*Rangkuman Lara

5.9K 547 129
                                    

Hari masih siang tetapi awan hitam menyembunyikan sinar yang seharusnya menerangi. Hujan di luar begitu lebat diiringi petir yang mampu menyamarkan suara Salsa. Ini adalah kali pertama untuk Salsa membuka semuanya. Tidak pernah sekali pun Salsa mendatangi psikolog untuk membicarakan masalahnya yang sangat besar. Maka hari ini adalah saatnya.

Nafas Salsa mulai menggebu, ingatannya berputar pada beberapa tahun lalu. Masih ingat sekali bagaimana Salsa diam-diam membawa Sekala padahal Salsa dalam keadaan hamil besar. Semua itu dilakukan demi menghindari Lian.

"Pelan-pelan ya Sal.." Nindy menenangkan. Di meja Nindy sudah ada tempat tisu yang penuh dengan isinya. Berjejer rapi tiga mineral ukuran sedang kalau saja nanti Salsa membutuhkan.

Salsa mengangguk lalu meluapkan semua yang ada dalam dirinya. Menenangkan nafas bahkan sempat terukir senyum tipis dari bibirnya karena pembuka ceritanya adalah masa-masa bahagia.

"Dulu mungkin Aku, Lian dan Sekala menjadi keluarga paling diinginkan banyak orang. Ekonomi keluarga kita mapan. Aku sama Lian merawat Sekala dari yang tadinya belum bisa apa-apa sampai anak itu bisa bicara, berjalan dan banyak hal yang bisa Sekala lakukan. Aku ingat betul bagaimana Lian membantu mengurus Sekala, setiap malam ikut bangun nemenin aku padahal besoknya harus kerja. Sangat pengertian dan mau menjaga mood istrinya yang kena baby blues. Memang sesayang itu..." Salsa menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan,

"Lian pada Salsanya. Memang sesempurna itu, cinta Lian untuk Salsanya." Sambung Salsa. Satu tetes air mata lolos begitu saja dari mata kanannya. Nindy tentu paham apa maknanya.

"Kehidupan kita berjalan dengan penuh bahagia, sampai lupa kalau Sekala bukan milik kita seutuhnya. Walaupun aku yang jadi ibu ASI buat Sekala, tapi Sekala lahir bukan dari rahim aku sendiri. Semua orang di sekelilingku tau kalau anak yang aku kandung itu meninggal dalam perut dan Tuhan berbaik hati menggantinya dengan kehadiran Sekala. Ternyata, ibu dari anak yang aku urus selama ini, menjadi penghancur hidup aku sampai saat ini."

Salsa menjeda ceritanya, mengambil selembar tisu lalu dilipat dan ia gunakan untuk menghapus air mata.

"Masih kuat?" Tanya Nindy. Perempuan itu terus mencoba menguatkan dengan sesekali mengusap punggung tangan Salsa.

"Kamu janji nggak bakal cerita ke Lian apa yang bakal aku ceritain ke kamu kan?"

"Sal? Sama kayak kamu yang udah jadi desainer hampir 10 tahun, aku juga udah kerja di bidang ini dengan waktu yang sama. Bukan sekali aku nanganin kasus depresi dan semacamnya tapi udah ratusan kali. Kalo aku nggak bisa jaga rahasia, mungkin klinik ini udah tutup dari lama."

Salsa menatap Nindy penuh percaya, hatinya begitu yakin kalau perempuan di depannya merupakan orang yang tepat untuk Salsa mengungkapkan apa yang selama ini disembunyikan.

"Aku tahu soal buah naga itu, aku juga tau soal shampo strawberry yang Lian pakai."

"Itu bukan dari salon Nindyyyy..." Salsa terisak,

"Itu.. Semuanya alasan Lian yang waktu itu bilang habis creambath sama Aro."

"Kalau buah naga?"

Salsa juga bercerita saat mengunjungi Sekala di rumah Adhira. Ketika Lian pamit ke kamar mandi terlalu lama. Saat Salsa menyusul Adhira yang belum menyelesaikan kegiatannya untuk membuat minuman. Justru yang terlihat, lipstik Adhira berantakan seperti bekas ciuman.

"Waktu itu aku masih denial, tapi setelah aku ke Jogja baru bisa cocokologi semuanya."

"Aku sedih, sedih banget tapi aku tahan biar nggak nangis di hadapan siapapun. Sampai akhirnya aku izin ke perempuan itu buat bawa Sekala nginep bareng di hotel."

Sedekat Detak dan Detik 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang