38. Pie and Cream 🔞

1.2K 30 9
                                    

'One love, two mouths. One love, one house. No shirt, no blouse. Just us.'

-Theneighbourhood-

***

"Hei!" seru Ryder menarik lengan Alexia. "Aku ikut denganmu."

"Aku sedang tidak mood menerima tamu, Ryder," ketus Alexia menampik tangan Ryder. "Pergilah!"

"Hei!" Ryder menahan gadis itu agar tidak pergi. "Kau tadi senyum-senyum sekarang kau marah. What's fucking wrong?"

Tak langsung menjawab, Alexia justru membuang muka tuk menghindari tatapan penuh selidik Ryder. Bibirnya terkatup rapat menahan ratusan makian yang ingin dilayangkan kepada Thomas. Dadanya naik turun secepat gelombang emosi menghantam Alexia setelah berdebat panas dengan Thomas. Fucking damn! Rutuknya dalam hati ingin menonjok muka pelatih sok tahunya itu. Setelah Thomas berhasil mengacak-acak mental Alexia sekarang dia mengurus hubungannya bersama Ryder.

Tidakkah dia keterlaluan? Bukankah tugasnya hanya sebagai pelatih? Kenapa dia berlagak seperti pengasuh?

Lagi pula tanpa diajari pun, Alexia paham bagaimana memisahkan urusan kompetisi dan asmara. Tidak bisakah si cerewet Thomas membiarkannya hidup layaknya gadis lain yang ingin merasakan rasanya jatuh cinta?

"Kau tidak tahu siapa Ryder."

Kalimat Thomas menggema dalam kepala Alexia berbarengan wajahnya ditangkup Ryder. Mempertemukan kontak mata menyebabkan Alexia berkaca-kaca. Dia melirik ke arah lain supaya air matanya tidak luruh juga tidak ingin Ryder tahu. Tidak! Jangan sampai lelaki di depannya ini tahu inti permasalahannya bersama Thomas.

"Look at me, please," pinta Ryder.

Bak dihipnotis, otak Alexia menurut begitu saja. Ah sial! Cerminan air mukanya yang menyedihkan terpantul di iris hijau gelap Ryder. Dinding pertahanannya makin menipis, cuping hidungnya kembang kempis yang serakah meraup udara, namun tidak dengan bibir Alexia yang gemetaran menahan tangis.

Rasanya sesak. Rasanya sakit bukan main. Seluruh hidup Alexia diatur sedemikian rupa hanya untuk memuaskan ambisi Nancy juga Thomas supaya mendapatkan ketenaran juga medali. Tidak pernah sekali pun mereka menanyakan apakah Alexia baik-baik saja atau sekadar peduli terkait kondisi berat badannya yang makin turun. Bukannya menyuruh makan secara benar, justru memerintah diet lagi diet lagi.

Tak berapa lama, sebutir air mata akhirnya pecah menuruni pipi tirus Alexia. Butiran itu lamat-lamat menjadi derai yang tak terbendung, hingga Alexia menyandarkan kepala di dada bidang Ryder. Menyembunyikan diri betapa menyedihkan hidup di balik prestasi.

"What's wrong, Little love?" Ryder merendahkan nada bicara sebab kebingungan mengapa gadis di depannya tiba-tiba tergugu. Apakah mungkin ada hubungannya dengan Thomas? Bila ya, Ryder tak segan-segan mengirim bogem mentah lagi. Dia hendak pergi menemui pelatihnya jikalau tangan Alexia menahannya sekuat tenaga.

"Stay with me."

Damn!

Direngkuh tubuh gadis itu dan memberinya kecupan penuh kasih sayang. "I'm here, okay," bisik Ryder kemudian menangkup wajah Alexia dan menghapus jejak basah di pipi dengan jempolnya.

Gadis itu melenggut, menarik napas yang masih terasa berat bagaikan bebatuan runcing tengah memenuhi rongga dada Alexia kemudian mengembuskannya melalui mulut. "I'm okay," jawabnya pelan walau terdengar gemetaran. "I'm okay." Dia mencium telapak tangan Ryder yang hangat. "Mau mampir ke rumahku dan makan pie?" tawarnya diiringi tawa sumbang.

Tease Me, Baby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang