Happy Reading
***Selesai membersihkan markas Airin bergegas pulang ke rumah untuk siap-siap berangkat kerja. Hari ini dia tidak sekolah. Dia terlambat, lagipula meski tidak terlambat, Airin tidak ada gairah untuk belajar. Kejadian semalam masih membekas di ingatannya.
Lagipun Airin tak mau bertemu Dean. Melihat wajah brengsek itu, rasa-rasanya Airin melihat neraka. Memerangkapnya dalam penderitaan, penyiksaan, dan tangis air mata.
"Non." Mpok Emih terkejut melihat Airin baru saja memasuki pintu utama. Wanita paruh baya itu memperhatikan anak majikannya dari atas sampai ke bawah. Keningnya mengernyit melihat penampilan Airin yang hanya berbalut kemeja biru di atas lutut. Bahu gadis itu juga ditutupi jaket abu-abu yang setahu Mpok Emih tidak dimiliki siapapun di rumah ini.
Lantas, itu jaket siapa?
"Mpok." Airin tersenyum tipis. Lekas ia menghampiri dengan raut wajah yang dibuat ceria agar tidak menimbulkan kekhawatiran wanita kesayangannya.
"Non habis dari mana? Kenapa semalam gak pulang? Mpok nunggu berjam-jam tapi Non gak muncul. Ini lagi, ini pakaian siapa? Tidur di mana semalam?" cerca Mpok Emih memutar-mutar tubuh mungil Airin memastikan tidak ada yang luka.
Airin terkekeh senang. Lega hatinya sebab masih ada orang yang mempedulikan dia.
"Semalam aku tidur di rumah teman, Mpok. Kemeja sama jaket ini punya teman ku." Sebelum pulang Airin meminjam pakaian Ellfans. Tak mungkin dia pulang pakai gaun minim.
"Laki-laki temannya?"
Airin mengangguk.
"Laki-laki yang kemarin itu?" Mpok Emih ingat ada seorang tamu laki-laki memperkenalkan diri sebagai teman Airin.
"Iya. Ellfans namanya. Oh iya, aku mau ke atas ya, Mpok. Mau siap-siap berangkat kerja. Hari ini gak sekolah dulu."
Di kamar saat hendak ke kamar mandi, pergerakan Airin dihentikan oleh suara denting ponsel. Dilihatnya pesan Ellfans yang menyuruhnya datang ke rumah Josh. Airin dilema.
Dia butuh uang, tapi El prioritas sekarang. Jangan lupakan soal bayaran uang sekolahnya lunas berkat pemberian Ellfans.
"Hufftt. Segininya banget jalan hidupku." Malas meratapi nasib, Airin memilih siap-siap menemui Ellfans.
Di lantai dasar langkah perempuan tubuh mungil itu berhenti kala dilihatnya Zaresh duduk di sofa. Menatapnya juga.
Melihat kehadiran adiknya, Zaresh menghampiri. Melirik tajam.
"Apa hubungan lu sama Ellfans?"
"Gaada hubungan apa-apa." Airin menjawab netral.
"Gak mungkin. Seberharga apa diri lu sampai dia bersikeras bawa lu keluar dari sana? Kecuali ... kalo lu emang ada main sama dia."
Airin tertohok mendengarnya. "Abang kenapa seenaknya menilai orang? Abang yang jual aku, aku gamau tapi tetap dipaksa. Giliran ada yang nyelamatin malah dituduh melacur. Abang ini pikirannya ke mana, sih? Kita emang beda Ibu, tapi darah Papa mengalir dalam tubuh kita. Gaada kah nurani Abang sedikit pun?"
"Darah kita emang kental, tapi masalahnya lu lahir dari seorang jalang. Pelacur sialan yang merusak rumah tangga nyokap gua. Mau balas dendam tapi orangnya mati. Yaudah, anaknya aja yang rasain. So, kalo kejadian kemarin terulang lagi, jangan harap lu lolos. Manusia bangsat kayak lo gak pantas dikasihani."
Airin tidak mau menangis. Tapi air mata tanda kelemahan itu malah menitik. Tidak kuasa mendengar kata-kata kejam saudaranya.
"Silakan." Suara gadis berkacamata itu bergetar," rusak semua mental ku, fisik ku. Hancurkan semuanya. Harga diri ku udah gaada lagi. Gaada lagi yang ku jaga. Aku udah kehilangan mahkota ku, kehilangan Ibu ku, kehilangan kakek. Dikira aku mau kayak gini? Kalo bisa aku lebih milih gausah lahir. Aku gamau dilahirkan dari rahim seorang lonte, anak mana pun juga gamau. Cuman ... kalau emang takdirnya udah gini ... aku bisa apa, Bang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEMON MAN : TIGERS
Teen FictionWARNING! KALO GAK SUKA CERITANYA JANGAN DIBACA! JANGAN MENINGGALKAN KOMENTAR BURUK! INI PERINGATAN BIAR GAADA KERIBUTAN ⚠️ *** Ketua geng motor menyusu? Gimana ceritanya? *** "Sekali nenen 10 juta, gimana?" "10 juta?" Airin mengerjap, sedikit tergiu...