, walau sesekali dia bakal menangis dan meratap, sebuah hal yang saat bangun tidak bakal diingatnya, bahkan, sampai kejadian mengerikan itu perlahan-lahan membuatnya hilang percaya diri dan semangat hidup sampai bertahun-tahun lamanya. Hal itu juga jadi alasan Mayang selalu tidur menemani kakak perempuannya setiap malam, hingga detik ini, supaya saat Kinara terbangun dan menangis setiap tengah malam, dia bisa menenangkannya. 

“Babas nggak ngapa-ngapain, kok.” suara Kinara menyadarkan Mayang kalau mereka berdua masih di dalam kereta, menyeruput kuah mi pedas dan saling tatap. 

“Gue masih berharap lo mau keluar dari situ. Kita masih bisa menghidupi diri, apalagi Bapak.” Mayang bicara sambil meniup uap yang mengepul dari mi yang dia ambil dengan garpu plastik. Kinara sempat diam sebelum dia mengalihkan pandang ke wadah mi miliknya sendiri.

“Tapi, Ibu bakal sedih.” ucapnya menahan rasa kelu di hati. Sebenarnya, hal ini sudah dibahas berkali-kali. Namun, Mayang sepertinya khawatir karena serangan panik telah membuat Kinara pingsan, tidak seperti sebelumnya. 

“Ibu nggak akan peduli sama kita. Sejak dulu, beliau selalu memihak keluarga Dierja. Setelah sogokan duit, barang, Ibu kayak lupa punya kita berdua sebagai anaknya. Bahkan, di kampung kita dikata-katai karena bisa-bisanya …”

“Pelankan suara lo. Orang-orang bisa dengar.” Kinara memperingatkan Mayang yang kalau emosi, bisa memuntahkan semua kata-kata yang seharusnya tidak perlu diucapkan. Tapi, dia juga tidak peduli. Toh, tidak ada yang mereka kenal di tempat itu.

“Cuma kita berdua di sini.” Mayang memberitahu, “kalau pun ada yang dengar juga masa bodoh. Lo udah dewasa. Mau sampai kapan membohongi diri sendiri? Gue salah satu yang nggak mendukung lo mengejar dia. Baskara Dierja bukan buat orang seperti kita. Apalagi, dia sudah punya pacar. Ingat lagi gimana dia dan keluarganya membuang lo dan Kafka.”

Kalimat terakhir, segera saja membuat Kinara mengerjap dan mengadu kalau cabai dan mi panas telah menjadi penyebabnya. Tapi, Mayang tahu dengan sangat kalau saudarinya berbohong. Kinara amat bodoh mengelabui dirinya yang telah hidup bertahun-tahun bersamanya. 

“Anak itu, seumur hidup cuma mampu menyandang nama lo sebagai ibunya. Kenapa? Karena semua orang bilang kalau dia adalah anak haram.”

***

Kasmaran Paling DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang