Purnama Tiga

6.5K 508 75
                                    

Suara kepak sayap burung meramaikan suasana pagi beriringan dengan sinar matahari yang mulai masuk lewat celah tirai. Mengusik tidur sepasang suami istri yang kembali harmonis lagi. Barangkali saat ini menjadi waktu yang paling dinanti.

Semua yang tinggal di rumah itu serasa tenggelam dalam kebahagiaan yang telah lama hilang. Merayakan setiap peristiwa dengan sejuta senyuman dan terus melayang harapan agar semua ini bisa awet sampai selesai waktu mereka untuk berada di bumi ini.

Terdengar lenguhan kecil saat perempuan itu meregangkan badan dan sendinya berhasil menciptakan suara. Tangannya ia hempasan sampai terkena wajah laki-laki di sampingnya. Wajarnya, dengkuran dari pemilik tubuh kekar itu mengganggu kenyamanan siapapun yang tidur bersama. Tetapi sama sekali tidak berisik bagi perempuan yang kini sedang merayakan cintanya.

Bukan hanya dirasakan yang perempuan, tetapi yang laki-laki juga sama saja. Merasakan kembali butterfly era yang harusnya sudah tidak mempan karena umur yang semakin bertambah.

"Kok nggak bangunin aku?" Suara berat itu menyapa Salsa yang masih betah menikmati setiap lekuk wajah Lian.

Salsa tersenyum, mengusap pipi suaminya dengan lembut. Merapatkan tubuhnya agar semakin merasakan hangatnya pelukan.

"Kalo niat bangun mah dari tangan aku kena muka kamu juga harusnya udah melek."

"Ya kan aku maunya dibangunin pake cara lain."

Salsa segera melepaskan pelukan dan kaitan kaki Lian pada kakinya. Kabur dari kasur karena tahu kemana arah pembicaraan Lian. Kekehan Lian terdengar saat Salsa menuju kamar mandi dan menutup pintunya sedikit keras.

Selagi masih menunggu istrinya, Lian membuka ponsel. Hari ini akan banyak pekerjaan yang pasti membuatnya pusing. Masih pagi saja ia harus membaca pesan kalau jam sembilan nanti dirinya harus menuju Polda Metro Jaya untuk mendampingi klien yang melaporkan soal kasus penipuan.

Tapi biarlah itu menjadi urusan Lian di luar rumah. Selama kakinya masih menapak di dalam rumahnya, tidak boleh ada hal memusingkan yang Lian tunjukkan karena bisa mempengaruhi emosional seluruh isi rumah.

Lian meletakkan kembali ponsel yang ia genggam di atas nakas. Membawa dirinya menuju lemari untuk mengambil pakaian miliknya dan juga milik Salsa.

"Mau pakai baju apa Sayang?" Teriak Lian agar Salsa mendengar. Ia juga mendekat ke depan pintu kamar mandi agar semakin jelas.

"Ambilin daster aja."

Meskipun bingung, namun Lian tetap menuruti perintah Salsa tanpa menanyakan apa-apa. Menarik salah satu daster ibu-ibu di urutan ketiga dan pasti membuat yang atasnya menjadi berantakan karena tidak mengangkatnya terlebih dahulu. Tidak berniat untuk membuat Salsa marah, tetapi Lian memang suka kalau Salsa mengenakan apa yang sudah ia ambil.

Setelah pakaian istrinya siap, ia baru menyiapkan miliknya sendiri.

Pintu kamar mandi terbuka, mendorong mata Lian untuk cepat menengok ke sumber suara. DAMN!! Istrinya begitu menawan hanya berbalut handuk yang digunakan seperti kemben. Rambutnya basah dan beberapa tetes air membasahi bahu mulus perempuan itu.

Ini bukan lagi tatapan penuh nafsu, tetapi menatap Salsa sembari berterima kasih pada Tuhan atas pahatan indah yang sudah diciptakan. Bagi Lian, kecantikan Salsa tidak pernah pudar.

"Kenapa?" Tanya Salsa. Menatap Lian lalu beralih memperhatikan tubuhnya sendiri.

"Ada yang salah Li?" Sambung Salsa.

Lian menggeleng, "Nggak ada, bingung aja kenapa Mamica cantik banget. Itu lampu tidur juga dari tadi diem doang liat kecantikan kamu."

"Kalo lampunya gerak terus gombalin aku juga nanti kamu yang takut." Salsa menepuk pipi Lian lalu menciumnya.

Sedekat Detak dan Detik 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang