+__Irrelevance-Pergi__+

23 4 0
                                    

*

*

*

*

*

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

*

*

*

*

Kaki itu terus berlari menghiraukan seruan penuh teriakan dari 2 sosok paruh baya yang terus berseru memanggil namanya di belakang sana. Hari sudah malam__rintikan hujan turun secara beruntun membahasi tanah yang menjadi becek. Namun Jeno__di tengah hujan dan angin dingin yang menusuk masuk ke bajunya itu tetap berlari, menghiraukan panggilan kedua orang tuanya yang memanggil namanya untuk berhenti.

"Jeno! berhenti!" itu suara sang ayah, namun Jeno tetap memilih bungkam dan fokus berlari menghiraukan kedua orang tuanya.

"Jeno! ibu mohon!" ah suara sang ibu, jauh di lubuk hatinya ia tak tega membiarkan tubuh wanita tersebut basah-basahan di tengah hujan yang begitu deras dalam mengejarnya. Jeno sangat meminta maaf pada wanita yang telah melahirkannya itu. Saat ini yang ada di pikirannya adalah Renjun__seorang anak yang di seret paksa oleh pria paruh baya, yang ia pikir itu adalah ayah anak tersebut. Menyeret paksa tubuh ringkih nan kecil itu keluar dari rumah di tengah hujan malam yang deras ini.

Yah, Jeno melihatnya__melihat bagaimana Renjun berusaha memberontak agar di lepaskan namun karena kekuatannya yang terlampau jauh, tidak menghasilkan dampak apapun untuk Renjun agar terlempas dari genggaman pria besar tersebut.

Jeno pun dengan cepat berlari menuruni tangga rumahnya tentu menimbulkan ke khawatiran dan tanda tanya besar dari kedua orang tuanya yang melihat bagaimana putra sulung mereka yang tiba-tiba menerobos keluar rumah di malam hari yang sedang hujan lebat seperti ini.

"Jeno! kau kenapa?! apa karena anak itu?!" ucapan sang ibu yang masih bisa di dengar walau di tengah hujan lebat sekalipun tentu seketika menghentikan langkah Jeno. Tubuhnya seketika membeku__tatapannya menatap kosong sebuah mobil yang kini perlahan menjauh.

"Jeno!" sang ayah berhasil menggapainya, lengannya kini di genggam erat seakan-akan sang ayah takut bahwa ia akan kabur lagi. Dan di belakang sana sang ibu pun berhasil menyusul__Jeno dapat melihat wajah cantik sang ibu yang pucat, mungkin akibat udara yang dingin di tambah cuaca hujan yang terbilang cukup lebat. Ah, rasa bersalah Jeno semakin menjadi pada wanita yang telah melahirkannya itu.

Jeno kini menundukkan kepalanya dalam. Hatinya terasa sesak tak karuan, dan ia tidak tahu bagaimana harus mengungkapkannya.

"Jeno, sadarlah, rasa sukamu itu tidak benar!" seru sang ayah menatap lekat sang anak__kedua pundaknya di genggam erat seakan berusaha menegaskan bahwa perasaannya adalah sebuah kesalahan.

"tapi kenapa? apanya yang salah ayah?" Jeno menatap nanar pria dewasa di hadapannya. Hati Jeno begitu sesak akan tiap tutur kata yang sang ayah lontarkan padanya.

"Jeno..... ibu mohon, sadar nak, menyukai orang yang sama sepertimu itu tidak di benarkan di dunia kita" sang ibu mendekat, wanita itu berlutut menyamakan tinggi mereka, kedua pipinya di cangkup untuk menatap dalam manik kelam sang ibu.

"kenapa? KENAPA?! APANYA YANG SALAH.....?!"

PLAK

"........"

Jeno bungkam__di tengah hujan yang deras, pipinya yang semula pucat akibat dingin kini terasa sedikit panas dan perih setelah dirinya menerima sebuah tamparan telak dari sang ayah.

"jernihkan pikiranmu Jeno, kau tidak pernah membentak ibumu seperti itu sebelumnya. Dan lagi, harusnya kau sadar, di dunia ini__hubungan yang seharusnya terjalin adalah antara seorang pria dan wanita, bukan sesama lelaki mereka" seru sang ayah dingin, pria paruh baya itu dengan cepat berjalan menyeret tubuh Jeno untuk pulang yang seketika memberontak meminta untuk di lepaskan.

Di belakang sana, sang ibu bangkit berdiri menyusul dengan tatapan sendunya yang sangat kentara, pandangan Jeno teralih menatap nanar ayahnya yang biasanya terlihat lembut dan bijaksana kini terlihat begitu dingin dan menatap dirinya nyalang.

Kenapa?

Apanya yang salah dari hatinya?

Kenapa rasa sukanya di anggap kotor bahkan oleh keluarganya sendiri.

Kini ketiganya telah sampai di rumah__dengan tubuh yang basah kuyub, tubuh dingin yang memucat, di hadapan Jeno di mana punggung tegap sang ayah yang membelakanginya__Jeno menatap dengan pandangan yang sulit di artikan akan punggung tegap tersebut. Dari lantai dua, terlihat sang adik yang ternyata belum tidur dan memilih mengintip takut dari atas akan apa yang sebenarnya terjadi. 

"Jeno, ayah mohon, lupakan perasaanmu dan kembalilah menjadi normal nak, perasaan kamu itu sebuah kesalahan" kini tubuh sang ayah berbalik__dari balik pandangannya, terlihat jelas tatapan sang ayah yang berkaca-kaca, menatapnya dengan tidak percaya. Seakan hanya melalui tatapan itu, Jeno bisa membaca bahwa ia telah sangat menyakiti hati kedua orang tuanya dengan dalam.

Kepala Jeno kini tertunduk, dalam hati masih bertanya-tanya apa yang salah dari perasaannya? Kenapa kedua orang tuanya menganggap rasa suka yang ia miliki bak sebuah kesalahan? Kenapa dunia menetapkan pandangan hatinya sebagai sebuah dosa? Jeno benar-benar belum memahaminya.

Isak tangis tak luput dari kedua matanya, namun dengan menetapkan hati dan belah bibirnya yang gemetar hebat__Jeno telah mengambil keputusan.

"iyaa....."

Harusnya ini menjadi penutup dari kisah seorang Jeno dan hatinya yang di tetapkan salah oleh pandangan dunia. Namun penyesalan tak pernah luput kala keputusan yang di ambil perlu mengorbankan sesuatu.

_____ΩΩΩ_____

"berita hari ini, sebuah kecelakaan mobil secara beruntun terjadi pada pukul 12 tengah malam. Korban yang di temukan adalah seorang pria dewasa bersama seorang anak kecil yang di tetapkan bahwa anak tersebut telah meninggal di tempat akibat pendarahan yang sangat banyak"

*

*

*

TBC

*

*

*

Irrelevance [NoRenMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang