DEMON MAN : 02

33.5K 562 19
                                    

Remind me if there is a typo

Btw, kalo gk suka ceritnya MINGGAT AJA, gk butuh komentar nyeleneh!!
***

"Bisa kerja gak sih lu, hah?! Lu sengaja ya mau bikin gua jatuh?!" Oki membentak sambil menendang kain pel yang dipegang Airin. Gadis cupu itu baru saja membuatnya nyaris terpeleset.

Airin menunduk sambil memperbaiki kacamatanya. "Maaf, Oki, aku beneran gak sengaja. Lagian kamu langsung masuk aja, kan aku lagi ngepel."

Oki melotot karena merasa disalahkan. "Nyalahin gua lu?! Bilang aja lu punya dendam kan sama gua? Picik banget otak lu!" katanya seraya mendorong bahu Airin.

Airin menghela napas melihat lantai yang baru di pel kotor lagi akibat sepatu Oki yang kena becek bekas hujan semalam. "Aku gaada nyalahin-" "Tapi kalo kamu merasa begitu, ya bagus. Sekali-kali tau diri itu penting," lanjutnya dalam hati.

"Jadi orang itu gak usah belagu. Lu gak punya teman di sini, jadi pintar-pintar lu nempatin diri." Dengan geram Oki menginjak-injak ubin bekas pel. Lantai yang tadinya berwarna putih jadi kecokelatan.

Oki tersenyum miring melihat wajah pasrah Airin. Puas membuat kekacauan, gadis itu berjalan menuju bangkunya. Dengan santainya ia memainkan ponsel seakan perlakuannya tadi tidak ada artinya sama sekali.

Airin menggeleng miris. Gadis berkacamata itu mengambil kembali pel yang terlempar di sudut ruang kelas. Meski lelah dengan perut keroncongan karena lapar, Airin mengulang kembali pekerjaannya. Sial. Harusnya Airin punya partner membersihkan kelas, namun mereka tak kunjung datang.

Yah, ini bukan pertama kalinya sih dan Airin mulai terbiasa. Tapi tetap saja ia keteteran dan ujung-ujungnya kena marah sebab tugasnya tak kunjung selesai. Gilanya lagi, yang bertugas cuma melihat.

"Huft." Airin mengelap dahinya. Hari masih pagi tapi keringatnya sudah bercucuran. Matanya mengedar, melihat siswa siswi sudah berdatangan. Teman sekelasnya pun masuk sekadar mengantarkan tas. Airin lega karena lantainya sudah kering.

Duk!

"Aw!" Ringisan itu keluar dari bibir Airin kala sebuah tas ransel mengenai punggungnya. Karena resleting tas yang tak sempurna terkunci, maka buku-buku di dalamnya berkeluaran. Saat menoleh, Airin dibuat terkejut akan kehadiran Dean dan teman-temannya yang berjarak dekat dengannya.

"Ngapain lu bengong di situ? Bawain tas gua!" perintah Dean mendorong dahi Airin.

Cewek bermata hijau itu mengerjap dua kali. Pun cewek itu jongkok memungut buku-buku Dean dan dimasukkan ke dalam tas. Ketika selesai Airin menyerahkannya kepada Dean.

"Ini, Bang."

"Udah semua nih? Gaada yang gak masuk?"

Airin menatap lantai, barangkali ada yang belum masuk. "Udah semua kok, Bang."

Dean tidak akan membiarkan Airin tenang sedetik saja. Kebencian mendarah daging membuat dia lupa mereka satu darah. Maka dia pun menyuruh Airin membawa tasnya dan mengikutinya ke kelas XII. Di sana ia akan bersenang-senang dengan Airin dijadikan sebagai objek.

"Guys, kita kedatangan si cupu!" seru Bobby, teman Dean yang sama laknatnya dengan Dean.

"Wah, pas banget, Bob. Gua lagi gabut nih!" Seorang cowok yang terkenal mesum mendekat, merapatkan tubuhnya ke Airin yang sontak memeluk tas Dean di dadanya. Tanpa sadar ia mundur.

"K-kenapa ada dia di sini? Ini kan bukan kelasnya? Tau gitu tadi aku gak usah ikut." Airin membantin ngeri.

"Oi, jelek! Gua lagi gabut parah, senangin gua dong. Seronde aja gapapa kok. Asal memuaskan." Seringai mesum itu membuat Airin takut bukan main.

"Gak mau!" Airin jelas menolak. Memang dia perempuan apaan? Kenapa cowok ini berani sekali melakukan kebejatannya di sekolah?

"Berani lu nolak gua?" Enji melangkah maju, mengikis jarak diantara mereka. Perbuatannya itu mengundang teman sekelas Dean bersorak kegirangan. Inilah pemandangan yang ditunggukan mereka.

"Pliss, Bang, aku gamau. A-aku ke sini cuma mau ngantar tas Bang Dean. Gak cari gara-gara. Jangan ganggu aku." Airin meletak asal tas Dean, lalu berjalan menuju pintu. Sialnya Dean, Abangnya sendiri menutup pintu dan menguncinya. Tersenyum miring melihat ketakutan Airin.

"Kenapa sih? Lu kan gak perawan lagi. Gak usah malu-malu deh. Munafik tau gak? Awalnya nolak, tau-taunya desah keenakan. Gitu yang lu bilang gamau?" Dean mendorong Airin ke belakang yang langsung ditangkap Enji.

Enji langsung melancarkan aksinya. Mencium Airin brutal dan meraba-raba tubuh mungil yang tampak tak berdaya di pelukannya. Lagi, aksi Enji mengundang kerincuhan dan tawa para sahabatnya.

Fyi, Airin memang tidak perawan lagi. Entah sudah berapa kali Enji dan kawan-kawannya memasuki dirinya. Parahnya lagi, lepasnya perawan Airin disaksikan oleh Dean, orang yang kejamnya menyerahkan adiknya kepada cowok penjahat kelamin. Dia diam saja bagaimana Enji memperlakukan Airin. Bertugas sebagai juru kamera, merekam kejadian demi kejadian sebagai ancaman agar Airin tidak membuka mulut.

Karena jam pelajaran hendak dimulai, empat orang lelaki termasuk Dean membawa paksa Airin ke belakang gedung sekolah lewat jendela. Di sana ada jalan setapak yang jarang dilewati. Disana mereka memulai aksinya.

Menggauli Airin sampai puas.

"Ahh. Udah berkali-kali dimasuki, tapi punya lu tetap sempit ya. Apa anu gua yang kekecilan." Enji mengerang.

"Itu mah punya lu yang kekecilan," celutuk Dean dengan ponsel ditangannya. Memvideo persetubuhan di depannya. Senyum puas terpatri di bibir Dean melihat Airin meminta pertolongan padanya lewat matanya yang sendu.

"Mampus lu anak haram."

Dari tempatnya Airin meneteskan airmata. "Apakah anak haram sehina itu? Apakah anak haram pantang bahagia? Siapa yang mau jadi anak haram? Gaada!" Ingin rasanya berteriak begitu, tapi sialnya begitu payah. Bagaikan ada yang menahan.

***

Pukul 17:15. Semua murid sudah pulang. Mereka yang latihan organisasi bergegas meninggalkan sekolah. Hari nampak gelap ditemani guntur yang menandakan hujan tak lama lagi turun.

Airin, gadis malang yang jadi korban pemerkosaan itu membuka matanya kala setitik air mengenai wajahnya yang memar bekas pukulan. Untuk sesaat ia bergeming, mencerna keadaan sebelum pandangannya mengabur.

"Gua gak bakalan berhenti sebelum ngerusak mental lu. Lu harus ngerasain gimana hancurnya nyokap gua liat lu tinggal di rumah."

Kata-kata kejam itu selalu diucapkan Dean saat mereka selesai memakai tubuhnya kemudian bergegas pergi usai membenahi pakaian Airin agar sewaktu-waktu ada orang yang melintas tak menaruh curiga.

Siapa yang mau jadi dirinya? Tidak ada. Airin saja benci. Terkadang memaki wanita yang telah melahirkannya. Ingin rasanya menyusul wanita itu, meninggalkan dunia yang teramat kejam. Namun lagi-lagi Airin ditampar kenyataan bahwa inilah takdir hidupnya.

Sesedih-sedihnya ia masih ada yang lebih sedih di luar sana. Hal yang selalu ia tanam di pikirannya kala rasa menyerah timbul.

"Sakit," ringis Airin menggerakkan badannya. Hendak duduk tapi bagian intinya terasa sakit. Bagaimana tidak sakit, ada tiga orang yang memasukinya secara bergilir. Dan itu bukan sekali dua kali.

Bersusah payah cewek itu berdiri. Mengerahkan seluruh tenaganya tapi gagal. Airin tumbang disertai isakan tangis dengan hati menyumpahi orang yang membuatnya begini.

Tidak peduli jika hujan mengguyurnya, Airin hanya ingin merebahkan tubuhnya.

Ditengah tangisnya, cewek dengan kondisi berantakan itu menyadari ada presensi lain melalui sudut matanya. Sosok itu jongkok di samping tubuh mungil Airin. Mendadak ia merasa aura disekitarnya panas padahal udara terasa dingin menusuk kulit. Kala menoleh, Airin tertegun melihat Ellfans, manusia berjiwa iblis yang sedang menatapnya datar.

Jika Dean kejam maka lebih kejam Ellfans. Jika Dean jahat maka Ellfans lebih jahat, melebihi setan (Lucifer)

Asik melamun Airin dikejutkan suara datar yang tiba-tiba menyeruak.

"Butuh bantuan?"

***
Tbc

DEMON MAN : TIGERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang