Jenan melangkah masuk kedalam rumah dengan wajah lesu, melempar asal jas hitam miliknya lalu merebahkan diri di single sofa.
Menghela napas panjang tangannya sibuk melonggarkan dasi yang terasa mencekik leher, hari ini cukup melelahkan di kantor mendengar ocehan koleganya serta ada kesalahan yang dibuat karyawannya mengharuskan ia turun tangan langsung.
"Mas Jenan kenapa?"suara lembut itu menyapa pendengaran Jenan,ia menoleh mendapati adik tersayang nya berdiri tak jauh dari sofa dengan seragam SMA. Sepertinya anak itu baru pulang.
"Mas gak papa,pulang sama siapa tadi?"
"Tadi naik taxi yang di pesenin ka Hafsa"Jenan mengangguk,"mas capek banget ya"Naufal sembari memijit lengan Jenan.
Jenan tertawa pelan,"Gak ko, capeknya mas itu langsung hilang kalo udah liat adek senyum"senyum seperti bulan sabit selalu Jenan tunjukkan kepada adiknya.
Naufal diam kepalanya tertunduk ia tau kalo mas nya ini bohong. Raut lelah nya terlihat jelas dengan kantung mata yang menghitam,sudah di pastikan lelaki itu jarang tidur.
"Maafin Nana ya mas"
"Kenapa minta maaf?adek gak ada salah"
"Mas selalu ngurusin Nana daripada kerjaan mas sendiri,maafin Nana gara-gara pen-"
"Ngomong apa sih dek? Mas gak pernah capek kalo cuman buat ngurus adek,udah ya sekarang pergi mandi habis itu turun makan"Naufal mengangguk dalam diam, tanpa Jenan sadari setetes air mata jatuh dari matanya.
Terkadang Naufal merasa iri pada Hafsa kakak ketiganya yang bisa bebas seperti yang lain, tidak di kekang ingin melakukan apapun asal masih tau batasan. Tidak seperti dirinya,ingin melakukan ini itu harus ijin terkadang ia juga tak bisa sering ikut olahraga seperti teman-temannya karena penyakit yang bersarang di tubuhnya.
Naufal juga kerap bersedih setiap melihat raut lelah ketiga saudaranya,seperti kejadian dua minggu yang lalu dimana ia terserang demam tinggi membuat tiga saudaranya panik. Naufal masih ingat gimana lelahnya Jenan yang waktu itu baru pulang dari Bandung tapi sudah harus mengurusi dirinya yang sakit.
Naufal masih ingat gimana panik serta lelahnya Reyhan yang tau adiknya sakit padahal lelaki bertubuh mungil itu baru saja menyelesaikan tugas nya di luar negeri sebagai relawan,dan gimana lelahnya Hafsa bergadang hanya untuk menjaga Naufal padahal lelaki itu pasti capek sehabis turnamen basket.
Naufal merasa ia beban,kenapa penyakit itu harus ada pada dirinya?itu selalu merepotkan ketiga saudaranya.
"Maafin Nana"lirih Naufal.
"Na-nana beban.. maaf"isaknya ditengah keheningan
"A-ayah b-bunda Nana mau ikut kalian.. Nana gak mau jadi beban mas Jenan,ka Rey sama bang Hafsa"
Tangisan itu semakin kencang di tambah dadanya mulai terasa sesak,tangan mungilnya menggenggam pinggiran kasur erat menyalurkan rasa sakitnya disana. Ia tidak mau jika saudaranya melihatnya kesakitan seperti ini,Tidak!.