Menikmati Kebersamaan

5 1 0
                                    

Kak, Manda boleh tanya sesuatu?”

“Tanya apa?”

“Tapi, maaf kalau lancing, keliatannya Kakak nggak suka sama ayahnya Kakak, kenapa?”

“Dia bukan ayah saya. Ayah saya meninggal beberapa tahun lalu,” jawabnya dengan wajah datar.

“M-meninggal? Karena apa?”

“Serangan jantung. Itu terjadi karena papa tahu kalau mama saya selingkuh dengan lelaki yang ada di rumah sekarang.”

Sedikit kebenaran yang membuatku syok sekaligus tidak percaya. Ternyata selama ini memang benar. Ayah memeliki wanita lain. Bahkan telah membuat hidupku dan Ibu begitu sangat menderita karenanya. Namun, tidak bisa dipungkiri aku sangat merindukan sosoknya. Terlepas dari masalahnya dulu, penjelasan darinya sangat aku butuhkan.

“Kenapa nangis?”

“Em, nggak apa-apa, Kak. Cuma lagi ke inget sama ibu aja,” alibiku.

Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan tetapi kak Satria tidak membawaku pulang ke kos. Malah mengajakku jalan-jalan keliling taman tempat di mana kamu bertemu membahas masalah Diana dulu. Rasanya hidupku semakin baik dan juga merasa bersyukur bisa dipertemukan dengan lelaki sepertinya.

Aku tidak pernah membayangkan akan bertemu dengannya dalam keadaan yang sedikit memalukan. Tidak pernah menyangka jika dia akan bersikap baik padaku tanpa tahu seperti apa latar belakang kehidupanku. Kebaikan yang dilakukannya membuatku merasa nyaman dan membayangkan kasih sayang seorang kakak laki-laki.

Namun, aku tidak bisa banyak berharap akan kebaikan yang dia lakukan padaku. Mungkin saja suatu saat nanti kami tidak akan bertemu lagi.

“Gimana? Enak?” tanya kak Satria saat setelah kami membeli es krim.

“Enak, makasih banyak ya, Kak, udah bawa Manda ke sini,” jawabku.

Dia menatapku dengan lekat. Rasanya benar-benar sedang ada di puncak kebahagiaan yang kunantikan. Andai terus seperti ini. Mungkin hidupku akan lebih warna dengan kebahagiaan.

“Ke pantai yuk?”

“Ayo!” Aku berseru senang.

Kami kembali ke mobil. Melaju menuju pantai dengan cahaya senja yang indah. Sudah sangat terlihat jelas selama di perjalanan. Aku tersenyum senang memandangi setiap sudut kota yang begitu indah dan menyenangkan. Aku takjub di buatnya.

Setibanya di pantai. Aku langsung berhambur menuju tepi pantai menikmati desiran ombak penuh dengan tawa. Mungkin akan terlihat norak, tapi aku menikmati kebahagiaan ini.

Kak Satria menghampiriku, bermain air bersama, lalu setelahnya kami duduk di tepi pantai. Membiarkan ombak menyapu bersih kaki kami yang sudah kotor karena pasir.

“Saya belum pernah melihat kamu tertawa selepas ini,” ucap kak Satria tiba-tiba.

“Manda juga gak pernah menyangka, akan selepas ini. Selama ini Manda belum pernah merasakan hal seperti ini, bahkan saat ibu dan ayah masih ada.”

“Apa yang terjadi sebenarnya sehingga kamu seperti ini?”

“Ayah dan ibu bercerai saat aku masih SMP. Karena ibu curiga ayah memiliki perempuan lain dan ternyata benar. Ibu depresi dan sering sakit sampai akhirnya ibu meninggal dan Manda tinggal di rumah bibi sampai akhirnya kejadian menyakitkan itu terjadi,” jelasku panjang lebar.

“Hampir sama dengan cerita saya.”

“Iya. Namun, Manda tidak tahu harus mencari ayah ke mana, Manda membutuhkannya. Manda pernah melihatnya, tapi Manda gak berani mendekatinya dan memutuskan untuk diam dan mengamatinya saja. Jika memang ditakdirkan bertemu, pasti akan bertemu.”

“Apa kamu membencinya?”

“Tidak. Bagaimanapun dia ayah kandung Manda. Seburuk apa pun kelakukan dan masa lalunya. Dia tetap ayah Manda.”
Hening. Tidak ada obrolan lagi setelah aku mengatakan itu. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Ingin sekali rasanya kuceritakan bahwa lelaki yang ada di rumahnya adalah ayahku juga. Namun, ini terlalu singkat dan tak mungkin aku ceritakan begitu saja tanpa bukti yang nyata.

Asyik dengan keheningan. Kami memutuskan untuk bergegas pulang karena hari sudah mulai malam. Kak Satria meraih tanganku dan menggandengku. Tatapan kami bertemu, jantungku berdegup cukup kencang. Hanya tersenyum untuk menetralkan suasana hatiku saat ini.

“Ikut saya ke satu tempat lagi,” pintanya.
“Ke mana?”

Kak Satria tidak menjawab dan terus menggandeng tanganku. Membawaku entah ke mana.

*** 

Diary Amanda [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang