13. Cerita Singkat Di Rumah Pohon

69 13 1
                                    

Ini sudah tiga hari berlalu sejak hari dimana Shaka bertemu dengan Kalendra. Tentu tanpa sengaja, saat ia berhenti menepi di pinggir jalan untuk meredam sakit kepala yang hebat bukan kepalang. Laki-laki itu tiba-tiba saja datang menghampiri. Siapa sangka, sewaktu Shaka sampai di rumah dan mendapati se-kaplet pil bodrex di dalam laci motornya, ia tercenung.

Bertanya dalam hati, apakah Kalendra yang memberikan itu padanya?

"Di sana menung, di sini menung, di mana-mana Shaka merenung~" Jevan bersenandung. Menepuk bahu Shaka untuk menyadarkan sang teman dari lamunan panjang. Lalu memberikan satu plastik es cekek varian teh jus.

Sementara Jeki hanya fokus menenggak minuman es cekek rasa anggurnya hingga tandas. "Ahhh...leganya..." di bawah pohon mahoni yang belum tumbuh tinggi, Jeki merebahkan diri dengan tangan yang menyangga kepalanya. Laki-laki itu membiarkan angin sepai-sepoi mengipasi dirinya yang keringetan.

Kelas mereka baru saja selesai pelajaran olahraga. Lima belas menit lagi bel istirahat berbunyi. Jadi masih banyak waktu sebelum berganti ke pakaian putih abu. Untuk sejenak, ketiganya membiarkan raga mereka berteduh di bawah pohon mahoni dekat lapangan utama. Menyejukkan diri dari penatnya sengatan mentari siang.

"Malam nanti ke Jajanan Malam Menteng mau nggak? Gue kangen berat sama bubur ayamnya Mang Cipto!" di sela-sela menyeruput es cekek, Shaka menoleh ke arah Jeki dan Jevan disampingnya.

Benar. Akhir-akhir ini, Shaka jarang sekali pergi ke tempat itu. Lantaran Mama yang terus-terusan melarang untuk jangan terlalu sering membeli makanan di luar. Ditambah provokasi yang di lebih-lebihkan oleh Bang Heksa, Ayah juga jadi ikut-ikutan melarang. Abangnya itu memang jahat sekali!

"Ayo aja gue mah. Tapi gue nebeng ya. Lagi mau ngirit bensin." Jeki menimpali. Matanya memejam begitu khidmat.

Melihat itu, Shaka lantas tersenyum jenaka. Ia dengan iseng memasukkan es batu ukuran kecil ke dalam baju olahraga Jeki. Tentu secara diam-diam tanpa sepengetahuan yang punya badan.

Jevan yang menyadari kejahilan Shaka hanya mampu terkikik. Tak terbesit rasa ingin memberitahu Jeki bahwa dia sedang dikerjai.

Benar saja. Laki-laki itu langsung seperti ulat bulu saat menyadari sesuatu yang dingin mengalir di kulitnya. "Anjir! Apaan dalam baju gue! Woy dingin! Tolongin gue dong! Ada cacing deh kayaknya masuk ke baju gue!"

Melihat Jeki yang meraba-raba badannya dengan gerakan brutal, Shaka serta Jevan tergelak-gelak hebat.

"Malah ketawa lo berdua! Pasti ulah lo kan Ka?!" saat mendapati es batu kecil yang jatuh kala ia berdiri, Jeki sontak menggebu-gebu. Dengan gerakan kilat ia mengambil es batu yang tergeletak di rerumputan untuk dimasukkan ke dalam baju olahraga Shaka. Tidak salah lagi. Pasti laki-laki itu yang sudah mengerjainya!

Shaka berusaha melindungi kerah seragamnya. Meski ia berakhir terguling-guling, ia tak akan semudah itu untuk membiarkan Jeki membalas dendam. "Oho...tak segampang itu ferguso! Ahahah...geli, Jek! Apaan lo main curang! Ahaha..."

Karena es batu ditangannya keburu mencair, Jeki beralih akal untuk menggelitik badan Shaka yang berguling di depannya. Satu hal lain lagi tiba-tiba terlintas di pikiran. Dengan raut wajah penuh ambisi, Jeki meremas-remas dada Shaka bagian kiri.

"Anjir susu gueeee! Jek! Stop kampret! Geli woy! Arghhh!"

Jevan semakin tergelak. Sementara Jeki menyeringai kesenangan. Balasan dendam darinya lebih parah rupanya. Tapi tak apa. Salah siapa sahabatnya itu iseng duluan padanya?

Siang itu, berakhir dengan Shaka yang terengah-engah di bawah pohon mahoni. Ia digerayangi habis-habisan oleh Jeki. Apakah dirinya masih bisa disebut sebagai seorang perjaka?

About Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang