Purnama Satu

14K 645 128
                                    

Bab-bab rangkuman lara dalam hidup seorang perempuan itu belum pernah menemukan akhirnya. Perempuan yang kini sudah kembali pada genggaman laki-laki paling ia benci. Sudah enam bulan sejak tawaran rujuk itu diiyakan.

Salsa.

Ibu dari dua anak kandung, satu anak angkat dan satu anak tirinya. Berusaha bertahan dari segala sakit hati yang ia sembunyikan. Tidak ada yang tahu bagaimana selama ini ia menangis untuk menghapus bercak merah pada tubuhnya yang dibuat oleh suaminya,

Lian.

Kini laki-laki itu terus mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Ia duduk di depan cermin yang biasa Salsa gunakan untuk merias diri. Sesekali melirik istrinya yang sedang berkutat dengan laptop.

"Mandi dulu Ca, lebih enak kerjanya kalo badan udah bersih."

"Kalo kamu nggak cari gara-gara juga aman aja, kerja belum mandi pun nggak bakal kegerahan gini."

Gelak tawa dari laki-laki itu mengisi ruang kamar. Memperhatikan betapa kesalnya Salsa karena pekerjaan yang menumpuk, tetapi diajak Lian untuk melayaninya. Bukan Salsa tidak mau melainkan Lian yang tidak pernah kenal waktu.

Tapi bukan hanya pekerjaan yang menjadi alasan mengapa Salsa belum beranjak. Kalau Lian meminta haknya, di pagi itu juga Salsa pasti mandi setelah Lian pergi. Sebab, matanya akan selalu bengkak ketika selesai membersihkan diri.

Saat keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, ada seorang anak yang terus menggedor pintu.

"Ibu, Ayah, buka pintunya, adik mau masuk."

Salsa menengok pada pintu kamar lalu beranjak untuk membukanya.

"Kenapa, Nak?" Tanya Salsa saat pintu sudah terbuka.

"Adik mau disuapi ibu. Tangan adik sakit kemarin terbentur." Keluh Birva, anak bungsunya.

"Ibu sibuk, bilang ke mbak Jiah kalo tangan adik sakit. Nanti ayah turun buat suapin adik."

Tanpa menunggu anaknya pergi, Salsa sudah menutup pintunya lagi. Anaknya tidak akan menangis karena sudah beberapa bulan terakhir sikap Salsa berubah tidak peduli pada sekitarnya. Tanggung jawab untuk membahagiakan anak-anaknya sudah ia serahkan semua pada Lian.

Satu bulan setelah rujuk, Salsa meminta pada Lian untuk menyediakan dua pengasuh. Satu pengasuh untuk Sekala dan Alin yang satunya lagi untuk Bilva dan Birva. Sehingga Salsa cukup sibuk dengan pekerjaannya saja. Salsa juga meminta dua asisten rumah tangga untuk membantu mengurus rumah.

"Siapa Ca?"

"Birva. Kamu langsung turun aja, dia minta disuapin."

Lian mengemasi barang-barangnya yang hendak dibawa ke kantor. Kalau sudah turun, pasti malas naik ke kamar lagi untuk mengambil tas nya.

"Hari ini aku aja yang nganterin anak-anak. Pak Janu biar nganterin kamu ke kantor, jadi kamu nggak usah nyetir sendiri." Ucap Lian saat berada di ambang pintu.

Salsa mengangguk saja agar percakapan itu selesai dan Lian cepat pergi dari kamar. Begitu ia dengar pintu yang tertutup, air matanya mulai turun. Menutup laptopnya dengan kencang dan segera masuk dalam kamar mandi.

Isak tangis itu Salsa keluarkan bersamaan dengan riuhnya air dari kran. Ia masuk dalam bathtub yang sudah terisi air dan masuk ke dalam. Membaluri tubuhnya dengan banyak sabun. Membersihkan setiap titik yang semalam disentuh Lian.

"Sampe kapan bakal hidup kayak gini Sa?" Pertanyaan yang sama, diajukan pada diri sendiri setiap kali selesai berhubungan dengan suaminya.

Perempuan itu terus terisak dan menyembunyikan wajahnya pada lutut yang ia tekuk. Percuma saja, mau digosok sekeras apapun, bercak merah itu akan susah hilang. Butuh waktu yang cukup lama untuk beberapa titik di leher dan dadanya agar warnanya kembali normal.

Sedekat Detak dan Detik 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang