11 - Darah

45 38 0
                                    

***

Sejumlah perawat berlari dengan tergesa-gesa sambil mendorong seorang pasien yang terkapar di atas ranjang menuju unit gawat darurat. Salah seorang perawat di antaranya memberi tekanan di bagian luka tusukan yang terus mengeluarkan banyak darah sedari tibanya sang pasien.

Gadis halte yang membantu Jevano terlihat gundah melihat kondisi pria asing yang ditolongnya. Ia takut bahwa Vano tak bisa diselamatkan karena terlambat mendapatkan penanganan.

Sekalipun ia tak mengenal Jevano, dirinya akan tetap merasa bersalah jika terjadi hal buruk padanya.

"Pemuda itu kondisinya bener-bener parah. Mengapa dia bisa begitu? Kuharap dia bisa selamat." Gadis polos itu berdoa dengan sungguh-sungguh. Kebaikannya tak bisa diragukan. Dari awal keduanya bertemu, tak sedikitpun ia menaruh rasa curiga ataupun pikiran negatif terhadap Jevano. Ia memilih untuk menyelamatkan nyawa Vano, dibandingkan mementingkan hal lainnya.

Gadis itu berdiri di dekat pintu unit gawat darurat. Sesekali ia berjalan ke sana kemari bak seperti setrikaan. Pikirannya terus dihantui ketakutan kalau Jevano tidak bisa diselamatkan.

Ia menggigit jarinya, dan berjongkok di dekat pintu. "Tuhan....Semoga dia selamat."

Dia benar-benar tak ada hubungannya dengan Jevano. Tapi, mengapa dirinya bisa secemas ini? Berbagai chat, dan telepon dari kakaknya diabaikan. Kini dirinya tak berselera untuk bicara dengan siapapun sebelum mendengar kabar terbaru dari sang dokter perihal keadaan pemuda yang diselamatkannya.

"Ah mungkinkah dia sahabat lamaku yang telah lama menghilang makanya aku bisa secemas ini?!" gumam Raelynn Flossie Clementine. Dia sendiri kini turut bingung mengapa dirinya bisa secemas itu terhadap Jevano yang baru ditemuinya.

....

Beberapa waktu telah berlalu. Namun, para dokter, dan perawat yang menangani Jevano tak kunjung keluar dari dalam ruangan. Selang sesaat, Jaylen, member EX1, dan Jovita tiba di rumah sakit.

Raelynn yang tadinya duduk di dekat pintu ruangan lekas bangkit berdiri. Ia cergas mendatangi rombongan yang baru saja sampai.

"Apakah kalian kerabat dekat dari pasien yang namanya...." Raelynn terdiam sejenak mengingat-ingat nama pemuda yang ditolongnya.

"Jevano?" Jaylen melontarkannya spontan.

"Ah ya benar," jawab Raelynn singkat sambil tersenyum. "Sepertinya kondisi Jevano bisa dibilang parah. Soalnya dari tadi, dokter yang menanganinya tak kunjung keluar. Selain itupun, saat aku bertemu dengannya di halte, perut kirinya mengeluarkan darah yang banyak sekali."

Mendengar penjelasan Raelynn cukup menyayat hati Jovita. Ia terduduk lemas mengetahui kondisi anaknya yang berada dalam situasi tak memungkinkan.

"Pasti ini ulah geng motornya Milo!" celetuk Aiden yang sudah geram akan segala tindakan yang diperbuat oleh pacarnya Angel.

"Seharusnya tadi aku pulang bersamanya..." Xavier menundukkan kepalanya. Ia merasa bersalah karena belakangan ini sering sekali mengabaikan Jevano. Begitupun dengan Levi yang turut menyalahkan dirinya sendiri.

Jaylen mendengus kesal terlibat dalam situasi seperti sekarang. "Sudahlah, kalian jangan saling menyalahkan diri seperti ini. Berdoa saja agar Jevano bisa selamat."

Kala Jaylen berusaha menenangkan keadaan, dokter yang menangani Jevano akhirnya menampakkan dirinya. Ia keluar dari dalam ruangan sang pasien untuk menemui pihak keluarga.

"Adakah di sini yang merupakan kerabat dekat pasien?" tanya sang dokter tegas.

Jovita lantas bangkit sambil mengangkat tangannya. "Saya ibunya, Dok."

Kata dan Waktu [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang