48. Fight For Her

272 26 2
                                    


'We're all wonderful People, so when did we all get so fearful?'

-Emeli Sande-

***

Ryder nyaris menggasak Thomas manakala lelaki itu terus mengoceh sembari memutar balikkan fakta di ruang interogasi. Mungkin akibat didampingi pengacara, Thomas berlagak begitu pongah dan tak mau kalah juga terlihat salah walau wajahnya masih dipenuhi luka-luka. Dia berkelakar kalau tindakannya telah dipikirkan matang-matang dan sesuai standar. Jikalau sedari awal keberatan, Thomas berkata seharusnya Alexia protes bukannya memendam seorang diri selama bertahun-tahun dan mengadu seperti anak kecil kepada Ryder-si anak kemarin sore.

"Tidakkah dia lihat usahaku membawanya menjadi juara utama, Bung?" imbuhnya pada seorang lelaki yang mengetik kronologi yang dilontarkan Thomas melalui MacBook. "Bila akhirnya seperti ini, aku tidak pernah memasangkan mereka kan? Jerih payahku tidak pernah dihargai."

Tak terima, Ryder beranjak dan menendang kursi yang tadi diduduki membuat polisi seketika menahannya agar tidak bertindak gegabah. Tidak mengindahkan tangannya diborgol, Ryder masih bisa menggunakan kakinya untuk menendang dada Thomas hingga sesak napas. Sementara itu, pengacara yang mendampingi Thomas menatap Ryder tanpa ada rasa gamang dan menyunggingkan senyum seolah-olah menemukan bahan untuk menjebloskannya ke dalam penjara.

"Who the fuck do you think you are, Asshole!" gertak Ryder menunjuk batang hidung Thomas, menampik tangan polisi yang menghalanginya melayangkan tinju ke arah wajah pria menjijikkan itu.

"Calm down," pinta polisi menahan pundak Ryder. "Kita mendengarkan kronologi dari kedua belah pihak, Tuan. Tidak ada saling serang, got it?"

Ryder meludah sebagai bentuk protesnya kemudian menyepak kursi lagi sebelum mendudukinya dengan rasa frustrasi . Setelah ditangkap pihak keamanan di kediamannya kemarin sebagai pelaku penyerangan di Lee Valley, dia harus mendengar omong kosong Thomas. Andai kata waktu berhenti berputar, ingin sekali dia menarik lidah pelatihnya untuk dipotong dan diberikan ke anjing.

Binatang tak berakal saja tahu mana manusia busuk atau tidak. Kenapa manusia masih saja buta? Rutuknya dalam hati.

Tak lama, pintu ruang interogasi terbuka menampilkan Lucas dan seorang lelaki berjas rapi. Dilirik sekilas sang putra sebelum menyiratkan lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai pendamping hukum Ryder lalu menyerahkan beberapa berkas kepada polisi.
"Jika dia memberi Anda dokumen penunjang yang memberatkan klien saya, maka saya punya hal yang sama," ujar si pengacara.

"Well ... mari kita lihat bagaimana keputusan hakim juri," kata pengacara dari pihak Thomas. "Kita buktikan, apakah klienmu masih berhak mengikuti kompetisi atau justru mendekam di bui."

###

"What?" Intonasi Alexia hampir terdengar seperti jeritan mengetahui Ryder ditahan polisi karena insiden pemukulannya kepada Thomas.

Jhonny mengangguk lemah lalu mencebik pelan, tapi tindakan Ryder tidak bisa dilihat dari satu sisi. Boleh jadi, Ryder bersalah karena bermain hakim sendiri, namun alasan melakukan penyerangan itu seharusnya jadi pertimbangan polisi kenapa dia menerjang pelatihnya tanpa ampun. Media pun sudah membeberkan bukti-bukti yang memberatkan Thomas, lantas kenapa mereka masih menyeret Ryder sebagai tersangka?

"Dia bilang, jangan pikirkan dia," ujar Jhonny. "Kau harus fokus pada pemulihanmu, Lex."

"Bagaimana aku bisa fokus kalau dia disalahkan?" protes Alexia menyambar ponsel dari atas laci kemudian membuka media sosialnya. "Aku tidak bisa diam saja, Jo."

Tease Me, Baby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang