+__Irrelevance-Dia Dan Mainan Kincir Angin__+

34 3 0
                                    

*

*

*

*

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

*

*

*

"Jeno! kau tidak lupakan hari ini?!" teriakan seorang wanita paruh baya menggelegar memanggil sang anak yang masih berada di lantai dua__letak di mana kamarnya berada.

Selang beberapa saat hanya keheningan yang ia dapat sebelum sebuah langkah kaki yang terdengar sedikit berlarian itu memasuki indera pendengarannya.

"aku sudah siap ibu" kini terlihat anak tersebut telah siap dengan kaos putih polos yang di baluti kemeja flanel birunya dan tak lupa bawahan celana selutut coklat menghiasi penampilan anak tersebut.

Untuk seukuran anak berusia 12 tahun__Jeno sudah memperlihatkan kematangannya di umur termudanya. Itu wajar__Jeno sebentar lagi akan memasuki fase remaja. Sebentar lagi anak itu akan lulus dari SD dan memasuki jejang SMP nya. Akan banyak perubahan terlihat dari anak tersebut.

"kalau begitu ayo pergi, ayah dan adikmu sudah menunggu dimobil" balas sang ibu kini melangkah keluar dari rumah mereka di ikuti oleh sang anak yang menyusul.

Tepat saat keduanya telah memasuki mobil, terlihat sang ayah yang habis sibuk dengan ponselnya__sepertinya habis menerima telpon, sementara si bungsu perempuan mereka sibuk pada mainan boneka barbienya.

"sudah siap? habis berdoa nanti kita akan weekend bersama" seru sang ayah yang mulai bersiap menjalankan mobilnya. Sang bungsu yang mendengar penuturan sang ayah__langsung berdiri dari duduknya dan sedikit memajukan tubuh mungilnya agar bisa berada pada tengah-tengah ayah dan ibu mereka yang duduk di depan.

"Jeni pikir ayah akan lupa" ucap anak tersebut dengan semangatnya.

"mana mungkin ayah lupa, ayah sudah berjanji kan?" balas sang ayah tersenyum simpul atas ucapan sang anak.

"kalau begitu Jeni mau ayah membelikan semua yang Jeni inginkan hari ini!" ucapan sang tentu membuat senyuman sang ayah tak pernah luntur dari bibir kepala keluarga tersebut. Terkesan memanjakan anak memang__tapi itulah yang berusaha ia penuhi perannya sebagai seorang ayah yang di butuhkan sang anak.

"ayah tak masalah, tapi ibumu....." mendengar ucapan sang ayah, Jeni__anak kecil berusia 7 tahun itu dengan cepat menoleh pada sang ibu. Memasang ekspresi memohonnya agar pada wanita tersebut agar ia di izinkan untuk bebas hari ini. Sang ibu yang sadar pun hanya bisa menghela nafas sebelum ia memberikan persetujuannya.

"baiklah hanya untuk hari ini, tapi 2 minggu kedepan tidak ada lagi jajanan sembarang, paham?" izin sang ibu yang langsung mendapat sorak semangat dari sang anak.

"aku sayang kalian berdua!" ucap sang anak yang dengan cepat memberikan ciuman singkat di pipi kedua orang tuanya, sebelum kembali lagi pada tempat duduknya dan memainkan boneka barbienya. Setelah melihat sang bungsu yang kembali pada dunianya__atensi kedua orang tuanya kini teralih pada Jeno yang sedari tadi hanya menyimak.

"bagaimana sekolah barumu Jeno?" tanya sang ayah membuka percakapan pada anak sulungnya.

"baik, aku sudah bisa beradaptasi" balas Jeno seadanya.

"sudah memiliki teman lebih selain Jaemin?" kali ini sang ibulah yang bertanya__ah, ibunya itu memang sudah pernah bertemu dengan Jaemin 2 minggu yang lalu saat mereka ada tugas kelompok bersama dan di kerjakan di rumah Jeno.

"Jaemin saja sudah cukup, aku tidak mau dapat lebih teman cerewet sepertinya lagi" balas Jeno mengingat Jaemin yang selalu mendrama dengan sekitar. Bagi Jeno itu cukup menggelikan untuknya.

"pesimis sekali, padahal ibu lihat Jaemin anak yang baik" balas sang ibu yang hanya mendapat decakan malas dari sang anak.

"itu di depan ibu, di depan ku justru dia seperti anak yang lepas kandang" ucapan Jeno tentu mengundang tawa ringan dari sang ibu__Jeno memang di kenal anak yang mudah bermulut sarkas pada sekitarnya. Tapi tak tahu kalau sudah lebih parah dari ini.

"kau terlalu sarkas Jeno, kau ini benar-benar mirip ayahmu yah, hahaha" ucap sang ibu yang tentu mengundang delikan tak setuju dari orang yang duduk di sampingnya.

"sayang, kenapa jadi aku?" protes sang suami tak terima.

"lalu siapa lagi? kau pikir aku tak tahu masa lalumu? hmm?" balas sang istri memutar bola matanya malas. Sang suami yang mendengarnya bisa terdiam dengan wajah murungnya atas ejekan sang istri di hadapan anak mereka. Jeno hanya bisa terkekeh kecil melihat perdebatan kedua orang tuanya itu__sebelum kini alihannya teralih pada jendela kaca mobil dan mendapati sosok anak kecil yang sangat di kenalnya tengah berlari di pinggir trotoar dengan sebuah mainan kincir angin yang berputar.

"Renjun?" lirihnya__Jeno tidak fokus pada apa yang Renjun lakukan, Jeno hanya terfokus pada senyuman Renjun selalu terbit di bibir tipisnya yang tak pernah luntur di manapun ia berada.

*

*

*

TBC

*

*

*


Irrelevance [NoRenMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang