34. Firework In Your Eyes 🔞

1.1K 36 12
                                    

'Everything that's on my mind and I don't want any other guys taking my place, girl.'

-Justin Timberlake-

***

"What the hell is wrong with you, Lex!" pekik Ryder mengekori Alexia dengan murka. "Kau tidak percaya padaku? Apa maksudnya hah!"

Gadis itu berbalik, tampak begitu tenang selagi menyandarkan punggung ke dinding toilet mewah kediaman Olive. Meski jauh di lubuk hatinya ingin mencakar wajah Ryder yang berhasil membuatnya merasa dipermalukan tadi setidaknya balasan yang diberikan Alexia cukup imbang kan. Kenapa dia bisa mengamuk kesetanan seperti itu?

"Jawab aku!" desak Ryder makin terbakar amarah.

Beruntung tidak ada orang lain selain mereka berdua di toilet dan pertengkaran melelahkan ini juga teredam oleh dentuman musik di ruang utama. Dia masih bisa mendengar Olive dan yang lain berteriak saat seseorang tengah kalah taruhan.

Tak langsung menjawab, Alexia menarik napas dalam-dalam memenuhi paru-parunya yang pekat. Manalagi dia masih merasakan gelenyar panas di pipi bagai ditelanjangi di depan teman-temannya saat Ryder menyuruh Poppy menampar juga mengolok Alexia bak wanita malam.

Mungkin orang mengira itu sebatas permainan belaka, tapi Alexia tahu Ryder melakukannya bukan semata-mata lelucon melainkan ada dendam terselubung. Seolah-olah Alexialah yang berkalung sederet kesalahan, bukan Ryder.

"I didn't understand you," geram Ryder memelototinya seraya mengetuk-ngetuk pelipis dengan tangan kanan.

Alih-alih menanggapi, Alexia justru bungkam seraya bersedekap menyebabkan sesuatu di balik gaun sialan yang sangat ingin disingkirkan Ryder menyembul tanpa permisi. Dia membalas tatapan nyalang Ryder tanpa takut sedikit pun. Menilik iris hijau gelapnya tak lagi menemukan warna, bahkan di bawah penerangan toilet berdinding marmer ini cara pandang Ryder berkilat-kilat penuh amarah bagai ingin menghunus sebilah pedang tepat di jantung Alexia. Rahang lelaki itu mengeras sembari sesekali mengusap wajahnya begitu frustrasi menghadapi sikap kekanakan Alexia.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?" Ryder kembali bersuara. Kali ini nada bicaranya makin rendah mirip geraman singa yang siap menerkam Alexia kapan saja. Dengan tak sabar, dia menanggalkan dasi kupu-kupu yang mencekik leher kemudian melepas dua kancing teratas kemeja putih berbalut tuksedo hitam itu. "Bukankah kita sudah sepakat untuk saling percaya, hm? Kenapa kau tiba-tiba membuatku bingung begini?"

"Depends on you, Ryder," jawab Alexia datar, setenang riaknya sungai walau suasana tegang antara dirinya dan Ryder tidak bisa diabaikan. Panas bagai orang sedang menyulut kebakaran. "Aku bisa melakukan apa yang telah kau lakukan padaku. Kau baik, aku bisa lebih baik. Kau pembual, aku juga menunjukkan bualan yang membuatmu tercengang. Kau punya banyak gadis untuk dirayu, maka banyak pria yang bakal kugoda. Aku melakukan apa pun yang kau lakukan, Ryder."

"Apa?" Ryder berkacak pinggang lantas mengusap kepalanya kesal sampai wajahnya merah padam. "Fuck, Lex! Kau terang-terangan menggoda pria di sana? Damn ... lihat dirimu..." Dia menyoroti Alexia dari atas ke bawah. "Kau seperti--"

"Bercerminlah dulu sebelum mengolokku, Ryder, jangan sok naif," potong Alexia sinis enggan disalahkan. "Tidakkah kau lihat banyak gadis yang meneteskan air liurnya untukmu? Lagi pula, kau pikir kau siapa bisa mengaturku? We're just part--"

Ucapannya teredam manakala mulut Ryder telah membungkam Alexia. Gadis itu hendak mendorong Ryder, sialnya sebelah tangan si kepala batu mencengkeram dan mengangkatnya di atas kepala. Tubuhnya diimpit rapat sampai tidak ada ruang untuk bergerak, sementara lidah Ryder telah melesak dan memenuhi mulut Alexia. Rasa frustrasi telah membutakan kesadarannya. Rasa cemburu membakar setiap lapisan ego di mana Ryder begitu ingin mengklaim gadis keras kepala ini.

Tease Me, Baby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang