*Patah Lagi

6K 549 64
                                    

Malam ini Salsa memutuskan untuk tidur bersama tiga anak perempuannya di kamar Bilva, Birva dan Alin. Sudah lima hari ketiga anak perempuan Lian tidur bertiga di kamar yang sama. Sekala sudah besar dan tidak mungkin harus tidur terus menerus bersama Alin. Jadi mereka pindahkan saja Alin di kamar Bilva dan Birva.

Malam ini Lian pergi dengan alasan ada masalah di kantornya. Tanpa curiga, Salsa begitu percaya karena melihat raut wajah dan mendengar makian Lian saat di restoran.

Sebenarnya trauma Salsa belum sepenuhnya hilang. Takut di luar sana Lian justru bertemu dengan perempuan lain. Tetapi, demi tidak menyakiti suaminya karena rasa tidak percaya, maka Salsa berusaha menyingkirkan semua rasa curiga dalam hatinya.

Posisinya berjajar di atas ranjang dengan urutan Salsa berada paling kanan, Birva, Alin dan Birva. Tetapi sampai pukul 11 malam, keempatnya belum ada yang berhasil memejamkan mata. Kalau tidak berbincang, berarti mereka sedang kalut dalam pikirannya masing-masing.

Salsa yang memikirkan di mana Lian berada, Bilva yang memikirkan lomba mewarnai, Alin yang teringat dengan Sekala dan Birva yang tiba-tiba teringat kalau,

"Alin sama Kakak ingat tidak kalau tadi siang Adik minta Pak Janu berhenti buat beli cilok?"

Kedua saudaranya mengangguk lalu Birva melanjutkan bicaranya, "Adik lupa kalau ciloknya belum dimakan dan masih tersimpan di tas." Ucapnya sembari menepuk dahi cukup keras.

Cerita itu cukup membuyarkan lamunan Salsa dan membuatnya tertawa. Mengapa di suasana yang syahdu ini harus rusak oleh perkara cilok.

"Tidak apa-apa kan Bu kalau sampai besok ciloknya di tas?" Birva duduk dan menatap Salsa yang tetap berbaring.

"Pakai kecap?" Birva mengangguk.

"Pakai saos?"

Anak perempuan itu menggeleng, "Tapi pakai bumbu kacang yang kata penjualnya tidak pedas. Kalau dikasih saos baru pedas." Ucapnya, memperagakan bagaimana cara penjualnya menuangkan bumbu.

"Oh.. yaudah."

"Tidak apa-apa kan Bu?"

"Ya nggak apa-apa, paling muncul belatung. Kalau plastiknya nggak diikat berarti belatungnya bisa jalan-jalan ke tas Adik."

"Aaaa... Ibu jangan begitu." Rengek Birva. Tubuhnya merespon jijik mendengar penjelasan Salsa.

"Tidak mungkin, makanan seperti cilok pasti cuma tumbuh jamur saja Adik." Jelas Bilva.

"Kakak kata siapa?" Tanya Alin.

"Memang begitu, tanya saja sama Ayah." Ucap Bilva lalu memejamkan matanya. Ia ingat betul bagaimana penjelasan Lian soal makanan basi.

Salsa memiringkan tubuhnya dan memeluk Bilva. Mengecup pipi anak keduanya dan mengusap kepalanya dengan lembut.

"Anak Ibu pintar-pintar semua, Ibu bangga sama kalian."

Salsa mendekatkan mulutnya di telinga Bilva lalu berbisik, "Terutama sama Kakak. Kamu pintar sekali sayang."

Sengaja Salsa berbisik agar tidak ada iri dengki di antara ketiganya. Meskipun Birva dan Alin tidak akan marah kalau Salsa memuji Bilva dengan gamblang di depan mereka.

"Kakak memang paling pintar." Ucap Alin lalu mengecup Bilva.

"Kalau Alin paling penurut." Ucap Birva.

Bilva mengangguk setuju dengan ucapan adiknya, "Kalau Abang baru yang paling membanggakan Ayah sama Ibu."

Mendengar itu Salsa langsung teringat dengan Sekala. Hari ini ia belum mendapatkan kabar soal anak laki-lakinya. Tetapi kalau berdasarkan cerita Bilva, Sekala pergi ke rumah orang tua Lian karena ada kerja kelompok dengan teman-temannya yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan rumah orang tua Lian.

Sedekat Detak dan Detik 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang