46. Amavi

331 28 2
                                    

'So love me with no mercy. Why don't you love me?'

-Austin Giorgio-

***

"Hei!" sapa Thomas melempar senyum lebar mendapati Ryder tengah duduk di bangku penonton sembari menyilangkan kaki. Kemudian Thomas menaruh tas ransel sebelah kiri Ryder lalu melirik jam tangan Rolex di tangan kanannya lalu bertanya, "Where's Alexia?"

Ryder mengangkat bahu pura-pura tak tahu. Sebisa mungkin dia bersikap tenang walau hatinya mendidih bukan main. "Hei, Tom, boleh aku tanya sesuatu?"

"Ya?" Lelaki itu mengirim pesan ke Alexia seraya melenggut dan melirik sekilas Ryder.

"Menurutmu normalkah bila seseorang begitu berambisi terhadap tubuh orang lain?"

Thomas terdiam beberapa saat lalu menggeleng pelan. "Maksudmu fetish? Well ... tentu saja itu tidak normal. Kenapa?" Dia memasukkan ponsel ke dalam saku celana.

"Tidak. Bukan fetish ... semacam menguasai tubuh seseorang. Misalnya, kau harus makan banyak protein, kau harus minum air putih, atau kau tidak boleh minum dan makan saat latihan."

"Kalau tujuannya baik, kenapa tidak?" bela Thomas masih tidak menyadari kalau Ryder tengah menyindirnya.

"Kalau tujuannya membunuh mental seseorang, apa kau masih berkata demikian?"

"Aku tidak paham arah bicaramu, Ryder. Jangan bicara omong kosong," tukas Thomas melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima menit. "Alexia mana? Seharusnya dia datang."

"Memangnya kau peduli padanya?" Ryder beranjak dari kursi. "Yang kuingat, kau hanya menekannya terus-menerus, Tom."

Kening Thomas mengerut dalam. "Siapa bilang? Wajar saja kan bila aku agak sedikit menekannya. Itu tugasku sebagai pelatih. Dia akan berterima kasih kalau sudah dapat emas. Harusnya dia berpikir sepertiku, bukannya malah--"

Bogem mentah mendarat mulus di rahang kanan Thomas tanpa sempat dihindari ketika Ryder sudah kehabisan kesabaran. Lelaki itu terhuyung ke belakang, tersandung kakinya sendiri hingga membentur kursi penonton sebelum pantatnya mengecup permukaan lantai gelanggang. Belum sempat membela diri, Ryder menindih tubuhnya dan menghajar tanpa ampun. 

Amarah ini untuk Alexia.

Pukulan ini untuk setiap air mata yang keluar darinya. 

Kutukan ini untuk setiap penderitaan yang dipikulnya selama delapan tahun.

Tak peduli Thomas bakal pingsan atau tewas, Ryder terus melayangkan tinju ke wajah Thomas sampai darah keluar dari lubang hidung lelaki itu. Dia benci pelatihnya berkelit dan menganggap apa yang dilakukannya hal wajar sebagai pendidik atlet. Persetan! Dia pikir siapa sampai hati mengatur-ngatur hidup orang lain? Jikalau dirinya menyebut pelatih hebat, kenapa tidak diserahkan urusan permasalahan berat badan Alexia kepada yang lebih ahli daripada menuntut gadisnya di luar batas. 

"How you dare, Tom! How fucking you dare, Bastard!" pekik Ryder membabi buta melampiaskan kemurkaannya sampai puas.  

"This is my fault, not theirs," ujar Alexia dilanda ketakutan untuk berkata jujur. 

"Tell me. Who the fuck did this to you?"

Alexia tertunduk begitu ragu sampai ujung kaus yang dikenakannya dipilin hingga kusut. Bolak-balik mulutnya terbuka namun tidak ada kata yang keluar dari sana. Dia memejam kala Ryder menggenggam tangannya erat supaya mau membuka siapa yang menyebabkannya seperti ini. "T-thomas ... Mom ..."

Tease Me, Baby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang