Bab 1

4.7K 345 9
                                    

Second seri dari Scandalous Love

Happy reading, semoga suka. Ini fast update di Karyakarsa ya, yang mau baca cepat dan lebih detail silakan ke KK

 Ini fast update di Karyakarsa ya, yang mau baca cepat dan lebih detail silakan ke KK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

________________________________________________________________________________

"Son, apakah ini benar-benar surat izin mengemudimu?"

Malam itu adalah Jumat malam di tahun terakhir kuliahku dan seorang polisi menghentikanku ketika aku sedang berkendara kembali ke rumah.

"Ya, itu benar, Officer," jawabku.

"Dan nama belakangmu benar-benar Chevrolet?" tanya polisi itu dengan nada kurang percaya.

"Ya, itu adalah nama belakangku. Seperti nama penemu dari mobil Chevrolet," jelasku dengan sabar.

Sebenarnya aku benci bila orang-orang tidak percaya bahwa nama belakangku adalah Chevrolet. Kalau nama belakangku Ford, mereka pasti tidak akan bertanya ragu. Kalau nama belakangku Yahoo ataupun Google, aku bisa mengerti kalau mereka tidak mempercayainya.

"Memangnya kau memiliki hubungan keluarga dengan penemu mobil Chevrolet?"

"Sepanjang pengetahuanku , tidak, Officer. Dia lahir di Swiss sedangkan leluhurku sudah ada di Amerika sejak tahun 1700an," jelasku lagi dengan sabar.

"Aku masih tidak percaya bahwa ada orang yang memiliki nama belakang seunik ini," komentar polisi itu lagi.

"Apakah aku perlu menunjukkan artikel tentangku dari kampus?" tawarku kemudian.

"Ya, ya, boleh saja."

Aku sudah tahu dari dulu bahwa orang-orang akan lebih mempercayai apa yang mereka lihat di internet. Jadi aku mencari artikel itu dari website kampsuku dan menunjukkannya pada pria itu, namaku ada di bawah fotoku – rambut cokelat gelap pendek dengan mata biru dalam - yang tengah memegangi piala kemenangan dengan ekspresi bangga.

"Ini dia, Officer," ujarku sambil menyerahkan ponselku padanya.

"Wrestler, huh? Kau berhasil sampai ke final."

Aku mengangguk bangga. "Yes, Officer."

"Apakah kau minum malam ini, Anak Muda?" tanya pria itu sambil menyerahkan kembali ponselku.

"Tidak, Sir." Untung saja malam ini aku tidak menyentuh minuman alkohol setegukpun.

"Kalau begitu kenapa aku mencium bau alkohol?"

Aku menunjuk ke kursi di sebelahku. "Karena adik tololku ini mabuk di pesta. Dia meneleponku untuk menjemputnya karena kekasihnya bersikap berengsek padanya."

"Andrew!" protes Emily, adik tiriku yang tengah mabuk itu. "Mengapa kau bilang padanya?!"

"Karena aku pasti akan ditanya mengapa aku menyetir seorang gadis mabuk di dalam mobiku. Bukankah itu benar, Officer?" tanyaku kemudian pada polisi itu.

"Aku tidak mabuk!" bantah Emily, yang tidak kami hiraukan.

"Ya, itu adalah pertanyanku berikutnya," ucap polisi itu menyetujui. "Turunkan kaca jendelanya."

Aku menurunkan kaca jendela Emily sementara polisi itu berjalan ke sisi mobil lainnya. Aku sebenarnya tidak tahu mengapa polisi itu menghentikanku. Jika dia sampai menilangku, aku akan berada dalam masalah.

"Kau punya kartu identitas?" tanya polisi itu kemudian, pada Emily.

"Tidak," jawab Emily dengan suara agak pelan. "Aku sedang berkencan tadinya dan tidak terpikir bahwa aku akan membutuhkan dompetku, Officer."

Aku dengan cepat menawarkan, "Aku bisa menunjukkan foto dan namanya di website sekolahnya, Officer."

"Oke, bagus."

"Mengapa nama belakang kalian berbeda?" tanya polisi itu setelah menatap website yang kutunjukkan.

"Oh, itu karena kami saudara tiri, ayahku menikah dengan ibunya," jelasku, berharap polisi itu tidak memintaku untuk memberinya bukti karena hal itu akan sangat merepotkan dan tentu saja mempersulit kami.

"Oh, oke, baiklah." Aku menarik napas lega. "Jadi, kau kapten cheerleader?"

Polisi itu kini mengarahkan senter ke wajah Emily, tidak cukup terang untuk membuatnya silau tapi dia bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas. Dan aku yakin kalau polisi itu memiliki pendapat yang sama dengan kebanyakan pria pada umumnya, bahwa Emily cantik dan seksi dengan mata cokelat emas, rambut pirang halus, tubuh kencang yang menggiurkan dan dada yang penuh.

"Berapa usiamu?" tanya polisi itu lagi pada Emily.

"Delapan belas, Sir."

"Kau berada di dalam mobil ini tanpa paksaan siapapun?"

"Ya," jawab Emily.

"Kau ingin aku yang mengantarmu pulang alih-alih kakak tirimu?" tanya polisi itu lagi.

Apakah aku memiliki semacam wajah kriminal sehingga polisi itu tampak begitu tidak percaya dengan semua yang kukatakan? Come on! Memangnya apa yang akan kulakukan pada adik tiriku sendiri. Kuakui kalau Emily memang cantik, tapi aku tidak pernah memiliki pikiran-pikiran yang menyimpang. Dan tentu saja, Emily pasti akan menolak. Dia tahu kalau dia akan berada dalam masalah besar jika orangtua kami mendapati bahwa dia kembali dari pesta dalam keadaan mabuk apalagi sampai berurusan dengan polisi.

"Tidak, tidak perlu, Officer," tolak Emily cepat.

"Baiklah, aku hanya mengecek." Polisi itu lalu mematikan senternya dan berjalan mendekati sisi jendelaku. "Kau pasti tahu mengapa aku menghentikanmu..."

"Sebenarnya aku tidak tahu, Sir."

"Kau berkendara melebihi batas kecepatan, ini adalah zona 40 mil perjam dan kau berkendara 41 mil," jelas polisi itu.

Sial! Hanya gara-gara satu mil lebih cepat, aku harus berurusan dengan polisi sekarang, rutukku dalam hati.

"Sekarang, kau punya pilihan, aku bisa menilangmu, atau kau ikut denganku untuk melakukan tes alkohol, kalau hasilnya negatif, aku hanya akan memberimu peringatan," ucap polisi itu.

"Baiklah," sambutku cepat. Lalu pada Emily, aku menambahkan, "Tunggu aku di sini."

Aku keluar dari dalam mobil dan berjalan menuju mobil polisi itu. Dia memintaku untuk masuk dan duduk di kursi penumpang lalu meniupkan napasku pada alat tesnya.

"Oke, tidak ada alkohol, " jawab petugas polisi itu.

Aku sudah bersiap keluar dari dalam mobil ketika polisi itu mencegahku. Sementara dia menuliskan surat warning untukku, dia kembali berbicara. "Mengapa bukan salah satu orangtuamu yang menjemput adikmu?"

"Karena ibunya akan marah besar kalau sampai dia tahu bahwa Emily minum dan pergi ke pesta di mana orang-orang mabuk-mabukan," jelasku.

"Oh, jadi dia lebih takut pada kemarahan orangtuanya daripada kemungkinan diperkosa oleh teman kencannya. Beruntung, dia punya kakak tiri sepertimu."

Kata-kata polisi itu mengendap dan menyerap ke dalam benakku. Aku sama sekali tidak berpikir hingga ke sana. Gadis itu beruntung karena aku kebetulan ada di rumah akhir minggu ini. Polisi itu selesai dengan formulir yang diisinya dan mengetikkan sesuatu pada ipad-nya. "Jangan terlalu keras padanya. Dia membutuhkan seseorang yang bisa dia andalkan setiap kali dia merasa tidak aman."

Aku mendesah pelan. Aku tahu kalau polisi itu benar. Walaupun kami hanya saudara tiri, aku peduli pada Emily, jauh lebih banyak dari yang ingin kuakui dan ingin kuperlihatkan. "Aku mengerti, Officer."

"Oke, aku menulis catatan bahwa kau sangat kooperatif dan terburu-buru karena sedang membantu teman yang mabuk, jadi lain kali bila ada polisi yang menghentikanmu, dia tidak akan terlalu menyulitkanmu."

"Terima kasih, Officer," ujarku, cukup terkejut dengan kebaikan petugas polisi itu.

"Now go home, drive safe."

Scandalous Love with StepsisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang