10 - Kata

55 41 2
                                    

***

Derap langkah kaki cepat berjalan menyusuri lorong yang panjang. Jari jemarinya menyentuh gagang pintu, menggenggamnya dengan kuat. Dengan tubuh mungil yang tinggi semampai, Jovita mendobrak pintu kamar putrinya.

Ia menginjakkan kakinya di kamar putri bungsunya. Kala itu, Angelina tengah bermain ponsel sambil mendengarkan alunan lagu yang diputarnya di dvd.

Jovita lekas mendatanginya. Dengan perasaan yang penuh amarah, dia menarik putrinya, menjambak rambutnya kuat-kuat hingga Angelina meringis kesakitan, dilanjut dengan dirinya yang mendorong tubuh si bungsu dari dalam kamar.

Sewaktu Jevano sibuk mengukir imajinasinya di atas kanvas, ia mendengar suara kegaduhan tersebut. Cergas dirinya berlari menuju sumber suara. Hatinya merasa gundah, dirinya khawatir akan adik maupun ibunya.

Ketika ia mendaratkan kakinya di area kegaduhan tersebut, dirinya mendapati Angelina yang menangis histeris sambil mendekap tubuhnya sendiri. Sementara Jovita seakan tak peduli dengan kondisi anaknya tersebut. Bahkan tak tanggung-tanggung ia telah melakukan tindak kekerasan terhadapnya.

Jevano berlari menuju ibunya. Ia memeluknya lalu mendorongnya pelan menjauh dari adiknya. "Udah, Nda. Jangan marahin Angel."

Jovita menghiraukan perkataan putranya. Ia kembali mendatangi Angel, dan menjambak rambutnya. "Denger, ya! Kalau kamu mau mengkhianati bunda, lebih baik ikut bapakmu saja sana!"

Jevano menghampirinya. Ia merangkul tangan sang ibunda, membawanya kembali menjauh dari Angel.

"Bunda, apa yang terjadi? Kenapa bunda semarah itu ke Angel?" Ia bertanya dengan lemah lembut. Jevano menyuruh bundanya duduk, dan meminum segelas air yang ia isi.

"Dia tuh ketemu bapaknya diem-diem, Van. Dan dia tuh bongkar semua rahasia kita! Gimana Bunda gak kesel?!"

Jevano tersentak diam mengetahui itu. Ia melirik Angel sekilas yang nangis sesegukan di pojokan. Dirinya turut prihatin dengan sang adik. Tapi, tindakannya yang salah kaprah itu yang mencipta pertikaian ini.

Berselang beberapa saat, terdengar suara ketuk pintu. Jevano buru-buru turun ke bawah untuk membukakan pintu buat tamu yang datang di pagi hari.

Namun, ia mematung melihat si tamu yang berkunjung ke rumahnya.

Huening Emilio Fidelyo, ayah dari Jevano, dan Angelina lah yang berkunjung ke rumah. Ia menyelonong masuk ke dalam, dan mendorong putranya yang menghalangi langkahnya masuk.

Emilio lekas naik ke lantai atas untuk menemui Jovita, dan Angelina.

"Angelina biar aku yang bawa. Aku yang bakal mengurusnya dengan baik."

Jovita lantas tertawa menangkap kata-kata yang terlontar dari lisan mantan suaminya. "Apa Kamu bilang? Kamu mau ngurus Angel?! Sekarang dia udah besar, dan kamu baru mau tanggung jawab?! Selama ini kamu ke mana aja? Kenapa baru sekarang?"

"Kamu diam saja! Biarkan Angel hidup denganku. Dia juga sudah bosan jika harus hidup lebih lama lagi denganmu." Emilio terus mendesak agar Jovita memberikan Angel kepadanya.

"Tak sudi! Giliran dia sudah besar kamu mau ambil dia. Pas susahnya, kamu malah ngilang gak tau ke mana. Dasar pria bajingan!" Jovita refleks menampar Emilio dengan tangannya.

"Memukul orang secara disengaja, kamu telah melanggar pasal, Jovita." Emilio menatap tajam Jovita sambil mengulas seringai.

"Kau juga telah melanggar banyak hal, tak hanya secara hukum melainkan juga agama, Emilio," Jovita tak mau kalah melawan mantan suaminya yang kurang ajar. "Bagaimana kalau misalnya kita mengajukan naik banding untuk menentukan hak asuh kembali?"

Kata dan Waktu [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang