07 ; her /

0 1 0
                                    

Sebuah batang homogen yang panjangnya 80 cm dan massanya 3 kg. Batang itu diputar dengan poros terletak pada jarak 20 cm dari salah satu ujungnya. Besar momen inersia batang itu adalah ..

"0,28 kgm2 .. kan?"

Misha menyipitkan mata sembari jemarinya meremat kepala. Berusaha fokus mengerjakan namun gagal.

"Sialan. Ngapain sih dia nempel terus di kepala gue?!" Rutuannya menyiratkan kefrustasian.

Lagipula, siapa yang bisa setenang permukaan danau setelah melihat penampakan hantu secara nyata?

Misha akui, dia lemah dan penakut meski usianya mulai dewasa. Dia berusaha keras untuk melupakan sosok itu namun otaknya malah menantang batinnya dengan menyimpan figur si perempuan merah.

Hembusan nafas panjang keluar dari hidung gadis itu. Pulpen gel yang semula digunakan kini terbengkalai setelah pemiliknya memutuskan untuk menopang dagu, memandang objek diluar jendela.

"Heh malah ngelamun. Kerjain tugasnyaaaa," omel Lia dari seberang.

"Kepala gue isinya si cewek merah terus. Nggak bisa konsen jadinya."

"Deadline-nya sampe istirahat Misha. Kalau Bu Mika tahu lo nggak ngerjain nanti kena hukum. Lo mau?"

Spontan Misha menggeleng. "Yaudah gue nyontek lo aja."

"Dih modus!"

Si anak baru tertawa kecil. Lantas meraih pulpen dan kembali mengamati soal yang tertera.

Pada system gambar diketahui mA= 8 kg, mB= 5 kg. Massa katrol = 4 kg dan g= 10 ms-2. Katrol merupakan silinder pejal dan bergerak rotasi. Maka percepatan system adalah ..

◦ ࿏ ◦

Didasari oleh rasa bosan karena guru menerangkan materi minggu lalu, Ajeng nekat ijin dengan dalih untuk pergi ke kamar mandi padahal faktanya ia melipir ke kelas Misha yang berada di lorong berbeda.

Namun ternyata karma itu nyata. Belum sempat masuk ke ruangan tersebut, rasa ingin membuang isi kandung kemih muncul. Menyebab perempuan berpipi tembam itu putar arah menuju kamar mandi.

Jika begini, kan, Ajeng tidak sepenuhnya berbohong pada guru.

Setelah menekan tombol flush dan memastikan sekitaran beraroma kapur barus, Ajeng segera beranjak dari bilik kamar mandi. Menjumpai wastafel untuk mencuci tangan.

"Gagal deh rencana bolosnya," monolog gadis berkuncir kuda itu.

Tiba-tiba saja, lampu berkedip diiringi sapuan angin dingin menyentuh permukaan kulit.

Ajeng terpaku ditempat. Tak perlu berpikir lagi untuk mengetahui kejadian apa yang tengah ia alami. Tanpa membuang waktu, tungkainya mengambil langkah mundur. Kedua matanya reflek terpejam.

"Jangan melek atau lo bakal stres, Jeng!"

Sebisa mungkin Ajeng menggapai pintu keluar dengan mata terpejam.

"Ajeng ..."

Damn.

"Ajeng .. main yuk ..."

Berusaha menulikan pendengaran, Ajeng masih tertatih menuju pintu keluar. Ia mengumpat saat merasa sesuatu menyentuh pundaknya.

"Main yuk~ kamu sembunyi, aku bakal cari ..."

"NAJIS SETAN!"

Kedua kelopak mata saling menjauh. Penglihatan Ajeng kembali jelas dan tanpa menoleh ke belakang, ia berlari menuju pintu keluar. Terbirit meninggalkan area kamar mandi dan makhluk itu.

Kakinya telah memijak lorong dimana lalu lalang siswa mulai terlihat. Namun benaknya terlanjur menyimpan nada sehalus sutra itu hingga rasanya sosok itu masih mengikuti.

"Argh sial. Untung earphone gue ada di tas."

Kembali terdengar suara ketukan converse yang beradu dengan lantai.

◦ ࿏ ◦

"Gue di teror sama dia."

Misha dan Lia menoleh serentak.

"Demi apa?"

"Lo nggak bohong kan?"

Ajeng menggeleng cepat. Wajah memucat seiring kakinya melangkah melintasi koridor sambil menenteng tas di pundak. Mereka dalam perjalanan pulang ke asrama.

"Tadi di toilet dia datengin gue dan ngajak main petak umpet, gila kan? Untung gue nggak lihat mukannya tapi imbas dari suaranya .. arghhh bikin merinding!"

Menanggapi perkataan Ajeng, tepukan pelan dari Misha mendarat diatas pundak gadis itu.

"Lo bukan satu-satunya korban, bahkan ada yang lebih parah."

Tanpa keduanya sadari, Lia menggigit bibir dalam. Pikirannya mulai negatif.

"Kalian udah ketemu sama dia. Gimana kalau setelah ini gue? Aaaa nggak mauuu!" Lia merasa gusar. Misha pun menenangkan.

"Jangan mikir yang negatif, nanti dia malah ngerasa diundang sama lo."

"Nggak bisa Mishaa." Lia mulai merengek. Jujur saja ia merasa takut.

"Kalau nggak ada jalan lain ya .. kita hadapi aja."

Ajeng bergidik. "Lo aja, gue nggak mau ikut-ikutan."

"Ya emang lo bisa menghindar? Mau beli jimat?" Misha melirik sinis. "Kalau kita nggak pengen ketemu tuh hantu lagi, syaratnya satu--kita cari tahu keinginan dia dan sebisa mungkin menuhin itu."

Ajeng dibuat speechless sebelum berdeham. "Gini, ya, Misha. Lo mikir lagi deh. Teori lo emang masuk akal tapi gimana caranya kita caritahu tanpa ketemu langsung sama dia?!"

"Gosip."

Satu kata. Yang membuat Ajeng dan Lia melongo sesaat sebelum mengedip berkali-kali.

"Kita bisa manfaatin gosip. Pasti ada .. kan?"

Perlahan, Lia mengangguk.

"Oke. Kita mulai penelusuran besok," putus Misha tanpa menunggu persetujuan kedua temannya.

-
-

karena konfliknya ringan, mungkin bakal tamat dalam waktu dekat.
see you ><

Misha : completion ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang