Epilog

12 2 2
                                    


3 tahun kemudian ....

Seorang laki-laki menatap seisi kamar dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata. Rasanya sangat menyakitkan mengingat Aidel yang membawa Abel entah kemana. Zaki sudah berusaha mencari keberadaan mereka tetapi hasilnya tetap nihil.

Tiga tahun lamanya masih tidak ada tanda-tanda Abel, putri kesayangannya akan kembali menemuinya.

Semenjak Abel pergi, Zaki menghabiskan lebih banyak waktu di kamar putrinya ini. Walaupun rasa bersalah kerapkali mengganggunya, mengingat bagaimana dulu dia memukuli dan membentak putrinya itu di kamar ini.

Zaki menelan rasa pahit dan rasa bersalah yang setiap harinya tak kunjung berkesudahan.

Tiga tahun Zaki selalu memakai topeng untuk tidak terlihat rapuh di depan semua orang. walaupun rasa bersalah dan rindu itu selalu membuat Zaki tersiksa setiap harinya.

Pekerjaannya juga sebagian besar sudah di ambil alih sekretarisnya, dia hanya mengikuti bagian penting yang sama sekali tidak bisa di wakilkan. Dia lebih memilih untuk berdiam diri di kamar putrinya.

Dia juga tidak membenci Aidel yang membawa Abel pergi jauh, Zaki tidak pernah menyalahkan Aidel sedikitpun tentang hal ini. Semuanya terjadi karena ulahnya, Aidel marah dan kecewa padanya.

Zaki berjalan kearah meja belajar Abel, meja yang paling sering di tempati Abel membuat Zaki kembali merasa sesak.

"Kamu apa kabar, sayang ...," lirih Zaki sembari menyentuh bingkai foto Abel yang ada di sisi meja belajar.

"Maafkan ayah." Untuk kesekian kali, kata yang sama yang selalu keluar dari bibirnya tiap kali ingatan saat ia menyiksa putrinya kembali berputar di kepalanya.

Bi Hana yang selalu menatap tuannya yang sangat rapuh dari luar pintu ikut merasakan sesak. Pemandangan yang harus ia saksikan tiap harinya, tetapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa supaya dimana pun Abel berada semoga selalu baik-baik saja.


------

Bunyi ketukan pintu tidak mengalihkan perhatiannya sedikitpun, "Masuk aja, Bi," ucapnya lirih.
Dia mengira itu hanya Bi Hana yang seperti biasa selalu mengantarkan makanan walaupun tidak pernah dia sentuh.

"A-ayah."

Zaki langsung mendongak, suara itu, suara yang sangat ia rindukan selama tiga tahun terakhir. Tubuhnya seketika bergetar, isakannya kembali terdengar.

"Ayah."

Abel langsung berlari memeluk ayahnya dengan sangat kencang.

"Kamu kembali, Nak."  Zaki membalas pelukan putrinya tidak kalah kencang.

Aidel dan Haikal yang berada di depan pintu ikut terharu, hingga tangisan haru terdengar memenuhi ruangan itu.


-----

Aidel menganggukkan kepalanya meyakinkan Abel bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Abel berjalan memasuki area pemakaman dengan langkah berat, sudah tiga tahun tetapi ia belum juga terbiasa, ia belum juga bisa menerima kenyataan pahit itu.

Setelah ingatannya kembali, ia sempat merasa depresi menyadari bahwa Charen telah pergi untuk selamanya, tetapi ada Aidel dan Haikal yang selalu menemani dan menguatkannya.

Abel terus melangkah menghampiri makam Charen, langkah yang terasa berat sekaligus ingin berlari dalam satu waktu yang sama.

Disana terlihat Hendra yang juga terduduk sambil menundukkan kepalanya.

"Hendra?"

Hendra hanya mengangguk sambil mempersilahkan Abel duduk di samping nisan Charen.

"Hai Charen nya gue," gumamnya menyapa sahabat yang telah tiada.

"Gimana kabar lo disana, Ren? Lo bahagia, kan?" Abel menghela nafas kasar saat rasa sesak itu kembali menghimpit dadanya.

"Maaf waktu itu gue pergi ninggalin elo, maaf gue pergi selama itu, tapi sekarang gue udah balik, Ren. Balik ke kota yang penuh cinta dan luka ini, gue balik karna ada elo disini, Ren," ucapnya lirih. Isakan kecil keluar beberapa kali dari bibirnya.

Aidel memalingkan wajahnya tak kuat melihat adiknya yang begitu rapuh, ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menghalangi air matanya yang ingin jatuh.

"Kami semua ada disini, harusnya lo bangun biar kita bisa ngobrolin banyak hal setelah berpisah selama itu, Ren."

Seketika bulu kuduk mereka merinding mendengar ucapan Abel yang tidak masuk akal. Tetapi lagi-lagi mereka memaklumi kondisi Abel.

Abel memeluk nisan tersebut sambil menumpahkan semua sesak yang ia rasakan.

Begitupun Hendra, Aidel, dan Haikal, mereka tidak kuat melihat keadaan Abel, mereka ikut menangis hingga hanya suara isakan yang terdengar bersahutan di sekeliling makam tersebut.

------.

Terimakasih sudah mau mendukung cerita ini, peluk jauh buat kalian semua 🫂

 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CHRISTABEL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang