43. Fingers on me 🔞

1.1K 28 1
                                    

'I want you all over me, I need to get some air cause baby, you get me so soaked.'

-Shy Smith-

***

"Untuk long program, aku lebih suka Moonlight Sonata daripada Waltz nomor dua," tutur Ryder mengeluarkan pendapat ketika diberi pilihan lagu oleh Thomas. Dia menunjukkan ponselnya yang melantunkan instrumental milik Beethoven selepas latihan di arena es Lee Valley. Mereka duduk di bangku penonton selagi gelanggang belum dibuka untuk umum sehingga lebih leluasa berdiskusi. "Alasannya sederhana, komposisinya yang romantis dan ketukannya lebih pas daripada Waltz, kau coba saja bandingkan dan hayati."

"Bukan karena kau ingin menunjukkan sisi romantismu bersama partnermu?" cibir Thomas yang duduk di barisan ketiga dari bawah dan berhadapan dengan Ryder. Kontan Alexia melayangkan pandangan penuh arti. "Sebagai kekasih misalnya?"

"Memangnya kalau iya kenapa?" tantang Ryder agak meninggikan intonasi suara. Sorot iris hijaunya tajam membalas sindiran Thomas yang dinilai terlalu mencampur adukkan masalah pribadi dan masalah kompetisi. "Katamu kami harus menciptakan harmonisasi dan emosi kan? Kenapa tidak sekalian saja aku menganggapnya kekasihku?"

Alexia yang duduk di sebelah kiri Ryder melayangkan kerlingan tajam bak pisau baru diasah. Antara cemas juga kesal kenapa lelaki itu malah bermain api. Tidak kali ini saja, tapi dalam kesempatan lain pun Ryder selalu memancing emosi saat berdebat bersama Thomas. Entah opsi terkait lagu yang terlalu slow, pola tarian yang menurutnya paling pas untuk kompetisi, hingga pemilihan kostum. Namun, harus diakui Alexia kalau pengetahuan mengenai unsur-unsur yang akan dibawa kejuaraan mendatang sangat dikuasai Ryder--begitu sempurna.

Sesaat Thomas memerhatikan raut kedua anak didiknya sembari menilai betapa sikap Ryder benar-benar nyaris di luar batas. Dia harus bersabar karena memang seperti itulah watak si pangeran es yang dielu-elukan wanita di luar sana. "Sebentar lagi musim semi, apa tidak sebaiknya bawa sesuatu yang lebih dramatis dan feminin misalnya Spring Breeze?"

"Instrumennya Rachmaninoff?" sahut Alexia yang dibalas jentikan Thomas.

Lelaki itu mencari lagu yang dimaksud melalui Spotify untuk menunjukkan instrumen yang lebih mengentak emosi daripada Moonlight Sonata. Detik berikutnya sayup-sayup ketukan piano yang memainkan komposisi concerto no.2 op 18 milik sang maestro itu mengalun merdu. Baik Alexia maupun Ryder menghayati permainan sang komposer sembari membayangkan gerakan yang akan ditampilkan di atas arena.

"Temponya naik-turun," komentar Alexia merasa musik ini terlalu biasa sebab temponya naik-turun dan makin memudar di bagian akhir.

"Juri tidak akan suka," imbuh Ryder membenarkan pendapat Alexia. "Mereka lebih tertarik dengan ketukan energik di akhir program, kalau kau ingin memakai musik ini, sebaiknya kau edit saja bagian ending."

"Tunggu." Thomas menghentikan permainan musik itu untuk mempertahankan pendapatnya. "Lex, coba kau berdiri dan gerakkan tanganmu membuka seperti ini," dia memberi contoh layaknya angsa mengepakkan sayap. "Maksudku, bayangkan kau sedang melepas jubah ketika aku memutar musiknya, oke?"

"Baiklah," kata Alexia maju beberapa langkah dan memberi isyarat anggukan kepala.

Kemudian Thomas memutar ulang instrumen tersebut dari awal bersamaan Alexia mengikuti arahannya. Sementara Ryder fokus menilai dalam diam lalu berkata, "Tidak pas. Kau terlalu memaksa memasukkan gerakan ke dalam temponya."

"Kita tinggal poles sedikit dan edit musiknya, Ryder. Aku punya kenalan yang bisa membantu kita mengubah sedikit ketukannya." Thomas meyakinkan bahwa pilihannya ini tidak salah. "What do you think, Lex?" Dia berpaling ke arah Alexia untuk mencari dukungan

Tease Me, Baby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang