*Perhatian

6.1K 554 106
                                    

Serangkaian kisah pilu rasanya tenggelam tanpa menyisakan sesak yang menyayat. Kiranya dunia menjanjikan kabar bungah yang semoga bukan hal semu atau hanya datang untuk sekedar bertamu.

Semoga saja.

Terdengar gencetan kursi dengan lantai yang memekik. Mengejutkan perempuan yang kakinya kini menginjak pada tangga terakhir. Sampai langkahnya ia percepatan menuju dapur dan perempuan itu bisa melihat ada anak yang kini tengah berusaha membuka lemari gantung di dapur.

"Awas nanti tumpah sayang." Salsa sedikit berteriak sembari berjalan cepat mendekat.

Satu kotak susu sudah jatuh ke lantai, mengundang perhatian dari dua pasang mata. Isinya sedikit keluar tapi biarlah karena itu mudah dibersihkan.

"Ibu?"

"Alin mau apa Nak?" Tanya Salsa. Ia mengambil kotak susu miliknya.

"Mau bikin susu tapi letaknya tinggi jadi Alin kesusahan buat ambil."

Salsa meletakkan apa yang ia pegang lalu menurunkan Alin dengan cara menggendongnya lebih dulu, "Susu kalian ada di lemari bawah, sengaja Ibu simpan biar lebih mudah kalau anak-anak ibu mau minum susu."

"Maaf Ibu sudah menumpahkan susu punya Ibu Salsa."

"It's oke sayang. Sekarang ibu buatin susu Alin ya?" Tawar Salsa tetapi Alin menolaknya dengan segera.

"Tidak usah."

"Lah terus Alin ngapain ambil susu di atas lemari?"

Alin diam sebentar, menunduk, baru menjawab, "Alin mau buatkan susu untuk Ibu Salsa."

Salsa diam terpaku, senyuman yang sangat tipis itu terbit dengan kondisi matanya mulai memanas. Alin bertemu Salsa ketika ia sudah besar dan sebelumnya tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Sebab itu ia merasa beruntung dengan kehadiran Salsa. Meskipun semua orang tahu bagaimana kejadian hari-hari yang lalu.

"Kita buat sama-sama mau?" Alin mengangguk mengiyakan,

"Peluk ibu dulu." Lanjut Salsa. Merentangkan tangannya dan disambut dengan gesit oleh Alin.

"Ibu sayang Alin sama kayak Ibu sayang ke Abang, Kakak sama Adik. Alin jangan pernah merasa beda ya, Nak. Kalian anak-anak Ibu yang sampai kapan pun akan terus tinggal sama Ibu."

Alin mengendurkan pelukannya lalu menatap Salsa dalam. Mengacungkan satu jari kelingkingnya dan berkata, "Promise?"

Beberapa tetes air mata Salsa mulai jatuh tetapi segera ia usap. Salsa mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking milik Alin.

"Janji sayang, Ibu janji bakal jaga kalian. Nggak boleh ada satupun yang bisa masuk dan mengganggu kehidupan kita."

***

Matahari bersinar sangat gagah hingga membuat langit Jakarta siang ini sangat cerah. Beramai orang mengerubungi penjual-penjual di pinggir jalan karena sudah waktunya makan siang.

Tak kecuali Salsa dan Lian yang kini berada di warung makan Sego Babat Madura. Namanya saja Madura, tempatnya masih di Jakarta.

"Gimana? Enak?" Tanya Lian.

"Sambelnya kurang pedes."

Mata Lian membulat, "Sa aku nyicip aja udah kepedesan kok bisa kamu bilang ini nggak pedes."

"Itu karena kamunya aja yang lemah."

Siang ini mereka memutuskan untuk makan bersama. Alasannya karena Salsa yang tiba-tiba ingin makan nasi babat. Lian terus menyuapi Salsa di tengah ramainya orang yang sedang makan juga.

Sedekat Detak dan Detik 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang