Happy reading, semoga suka.
Yang mau baca cepat dan lengkap, silakan ke Karyakarsa, bab 9-11 sudah update ya. Bab 9-11 tidak mengandugn adegan 21+ tapi saya mark adult content karena temanya dewasa dan menghormati yang berpuasa, kalian bisa ke profil kalian dan pilih pengaturan lalu matikan adult content filter.
Luv,Carmen
___________________________________________________________________________
Aku mendengar cerita gadis itu dengan serius. Apakah Emily terlalu berlebihan? Mungkin David berpikir kaau Emily benar-benar menginginkannya dan saat gadis itu mengunci dirinya di dalam kamar, dia baru sadar bahwa dia melakukan kesalahan? Apakah dia akan membawa gadis itu pulang bila Emily bersedia keluar dari kamar mandi? Mungkin. Tapi juga sangat mungkin kalau David akan memaksakan dirinya pada Emily. Terlalu banyak pemain football arogan di high school yang selalu berpikir bahwa para gadis di sekolah tergila-gila pada mereka.
"Kau melakukan hal benar dengan meneleponku, Emily dan aku senang aku bisa datang menjemputmu."
"Terima kasih sekali lagi, Andrew. Kau benar-benar telah menyelamatkanku. Oh ya, bagaimana tahun terakhir kuliahmu?" tanya Emily kemudian, dengan cepat berganti topik.
"Great, actually..."
"Tapi?"
"Apakah aku berkata tapi?" tanyaku.
"Tapi aku mendengar kata tapi, pasti berhubungan dengan wanita, bukan?" Emily bersikeras.
"Kau bertanya terlalu banyak," ujarku kemudian lalu berbalik untuk menghadap komputerku dan lanjut memainkan game-ku.
"Itu responmu? Setelah aku memberitahumu semua detail tentang kencan mengerikanku dan kau menuduhku bertanya terlalu banyak saat aku menanyakan tahun terakhir kuliahmu?!"
Aku mengangkat bahu lalu meraih headphoneku dan mengarahkannya ke kepalaku.
Emily langsung merajuk. "Kau tahu, terkadang aku berpikir kalau kau tidak benar-benar menerimaku sebagai keluargamu. Apa kau sangat tidak menyukaiku?"
Aku mendesah keras dan meletakkan headphone-ku. Wanita memang menyusahkan dan dramatis. "Jika aku tidak peduli dan menganggapmu keluarga, aku tidak akan datang untukmu tadi malam."
"Keluarga selalu saling berbagi," komentar Emily dan aku menyerah. Ini tidak ada akhirnya. Emily tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang diinginkannya.
Sebenarnya aku tidak pernah menceritakan apapun kepada keluargaku jika aku tidak menginginkannya. Apalagi ayahku cukup tegas dan rasanya juga canggung menceritakan hal-hal pribadiku dengan keluargaku, apalagi kepada Emily. Tapi gadis itu juga benar, dia membuka diri dan menceritakan kencannya yang mengerikan itu dan ketika dia bertanya, aku menolaknya dengan kasar. Saat melihat gadis itu bangkit dengan kecewa dan berjalan menuju pintu keluar, aku langsung memanggilnya. "Oke, aku akan memberitahumu, tapi berjanjilah, jangan ceritakan pada siapapun, termasuk ayahku ataupun ibumu."
Emily menoleh cepat dan tersenyum puas. "Oke, baik," jawabnya lalu kembali duduk di pinggir ranjangku.
"Tahun lalu, aku bertemu dengan seorang wanita, namanya Jennifer. Dia cantik, cerdas dan juga humoris. Kepribadiannya menyenangkan."
"Apakah dia hebat di tempat tidur?"
Pertanyaan Emily itu membuatku terkejut. Apa gadis itu tidak memiliki batasan? Tidak pantas bertanya seperti itu kepada seorang pria, bahkan dengan kapasitas sebagai saudara tiri sekalipun.
"Itu bukan urusanmu," ucapku sambil meliriknya tajam. "Yang pasti, dia itu menyenangkan dan aku senang menghabiskan waktu bersamanya. Kami berkencan sepanjang tahun dan bagiku, dia adalah kekasih terbaik yang pernah kumiliki."
"Dan?"
"Sayangnya, kami putus baru-baru ini."
"Kenapa?"
"Karena aku akan melanjutkan Master-ku di California dan Jennifer tidak menyukai ide bahwa kami akan berhubungan jarak jauh. Jadi dia memutuskanku begitu saja dan berkata bahwa sebaiknya kami fokus pada hidup masing-masing. Good luck in Stanford and I hope you find someone better dan begitu saja, satu tahun kebersamaan kami hilang dalam satu panggilan telepon. Great, huh?"
Aku melihat Emily mengangguk pelan. "Oke, aku mengerti. Jadi itu alasannya ketika kau ingin aku mengenalkanmu pada teman-temanku?"
Aku mengangkat bahu lagi. "Agar liburanku tidak bosan dan aku tidak terus-menerus memikirkan Jennifer."
"Hmm..."
Aku lalu kembali menghadap komputerku dan mengusir adik tiriku yang usil itu sebelum dia kembali mengorek lebih banyak tentang kehidupan pribadiku. "Sudahlah, keluar sana. Aku ingin sendiri."
"You are not fun!"
Tapi akhirnya gadis itu keluar juga dari kamarku.