01 ; new school

4 2 0
                                    

Segalanya masih terasa sempurna saat Misha masih berkesempatan bertemu teman-temannya, mengampu pendidikan di salah satu sekolah elite kota, pergi ke mall hingga lupa waktu serta memasuki diskotik menggunakan ktp palsu.

Semua itu menyenangkan sampai akhirnya lenyap setelah hari itu, hari dimana Mama mengatakan bila Misha telah dipindahkan ke sekolah lain tanpa sepengetahuan Misha sendiri.

Misha marah, ya. Misha kecewa, ya. Misha menolak, ya. Pada dasarnya Misha keras kepala namun ketika Papa sudah turun tangan, Misha terpaksa menerima.

Akhirnya dengan berat hati Misha merelakan masa remajanya yang menyenangkan. Angkat kaki dari kastel sederhananya menuju bangunan bertingkat tiga yang tampak kuno dan ketinggalan jaman.

Meski begitu, gedung asrama di Lentera Negri terlihat elok, seakan memiliki pesona tersendiri dibanding bangunan-bangunan mewah lain di pusat kota.

Sementara di seberang gedung asrama, berdiri gedung utama yang menjadi tempat para siswa mengikuti proses belajar mengajar. Dan bangunan terakhir ialah gor yang sering dijadikan tempat bertanding anak-anak yang gemar olahraga. Itu berarti, total ada dua gedung bertingkat dan satu bangunan memanjang.

Dan disinilah Misha, berdiri kaku di hadapan pintu bernomor A - 167 yang akan menjadi tempatnya melepas penat selama satu setengah tahun ke depan.

Misha telah menyelesaikan segala prosesi daftar ulang bersama Mama tepat sepuluh menit yang lalu. Kini Mama sudah kembali ke kastel, tanpa melakukan drama perpisahan bersama sang putri. Seakan Mama memang berniat mengusir Misha dari hunian utama.

Hela nafas pun terelakkan. Lengan Misha terulur memasukkan kunci ke dalam lubang, namun pintu itu malah terbuka dari dalam.

Misha tertegun. Melihat seseorang berdiri dibalik pintu, memandang Misha dengan ekspresi terkejut.

"Eh ngapain lo mau masuk kamar gue? Dan ..." Pandangannya turun pada koper besar yang berdiri di sisi Misha. "Lo mau tidur sama gue?!"

Sebuah spontanitas, Misha menggeleng. Tungkainya bergerak mundur dua langkah.

"Gue anak baru. Bu Shana ngasih kunci dan nomor kamarnya 167."

Si penghuni kamar mengeluarkan tubuh dari dalam sana, membalas tatapan datar Misha dengan kening mengerut.

"Terus maksud lo, Bu Shana nyuruh kita sekamar? Gila aja! Gue cowok normal ya!"

"Lo nggak keliatan gila."

"Bukan gitu!"

Misha mendengus. "Terus gimana? Gue cape kayak anak ilang disini, nggak kenal siapa-siapa."

Pemuda itu terdiam sejenak untuk menimbang sebelum mengulurkan tangan.

"Kenalan dulu, gue Aksa, lo siapa?"

Lalu kesalahpahaman itu terselesaikan setelah Misha membalas uluran tangan Aksa dan keduanya-ralat Aksa, memutuskan untuk menemui Shana guna menjelaskan persoalan ini.

Rupanya, Shana salah memberi kunci kamar.

◦ ࿏ ◦

"Lo anak kota ya? Sekolah dimana sebelumnya?"

Netra yang semula memandang hamparan rumput di halaman samping asrama teralihkan pada tangan yang menyodorkan sebotol minuman dingin.

Alasan dua remaja yang baru mengenal itu berakhir bersama di teras asrama sebenarnya simpel, sesimpel Aksa yang bosan di kamar-karena dipaksa untuk istirahat hanya karena terjatuh di tangga kemarin sore-mengajak Misha si anak baru untuk mpla (masa pengenalan lingkungan asrama) meski berujung singgah di ujung lorong lantai dua asrama perempuan.

"Merpati Dua."

Aksa mengangguk pelan.

Kemudian hening meliputi.

Si perempuan kembali merekam tiap objek sekitar dalam pandangan, mengabaikan si laki-laki yang curi-curi pandang padanya.

Gentala Aksaranu. Sosoknya di kenal sebagai cowok humble yang mudah berbaur dengan siapa saja. Pula, masuk dalam tim inti basket yang bulan ini tengah off karena sesuatu.

"Sha."

Panggilan itu menyebab sang pemilik nama menoleh, mengangkat satu alis.

"Kepala sekolah kasih tahu lo sesuatu nggak?"

Dapat Misha lihat titik keraguan dalam manik hitam kecoklatan itu. "Kalau pergi keluar area sekolah diluar area jam bebas termasuk pelanggaran tingkat tinggi? Dan sanksinya nggak main-main."

"Ya .. itu bener sih, tapi gue nggak bahas itu."

"Terus apa?"

Misha terlihat bingung, menandakan ia belum mengetahui soal itu.

"Nggak papa kok. Lo bakal tahu seiring waktu berjalan--Bu Shana udah ngasih list larangan di sekolah ini kan?"

Untuk pertanyaan yang satu itu Misha mengangguk.

"Okee."

"Hmm .. Aksa, thanks buat waktunya."

Pemuda itu mengangguk. "Kalau butuh atau mau tanya sesuatu bisa nemuin gue. Asrama cowok sama cewek emang beda lorong, tapi kita bebas ketemu tiap pagi sampai sore."

Kurva tipis terbentuk dibibir peach Misha. "Ya."

-
-

percobaanku nih
hihi, semoga suka <3

Misha : completion ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang