*Harapan

4.6K 516 51
                                    

Pada setiap doa yang dilayangkan, Salsa selalu meminta agar anak-anaknya selalu mendapatkan perlindungan Tuhan. Tapi melihat kondisi Sekala yang terkapar lemah di atas brankar, membuat Salsa meragukan doanya sendiri. Barangkali penyebab semua ini adalah karena ia yang terlalu banyak memikul dosa.

Dua hari semenjak melihat keadaan Sekala, Salsa terus meringkuk di balik selimut. Menangisi akan nasib anaknya. Menyalahkan diri mengapa ia tidak maksimal dalam menjaga Sekala.

Ia eratkan guling dalam dekapannya. Bahunya bergetar karena isak tangis yang terus memenuhi ruang kamar. Tidak mau ia melangkah keluar kamar, tak percaya diri dan penuh ketakutan kalau suatu waktu ada yang menyalahkannya.

"Sal, sarapan yuk, udah ditungguin anak-anak. Habis itu nganterin mereka ke sekolah, baru kita jenguk Sekala."

Lian terus membujuk istrinya. Meskipun dua hari lalu ia dibentak habis-habisan oleh Salsa karena menyembunyikan permasalahan ini. Ternyata perempuan itu mengetahui soal Sekala dari Mama Lian, yang saat itu tak tahan karena kondisi Sekala menurun.

"Hal sebesar ini aja bisa kamu sembunyikan dari aku! Apa lagi hal-hal kecil lainnya?! Inget ya Lian, kamu pernah menyimpan kebohongan besar dari aku soal Adhira. Kenapa nggak jadi pelajaran buat kamu biar kita saling terbuka?! Ini anak kita kecelakaan tapi kamu malah diem aja. Atau jangan-jangan kamu lebih milih ngasih tau Adhira ke makamnya yang sampe hari ini aja aku nggak pernah tau di mana letaknya?!"

"Kenapa jadi Adhira sih? Sal itu udah berlalu. Asal kamu tau aku sembunyikan semua ini karena aku ngerti kondisi kamu yang lagi hamil. Aku nggak mau kamu stress."

Perdebatan yang cukup panjang saat itu berakhir saat anak-anak mereka pulang sekolah. Salsa mengusap air matanya dan keluar kamar untuk menemui anaknya dan mengganti pakaian mereka.

Salsa sendiri tak mau terus terusan menyalahkan Lian. Mencoba memahami dan melihat dari sudut pandang Lian, ternyata memang benar semua itu terpaksa dilakukan demi kebaikannya.

Namun ia tetap saja terus melanjutkan sedihnya. Tidak berani menjenguk Sekala lagi karena merasa tak tega.

"Sal? Ayo temuin Sekala lagi, kata dokter udah bisa kok kalo kamu mau masuk ruang ICU. Kondisi Sekala udah jauh lebih baik dari kemarin."

"Kapan sidangnya? Aku mau kasih keterangan di hadapan semua orang, keterangan betapa sakitnya melihat anak baik-baik seperti Sekala diperlakukan tidak baik oleh orang yang bahkan nggak kita kenal."

"Sakit hati seorang ibu yang mencoba membesarkan anaknya tanpa rasa trauma, tapi justru orang lain yang membuat trauma besar itu menyelimuti hidup anakku." Lirih Salsa.

Hatinya bak tercabik-cabik dan diiris oleh benda tajam.

"Kita tunggu infonya lagi ya. Katanya udah diserahkan ke kejaksaan."

Perempuan itu mengangguk, lalu memeluk pinggang Lian yang duduk di tepi ranjang. Pemiliknya, mengusap lembut kepala Salsa. Membantu perempuannya bangkit lalu ia bawa masuk tubuh itu ke dalam dekapannya.

"Ca, aku ngerti gimana sedihnya kamu karena satu dari empat anak kamu itu lagi nggak berdaya. Tapi jangan sampe kesedihan ini mengecewakan ketiga anak yang masih butuh perhatian kamu."

"Sekarang kamu mandi, ganti pakaian yang lebih rapi habis itu temuin aku sama anak-anak di bawah ya? Bisa?" Lanjut Lian dengan suara yang begitu lembut dan menenangkan.

"Nggak bakal ada yang nyalahin aku kan Li?" Salsa mengendurkan pelukannya dan sedikit mendongak untuk menatap suaminya.

Senyum tipis itu terbit di wajah Lian. Mengecup bibir istrinya lalu kembali bicara, "Nggak bakal ada Ca. Jangan mikirin sesuatu yang nggak penting. Aku lebih tau kamu dari siapapun. Jadi, kalaupun ada yang nyalahin kamu, jangan didengerin. Nanti aku tampar mulutnya kalo berani nyalahin kamu."

Sedekat Detak dan Detik 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang