13 - Hari yang Baru

49 38 1
                                    

***

Sang mentari menjalankan rutinitasnya seperti biasa, menyapa hari yang penuh kehangatan, dan harapan. Ocehan burung terdengar di sepenjuru rumah sakit, mereka berbincang-bincang seperti hari-hari biasanya.

Jevano menghela napas panjang. Setelah hampir satu minggu dirinya di rawat, kini tibalah hari di mana dia diperbolehkan pulang.

Sesaat dirinya tengah menyiapkan barang-barangnya yang tersisa untuk dimasukkan ke dalam koper, Aiden mengusili Levi yang membuat suasana mendadak ricuh.

Levi berdiri menatap tajam sang bocah kematian yang tak henti mengusik dirinya. Sementara Aiden sesekali bergerak, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Ia takut kalau tiba-tiba dirinya diterkam oleh si mini dari grup EX1.

Kalau Xavier justru duduk tenang di atas sofa mengabadikan tingkah laku Aiden, dan Levi. Sedangkan Jaylen membantu Jevano mengemas barang-barang.

"Aishh...Kau seminggu di sini bawaannya sudah seperti mau menginap untuk satu tahun," gerutu Jaylen.

"Lo pikir gua yang ngemas barang-barang ini? Levi noh yang ngurusin beginian," bantah Jevano yang sejujurnya sudah letih membereskan barang-barangnya sendiri.

Jaylen yang semula membungkuk lekas berdiri tegap. Sorot matanya menatap tajam Levi. Dia mendatanginya, meraih hoodienya yang tergeletak di sofa lalu menggunakannya untuk menutup seluruh kepala si cebol.

"Lo tuh dah cebol, tingkah kek emak-emak," ketus Jaylen.

Sementara Aiden yang berdiri di pojok ruangan lantas tertawa mendapati Levi yang semakin ternistakan.

"Dah jangan dibully terus, kasian anak orang juga punya hati," celetuk Jevano yang membuat satu ruangan terperangah. Pasalnya, dia tak biasa membela Levi begini. Justru malah ikut menistakannya.

Jevano beranjak bangkit. Ia memutar tubuhnya tepat ketika Jaylen datang menghampirinya.

Jaylen melempar tatapan heran. Dia lantas mengangkat tangannya lalu menempelkan punggung tangan kanannya di dahi Jevano, meraba suhu tubuhnya.

"Lo gak demam padahal lho," akunya keheranan.

Jevano cergas menepis tangan Jaylen dari dahinya. "Emang gua gak sakit," dia melipat kedua tangan di dada kemudian mendatangi Levi. "Soalnya, yang boleh iseng sama dia, cuma gua!" Ia kembali menutup wajah si cebol dengan hoodie lalu bergegas melarikan diri.

Xavier, Aiden, dan Jaylen bernapas lega melihat tingkahnya yang kembali normal seperti biasa.

"Gua kira tadi dia demam atau sakit keras makanya jadi baik bener sama Levi," ungkap Jaylen sambil mengelus dada.

***

Perlahan demi perlahan, Angelina menginjakkan kakinya memasuki wilayah pengadilan. Seberat apapun perasaannya, dia diwajibkan menghadiri persidangan untuk menentukan hak asuh jatuh ke ayah atau ibunya.

Ini kali kedua ia kembali mendatangi pengadilan setelah bertahun-tahun lamanya. Di kesempatan yang pertama, dia datang untuk mendampingi ibunya yang mengurus perceraian dengan sang ayah.

Baik yang pertama maupun yang kedua, ia merasakan perasaan yang sama. Penuh ketegangan, ketakutan, dan gelisah.

Sebelum benar-benar masuk ke dalam ruang persidangan, Angelina merenung sejenak. Dia mempersiapkan pilihannya dengan matang karena hal tersebut juga berpengaruh pada takdirnya ke depan.

Kata dan Waktu [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang