Blitz kamera keluar berkali-kali seiring sang empunya bergeser untuk menemukan spot foto yang sesuai.
Suasana gelap disertai sapuan angin dingin tak menyurutkan niatan mereka mendapatkan beberapa img untuk di upload ke sosial media.
"Udah banyak nih, bagus-bagus juga. Masih mau lagi?"
Perempuan yang tengah menatap gulungan awan di langit pun menoleh. Melangkah cepat ke arah si fotografer.
"Mana mana mau lihat!"
Perempuan itu mengambil alih kamera, melihat-lihat hasil jepretan temannya yang memiliki hobi memotret hal random.
"Ih iya bagus--eh? HAH!"
"Jangan gitu anjir! Kamera mahal ini!" Protes si laki-laki karena benda berharga miliknya justru dilempar secara asal. Beruntung, ia mampu menangkap tepat waktu.
"G-gila ..."
Wajah perempuan itu tampak ketakutan.
"Lo kenapa sih Ra?"
Kaira--nama perempuan itu--menunjuk pada kamera tersebut.
"Kenapa sih?!" Kesal karena Kaira hanya diam, Rivaro lantas mengecek sendiri isi dalam kamera yang membuat Kaira ketakutan.
Dua detik kemudian, Varo menjauhkan kamera. Menatap terkejut pada Kaira yang menelan ludah.
"K-kok bisa .. gini?"
Hasil img itu berjumlah sepuluh foto. Sekitar enam foto awal masih baik-baik saja, menunjukkan paras elok Kaira dengan background langit gelap. Namun pada foto ketujuh kejanggalan mulai terlihat pada bayangan putih samar tak jauh dari Kaira.
Foto ke delapan, bayangan itu semakin kentara. Di foto selanjutnya, bayangan membentuk figur perempuan berpakaian dress putih sebetis. Rambutnya terurai panjang dengan kulit pucat dan wajah menyeringai lebar serta mata yang sepenuhnya putih.
"Ro .. ?" Suara Kaira tertahan dipangkal tenggorokan.
Varo tercekat detik berikutnya. Kejadiannya sangat mendadak saat tubuh Kaira tertarik ke belakang oleh sesuatu yang tak terlihat. Varo hanya mampu terdiam melihat punggung Kaira menabrak pagar pembatas sebelum terbanting menghantam tanah.
"Ra!"
Terkaparnya Kaira menggerakkan kaki Varo untuk mendekat. Sekelebat bayangan putih tertangkap dalam mata Varo saat menghampiri Kaira. Varo yakin itu adalah bayangan dia.
.
Namanya Alisa. Gadis kelas satu yang menggilai kebersihan dimanapun berada. Karena itulah, disaat teman-temannya sedang menghabiskan waktu diluar ia malah menetap dalam kamar untuk mengepel noda merah kecoklatan di lantai.
Terlihat menjijikkan. Entah dari mana noda itu berasal.
"Apa mungkin Miku datang bulan tapi nggak sadar?" Ia bergumam. "Eh bukan deh, Miku paling nggak suka kalau datang bulan nggak pake pembalut. Terus ini .. apa?"
Tes
Tes
Alisa terhenyak. Suara itu bagai melodi mengerikan yang menusuk indra pendengaran. Ia yakin betul plafon ruangannya bersih tanpa noda tadi lantas mengapa sekarang ..
Kedua jemari Alisa bergetar. Seraya merapal doa, tubuhnya perlahan berbalik untuk melihat asal muasal cairan merah kecoklatan itu.
"AAAAAAAA!"
Alisa nyaris pingsang melihat seorang wanita dalam posisi merangkak di langit-langit ruangan. Cairan merah itu berasal dari matanya yang bolong.
Alisa tak perlu berpikir ulang untuk segera keluar dari kamar, membanting pintunya sebelum berlari ke mana saja asal menjauh dari kamar.
Bruk!
Namun, ia malah menubruk seseorang.
.
Masih teringat jelas dalam ingatan Misha saat melakukan negosiasi dengan Shana lusa kemarin. Itu berarti dua hari telah berlalu dan Shana belum juga memberi kabar.
Atas dasar alasan tersebut, Misha meninggalkan teman-temannya yang tengah bercengkrama untuk menemui Shana di ruang guru.
Namun seseorang tiba-tiba menghantam tubuhnya. Menyebab ia hampir tersungkur ke belakang bila saja jari-jari kakinya tak menekan kuat alas sepatu.
"Aduh m-maaf, maaf! Nggak sengaja ..."
Oknum penabrak yang tak lain adalah Alisa mundur dua langkah. Memandang cemas arah belakang sebelum kembali menatap Misha.
"Eh nggak papa--lo kenapa? Kayak ketakutan gitu?"
"Em itu .. ah sebenarnya--"
Melihat keraguan dalam manik Alisa menggerakkan lengan Misha untuk mengusap bahunya upaya menenangkan.
"Ngomong aja nggak papa."
Akhirnya Alisa mampu mengatur nafas menjadi lebih baik. Lalu mengangkat retina hingga tertuju langsung pada kakak tingkatnya.
"Ada dia Kak di kamar aku. A-aku takut ..."
Benak Misha langsung menunjukkan satu nama. Nadila. Sempat berpikir sejenak sebelum memutuskan, pertanyaan Misha selanjutnya mengejutkan Alisa.
"Kamar lo dimana?"
"Kakak nggak bakal nemuin dia, kan .. ?"
Misha membentuk kurva kecil dibibir. "Sayangnya iya. So, where is your room?"
Dengan hati berat, Alisa menuntun Misha menuju kamarnya. Mempersilahkan sang kakak kelas masuk sementara ia menunggu di depan. Tiba-tiba--
BRAKK!
Pintu menjeblak tertutup. Mengurung Misha di dalam bersama makhluk itu. Alisa tercekat.
-
-bentar lagi terungkap, xoxo
ohya, ada yang penasaran sama visual mereka gak sebelum end?
KAMU SEDANG MEMBACA
Misha : completion ✔
Horror[end-completed] Selama hidupnya, Misha jarang bersinggungan dengan hal gaib. Secara tersirat pula Misha kurang percaya dengan keberadaan mereka. Namun pemikiran itu berubah setelah Misha memasuki lingkup Lentera Negri, sekolah modern yang letaknya d...