Happy reading, semoga suka.
Full version sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa. Enjoy
Luv,
Carmen
________________________________________________________________________________
Perasaanku kacau ketika aku berkendara. Sejujurnya, aku bahkan tidak tahu ke mana aku membawa gadis itu. Apakah ini arah yang benar menuju rumah ayah temannya? Aku ingin menoleh dan meminta gadis itu untuk menyalakan gps di ponselnya, tapi Emily sepertinya akan membisu seribu bahasa jadi alih-alih meminta bantuan, aku menggunakan insting dan ingatanku.
Gadis itu mungkin kesal karena aku menariknya pergi dengan paksa. Tapi apa yang dipikirkan oleh Emily dengan menciumku seperti itu, apalagi di depan orang-orang. Bukankah aku yang seharusnya merasa kesal padanya?
Tapi apa kau kesal, Andrew?
Tentu saja, Sialan.
Tapi sepertinya tidak. Aku adalah kau, kau adalah kau, jangan berbohong, kau menikmatinya. Untuk sejenak yang gila, kau bahkan ingin menyeretnya ke suatu sudut yang gelap dan...
Oh, hentikan! Ya ampun, suara di dalam diriku ini akan membuatku gila jika aku tidak bisa menghentikannya.
Apa sebenarnya yang telah terjadi pada kencan pura-pura kami?!
Kau tidak benar-benar percaya bahwa Emily menyarankan kencan pura-pura, bukan? Kau tidak mungkin sepolos itu, Andrew.
Sial! Sial! Sial! Oke, aku mungkin tidak benar-benar percaya, tapi bukan berarti aku akan membiarkan kami melewati batasan tersebut. Tapi sejauh ini, kencan pura-pura kami menjadi tidak terkendali, berubah menjadi sesuatu yang sulit dikendalikan.
Mungkin dia bahkan akan membiarkanmu melakukan apa saja asalkan pakaian kalian tetap melekat di tubuh kalian, seperti yang akan dilakukannya dengan David?
Oh Lord, pikiran busukku ini benar-benar akan membuatku kehilangan kendali. Tapi bayangan untuk menyentuh dan membelai tubuh Emily jelas membuatku benar-benar kehilangan kendali dan fokus. Dan saat aku sadar, kami sudah tersesat entah di mana, mungkin saja kami sudah tidak begitu jauh dari perumahan ayah teman Emily atau bahkan mungkin aku mengambil arah sebaliknya, aku juga tidak tahu, yang pasti kami terdampar di jalan sepi di sebelah taman. Aku lalu memarkirkan mobilku di situ, berpikir untuk meminta Emily membuka ponselnya dan menyetel arah yang benar untukku.
"Emily..."
Aku belum sempat memulai ketika gadis itu menutup jarak di antara kami dan menciumiku. Aku begitu kaget sehingga tidak sempat melakukan apapun dan selama beberapa detik mengejutkan itu, ciuman Emily adalah satu-satunya hal yang kusadari sebelum aku menyadari betapa salahnya semua itu. Dengan tekad tersebut, aku lalu menjauhkan Emily.
"Em!" bentakku. "Apa-apaan..."
Gadis itu kembali mencoba meraihku tapi aku menahannya. "Hentikan!"
"Aku menyukaimu, Andrew, aku benar-benar menyukaimu, selama ini aku terus menyukaimu."
Pengakuan Emily membuatku terkejut untuk sesaat dan aku membatu. Aku tidak tahu pada akhirnya, apakah aku benar-benar terkejut karena itu merupakan pengakuan yang tidak aku duga sebelumnya atau aku terkejut bahwa gadis itu memiliki begitu banyak keberanian untuk mengungkapkan apa yang benar-benar ia rasakan, atau aku hanya terkejut karena jauh di dalam diriku, apakah aku setengah berharap akan hal tersebut?
"Emily..."
"Please, Andrew..."
Aku menggeleng tegas begitu rasa terkejut itu pulih dari diriku dan aku kembali mendorong Emily menjauh. "This is insane. Kita adalah saudara."
"Bullshit! Kita sama sekali bukan saudara, aku tidak ingin punya saudara sepertimu!" desis Emily marah dan aku bisa melihat mata indahnya menyala oleh amarah dan kekesalan.
"Tapi kenyataannya seperti itu, Emily. Orangtua kita menikah, that's the fact," ujarku.
"Ini tidak adil!"
"Emily, kenapa kau..."
"Andrew, aku sudah mengatakanya padamu, bukan? Aku tertarik padamu saat kita pertama bertemu, tapi aku bersumpah aku berusaha untuk menganggapmu seperti saudara tapi aku tidak bisa! Kau tahu kenapa semua kencanku selalu gagal? Karena aku selalu membandingkan mereka denganmu! Dan setelah kencan pura-pura kita, aku tidak bisa lagi terus berusaha membohongi diriku sendiri, Andrew. I want you!"
"Emily..."
"Don't keep Emily, Emily me! Jangan berpura-pura kau tidak tahu. Katakan padaku, apa kau tidak pernah sekalipun menganggapku menarik, terlepas dari embel-embel saudara tiri konyol itu?! Tell me! Kalau kau tidak pernah punya ketertarikan sedikitpun denganku, kau tidak akan pernah setuju untuk memulai kencan pura-pura ini, Andrew!"