11. (Chopper & Tison)

6.2K 412 7
                                    


.
.
.
.
.
.

──────────────────────────

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

──────────────────────────

"Ish! cana! janan ganggu"

Elan menepis tangan Exe yang sedari tadi tak henti mencubit dan menarik pipi tembamnya. Dahinya berkerut tak suka karena acara menontonnya terganggu.

"No! Abang cana!"

Hugo menggeleng melihat tingkah anak ketiganya, ia menarik kerah baju Exe dari belakang. "Berhenti menganggu Adikmu, Exe"

Exe hanya menggedikan bahunya acuh, tak mempedulikan ucapan Hugo sama sekali. Dengan santai pemuda itu malah berselonjor kaki diatas karpet bulu disebelah sang Adik. Tangannya kini beralih memainkan lipatan lemak di perut gembul Adiknya.

"Apakah bebek jelek itu lebih menarik dibanding Abang? lihatlah kemari, Abangmu jauh lebih tampan daripada bebek berbaju biru itu" ujar Exe menarik perhatian si bungsu.

Elan hanya melirik sekilas presensi sang Abang, lalu kembali fokus menonton Donald Duck pada TV besar dihadapannya dan mengacuhkan keberadaan Exe.

"Elan"

Satu panggilan masih teracuhkan, Exe tak pantang menyerah. Tangannya mengambil tangan dengan lipatan lucu milik si bungsu.

"Elan"

Panggilan keduapun tidak membuahkan hasil. Exe beralih mengecupi tangan milik Adiknya. "Elan lihat Abang"

"Elan, Elan, E—"

"Abang bicik! cana!"

Exe menggeleng, ia malah semakin brutal mengecupi tangan Elan.

"Abang! ugh~"

Terlampau jengah dengan tingkah sang Abang, Elan spontan berdiri. Ia menatap garang Kakak terakhirnya itu. "Abang jelek! ganggu telus"

Dengan langkah dihentak, Elan berjalan menjauh dari Exe, menghampiri sang Daddy yang tengah duduk di sofa. Hugo menatap Anak ketiganya dan tersenyum miring. Sedangkan Exe mendengus, dasar tua bangka menyebalkan. Mungkin itulah batin pemuda berumur 18 tahun tersebut.

"Diddy, ndong~ duduk"

Dengan senang hati Hugo membawa si bungsu ke pangkuannya, sedangkan Elan, ia menyenderkan tubuh gempalnya pada dada Hugo.

Pria berkepala empat itu mengusap lembut surai hitam bungsunya, tatapan tajamnya masih senantiasa mengejek Exe. "Aku bahkan tidak melakukan usaha apapun, tapi lihatlah bungsuku menempel padaku. Kasihan sekali"

"Berisik Pak tua, tak usah sombong cih" ujar Exe merotasikan matanya.

Hugo hanya terkekeh karena berhasil menjahili Putra ketiganya. Sang kepala keluarga kembali melakukan pekerjaan yang sempat tertunda dengan iPad di tangannya.

'Our Sun' : Elanza Nassa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang