16

636 86 1
                                    

       Lelaki itu berulang kali berjalan kesana kemari sambil sibuk dengan ponsel di tangannya. Ada kalanya dia berhenti sejenak sambil berkacak pinggang dengan sebelah tangannya, atau mengigit jari itu seperti orang yang sedang khawatir.
Yap, dia khawatir.
"Dimana dia?, akhhh...ponselnya tidak aktif.
Kau sudah menghubungi menejernya?? Dia juga tidak tau?? Kemana dia sebenarnya??" Dia sibuk menelepon beberapa kali.

Semenjak pertengkarannya dengan davika, ter berusaha menghubungi davika, namun tidak bisa karena davika sudah memblokir kontaknya.
Tak berhenti sampai disitu, dia tetap menghubungi beberapa teman davika untuk mencari keberadaan gadis tinggi itu. Bahkan sampai menghubungi menejernya, namun tak ada satupun yang memberitahu keberadaan davika.
"Aku mohon, beritahu aku dimana dia. Yahh aku tidak akan menyakitinya, aku hanya perlu tau dimana keberadaan temanku" mohon ter. dia terus membujuk menejer davika untuk memberitahukan dimana posisi davika sekarang. Hingga akhirnya sang menejer itu dengan terpaksa memberitahu, bahwa davika sekerang berada di hua-hin.

Tanpa pikir panjang lagi, dengan segera ter menyusul davika saat itu juga. Tak peduli jika hari sudah semakin larut, dengan hanya memikirkan kondisi davika saat ini membuatnya nekat untuk pergi.
Hampir pukul setengah satu subuh, mobil ter melaju dengan cepat. Melewati jalanan yang terbilang sunyi apalagi saat melewati hamparan hutan perbatasan bangkok dan hua-hin itu.

Sekitaran pukul tiga subuh dia sampai di hua-hin.
Memarkirkan mobilnya di sekitaran hotel tempat davika menginap. Dengan cepat dia turun dari mobilnya dan masuk kedalam lobi hotel. Menuju recepcionist menannyakan jika ada gadis tinggi itu memesan kamar.
Beruntungnya recepcionist itu mengiyakan nama yang disebut ter tadi.
"Yah, davika horne, kamar 309. Dia disini sudah sekitaran seminggu lebih. Maaf jika boleh saya tau anda siapanya nona davika, karena kami tidak mengizinkan masuk tamu dari luar jika bukan persetujuan dari pelanggan kami" ucap recepcionist.
"Saya suaminya, dan saya kesini untuk menjemputnya pulang" ucap ter berbohong.
"Baiklah.. tunggu sebentar tuan, saya akan menghubungi nona davika" recepcionist itu segera meraih telepon untuk menghubungi kamar 309, namun dengan cepat ter menahan agar tidak perlu menghubungi davika.
"Tidak perlu, saya sendiri yang akan kesana. Dia sudah memghubungi saya tadi" ucapnya memberi alasan.
Dengan sedikit curiga, akhirnya recepcionist itu mengizinkan ter masuk.

Akhirnya dia sampai di depan pintu kamar davika.
Beberapa kali menghela napas, menetralkan perasaan yang tak karuan. Berpikir sejenak jika saja davika menolaknya dan menghindari dirinya lagi.
Tapi semuanya dia tepis, asalkan dia bisa bertemu dengan gadis itu.

Suara ketukan pintu hotel itu berulang kali terdengar. Davika yang tertidur itu akhirnya bangun saat mendengar suara ketukan pintu.
Pikirnya mungkin petugas hotel sedang memberikan pemberitahuan padanya. Dengan segera dia beranjak dari kasurnya, memakai bathrobe kamar hotel, lalu berjalan menuju pintu.
Berharap itu adalah petugas hotel, namun yang didapatinya adalah pria yang dia hindari selama seminggu lebih ini. Terkejut dengan keberadaan lelaki didepan pintu kamarnya, dengan cepat dia menutup pintu itu kembali.
Tapi sayangnya pintu itu ditahan oleh ter menggunakan lengannya.

Sakit, namun lelaki itu menahan rasa sakit itu demi ingin bertemu davika.
"Davika tunggu.." tahan ter dengan posisi lengannya masih terjepit pintu.
Dari arah yang berlawanan, davika dengan sekuta mungkin mendorong pintu hotel itu agar tertutup sempurna, tak peduli jika dia akan memutuskan lengan pria dibalik pintu.

"Davika.. dengarkan aku dulu, aku mohon.." bujuk ter.
"Tidak..aku membencimu, pergi kau dari sini!!" Teriak davika.
"Davika.. jangan berteriak seperti itu, kita selesaikan ini secara baik-baik. Davika ayo buka pintunya." Paksa ter.
"Pergi kau... aku tidak ingin melihatmu ter,"
Dengan sekuat tenaga, akhirnya ter mendorong pintu itu sehingga dia bisa masuk kedalam kamar.
Davika masih tetap mengamuk saat ter berhasil menerobos kamarnya.
Dengan cepat ter mendekap mulut dan menahan  davika agar tidak mengamuk lagi. Segera dia mengunci pintu kamar itu, dan dengan terpaksa menyeret davika menjauh dan menghempaskannya di atas kasur dengan sangat kasar.

I, YOU, AND THE BEACHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang