*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
Bersamaan dengan dentingan lonceng yang berbunyi__Jeno yang telah selesai memanjatkan doanya pada tanda salib besar tepat di hadapannya, maniknya pun terbuka, anak itu menoleh pada keluarganya yang juga telah selesai dalam doa mereka.
Mereka tersenyum bersama__lalu berjalan melangkah keluar dari gereja tersebut. Yah__hari weekend, waktu berlibur bersama dengan keluarganya akhirnya datang. Namun sebelum berjalan-jalan bersama, Jeno bersama sang keluarga seperti biasa akan berdoa di sebuah gereja tak jauh dari kompleks rumah mereka berada. Yah Jeno yang sejak kecil terdidik untuk taat pada agamanya__hingga baginya setiap pada hari weekend datang, berdoa sudah merupakan kewajiban dan kebutuhannya dalam hidup.
Kini keempatnya berjalan bersama keluar dari area gereja__terlihat Jeni, sang adik yang terus menerus mengoceh banyak hal yang tentu membuat kedua orang tua mereka hanya mendesah lelah meladeni semangat 45 anak tersebut. Yah, cukup melelahkan untuk meladeni anak di umur segitunya.
"ayah! Jeni mau gulali itu, boleh yah?" seruan sang adik membuat kesadaran Jeno yang sedari tadi sibuk pada dunianya kini tersadar dan menatap sang adik yang telah mengeluarkan puppy eyes andalannya dalam membujuk kedua orang tua mereka.
"Jeni, minggu lalu ibu bilang apa padamu?" Jeno hanya tersenyum mendengar penuturan sang ibu__tentu takkan mudah membujuk ibu mereka yang di kenal sebagai kasta tertinggi yang sulit di taklukan itu. Bahkan oleh ayah mereka sekalipun.
"ibu.....boleh yah, Jeni janji hanya untuk hari ini, lalu besok-besok dan besoknya tidak lagi" mudah sekali adiknya itu berbicara__ibu mereka bahkan kini hanya bisa menghela nafas lelah kala Jeni terus-menerus mulai memperlihatkan wajah murungnya. Ah, kasta tertinggi setelah ibu mereka, tentu sang bungsu keluarga Lee__Lee Jeni, adiknya itu di kenal keras kepala dan juga cukup bebal kala keinginannya tidak terpenuhi. Dasar memang.
"huh, baiklah, tapi Jeni sudah janji dengan ibu, tidak lagi ada manis-manisan setelah ini" setelah mendapat persetujuan__tentu sang adik menggirak senang, bahkan dengan kaki kecilnya, anak itu melompat dengan semangat__memperlihatkan kebahagiaannya dalam berhasil membujuk orang tua mereka. Terlihat sang ayah yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya atas perilaku sang putri bungsu dalam keluarga mereka itu.
"ya sudah ayo cepat kita beli, dan Jeno, kau mau ikut? atau langsung menunggu di parkiran saja?" mendengar penuturan sang ayah, Jeno dengan cepat menggelengkan kepalanya, bahkan dia memberi tanda silang di kedua dadanya bahwa ia menolak untuk ikut.
Yah__Jeno tau betul, saat sampai di sana adiknya pasti bukan hanya akan mengincar gulali. Ia paham tabiat sang adik__saat melihat beberapa penjual jajanan telah berkeliaran tak jauh dari tempat mereka berdiri, ia yakin akan ada lagi drama-drama picisan yang akan sang adik mainkan demi mendapatkan jajanan yang dia mau.
"akan ku tunggu kalian di parkiran" setelah kalimat itu terucap, kedua orang tuanya pun mengganguk paham dan berjalan bersama sang adik menuju sang penjual gulali__meninggalkan Jeno yang mulai berjalan menuju mobil mereka di mana itu terparkir.
Tepat saat kakinya telah berhenti tepat di samping mobil keluarganya terparkir__tanpa sengaja manik Jeno bertemu dengan sosok pastor yang menjadi pimpinan dalam doa tadi saat di gereja. Sosoknya masih terlihat muda, mungkin umurnya sekisaran 20an lebih? Entahlah, tapi Jeno dengan cepat membungkuk sebagai tanda pernghormatannya terhadap orang yang lebih tua dan terbilang cukup mulia di hadapannya tersebut.
"anak yang baik" puji sang pastor__dengan senyuman yang menyambutnya. Jeno pun tersenyum sebagai balasan yang sama.
"terima kasih" sang pastor hanya mengganguk__lalu pandangannya kini teralih, menatap jauh gereja besar yang ada di hadapannya.
Jeno tidak tahu bagaimana harus menjelaskan__tapi dalam sudut pandangnya, Jeno merasa sang pastor memiliki banyak hal yang di pikirkannya saat ini. Terlihat sorot matanya yang menatap gereja penuh makna yang tak dapat di jelaskan walau hanya dengan seutas kalimat pendek.
Sesaat keduanya terhanyut dalam keheningan yang tercipta.
"sebentar lagi akan lulus yah?" ucapan sang pastor yang tiba-tiba membuat Jeno tersadar dari lamunannya. Dengan cepat anak itu tersenyum membalas walau tau sang pastor bertanya padanya tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya.
"iya, sebentar lagi akan memasuki jejang jurnior high school" balasnya. Sebentar lagi ia akan lulus__dirinya akan memasuki fase masa anak remaja. Entah bagaimana caranya untuk di jelaskan atas apa yang dia rasakan__Jeno hanya merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya sekarang.
"khe, masih anak-anak, tapi bukan lagi anak-anak" kikikan kecil dari sang pastor menimbulkan sebuah kerutan di dahi Jeno yang kebingungan__memang apa yang lucu? ini hanya masalah waktu dalam prosesnya mencapai pertumbuhan kan?
"yah, wajar, tapi itu kan proses? dari remaja, akan jadi seorang pemuda, dan dari seorang pemuda akan menjadi pria dewasa" sang pastor tersenyum teduh kala mendengar jawaban Jeno__tubuhnya masih terlihat kanak-kanak, tapi dari pemahamannya anak itu cukup dewasa.
"bijak sekali" lagi dan lagi pujian ia kembali berikan. Dan Jeno hanya tersenyum sebagai balasan.
"nak, bagaimana kau akan melawan dunia yang menentang sesuatu yang kau sukai?" pertanyaan tiba-tiba sang pastor membuat Jeno terdiam untuk berfikir.
"kalau di tentang oleh dunia, itu artinya sesuatu yang salah kan?" Jeno sedikit kebingungan sebenarnya__kenapa tiba-tiba sang pastor bertanya sesuatu yang harusnya sudah di ketahui secara alamiah oleh orang-orang? Bahkan harusnya sang pastor juga sudah paham jawabannya kan?
"jadi rasa cinta itu salah? saat di mana kau menyukai seseorang itu sebuah kesalahan?" Jeno terdiam. Keningnya mengkerut akan mengapa tiba-tiba pembahasan sang pastor menjadi terbilang cukup rumit untuknya?
"cinta tidak pernah salah kata ibuku, menyukai seseorang adalah sebuah alamiah yang terjadi pada manusia, itu artinya mereka menyukai seseorang dengan tulus dari hati. Apanya yang salah?" jawaban Jeno tentu mengundang tawa besar dari sang pastor. Tawa yang lebar bahkan hingga setitik air mata jatuh keluar dari kedua pelupuk mata sang pastor tersebut. Apa yang salah dari jawabannya? Jeno merasa tidak ada yang lucu.
"hahahaha, kau anak lugu yang polos yah, salahku membahasnya dengan anak yang masih di bawah umur sepertimu, maaf yah" sang pastor kini bangkit berdiri dari duduknya yang sedari ternyata telah duduk di atas sebuah batu berukuran sedang yang bersampingan dengan mobil Jeno terparkir.
".....tapi terima kasih" setelah kalimat itu terucap__kini sang pastor benar-benar pergi meninggalkan Jeno yang hanya terdiam atas tingkah laku sang pastor yang sulit ia pahami.
"aneh....."
*
*
*
TBC
*
*
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Irrelevance [NoRenMin]
Short Story[Complete] Jeno tidak akan pernah melupakan sosok mungil yang pernah menempati isi hatinya di kala ia masih terus mencari jawaban atas apa yang ia rasakan pada sosok Huang Renjun. Bersama Na Jaemin, sang sahabat__Lee Jeno, di usia terdini mereka sud...