19

621 90 20
                                    

Becky pov.
Aku tidak tau kenapa, selama seminggu ini sikapku berubah. Aku menjadi pendiam, dan tak ada niatan lagi untuk menjalani aktifitasku setiap hari.
Aku sudah sering bolos untuk menerima materi pembelajaranku. Selalu menolak ajakan teman-temanku untuk keluar. Bahkan mommy dan daddy juga sangat pusing dengan sikapku. Mommy sampai-sampai kembali mengizinkanku untuk melakukan kegemaranku menyelam dengan hiu-hiu. Semua keinginanku dengan senang hati mereka akan setujui asalkan aku bisa kembali seperti sedia kala.
Tapi... bukan itu yang aku mau. Teman-temanku bahkan memanggil nnut datang kerumahku untuk mejenguk diriku. Alih-alih akan bahagia melihat nnut, sayangnya aku sama seperti biasa. Yaah, nyaman dengan kesendirianku sambil menangis.

Rasanya aku seperti seorang yang bersalah, telah melakukan hal bodoh. Aku seperti menyesal, hatiku terasa sakit seperti ada yang mencubitnya. Perih sekali.
Berulang kali aku berusaha memahami diriku, mencoba untuk mencari tau apa yang diriku inginkan. Tapi tetap saja aku bingung aku tidak tau apa yang aku mau.
Entahlah, seperti ada yang hilang dari diriku.

Off.
~






Hari itu, seperti biasa, davika datang menemui freen diapartemennya. Pagi itu davika berniat untuk mengajak freen keluar karena selama beberapa hari kemarin, semenjak dia pertama kali menemui freen. Freen tak pernah keluar dari aprtemennya, dia bahkan sudah tidak pergi bekerja lagi. Semua pekerjaannya di alihkan pada heng, tapi dia yang selalu membuat editannya jika heng sudah melakukan pemotretan dan sebagainya.

Gadis cuek itu duduk bersila dibawah sofanya sambil memegang gelas berisi coklat panas yang sudah hampir habis.
Beberapa kali dia menghela napas, sambil mengarahkan pandangannya kearah jendela kaca. Pikirannya masih sama, masi seputar penolakkan yang dilayangkan gadis farang itu padanya.
Hatinya perih, entah sudah kesekian kalinya dia terus saja meremas ujung bajunya.
Menangis?? Tidak, dia tidak menangis tapi jikapun iyah, dia tidak akan menangis di diwaktu siang hari.

"Freen... ayo kita kekuar" ajak davika yang sementara mendekatkan dirinya disamping freen.
"Tidak.. kau saja," tolaknya.
"Aku khawatir padamu, tak pernah keluar walau hanya sekedar menghirup udara segar" ucap davika sambil mengarahkan tangannya di rahang bawah freen.
"Davika... tolong mengerti aku, aku tidak ingin keluar.. jika kau mau pulang silahkan" tolak freen.
Tak ada balasan lagi dari davika, dengan cepat dia menarik tangannya kembali dari freen.
Terdiam sejenak.

"Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Tapi jika kau butuh bantuanku segera hubungi aku," ucap davika lalu segera berdiri. Tapi setelah itu, dia kembali berjongkok dan dengan tiba-tiba mencium
Pipi freen.
"Jangan membuatku khawatir freen" bisik davika, lalu kembali berdiri dan segera pergi.
Dan apa respon freen?? Tidak ada.
Freen dengan segera membersihkan kecupan itu dari pipinya. Tak ada kata lagi disana, bahkan sekedar untuk memberi salam perpisahan untuk davika saja tidak.

Beberpa jam pun berlalu, sudah hampir siang.
Belum ada satupun makanan yang masuk ke perut gadis bergigi kelinci itu, hanya coklat panas yng di konsumsinya beberapa jam lalu.
Dia segera bangkit dari duduknya dan berjalan kearah dapur untuk mencari sesuatu untuk dimakannya. Untunglah, davika tadi memasak omelet untuknya, namun dia tak merespon ajakkan davika tadi pagi untuk sarapan.
Dia tak memakan omelet itu, karena alasannya yah sudah dingin. Hanya di perhatikannya saja, lalu di berlalu pergi setelahnya.

Dia mengambil topi dan kunci mobilnya lalu segera keluar dari apartemen.
Berjalan menuju lift untuk turun, lalu dengan langkah ringan dia melewati lobi apartemen dan menuju garasi dan segera menaiki mazda putih miliknya.
Segera dia memanaskan sebentar mesin mobilnya karena sudah beberapa hari dia tidak pernah turun untuk bepergian. Merasa sudah lumayan, akhirnya dia menancapkan gas dan pergi entah mencari apa yang ingin dia konsumsi siang ini.

I, YOU, AND THE BEACHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang