14

295 37 0
                                    

"Nanon..." Chimon tersenyum lemah menyambut suaminya yang baru saja tiba di sisinya. Ia setengah menjerit, merasakan perutnya terasa begitu sakit saat Nanon menggenggam tangannya dengan hangat.

"...dia terus bergerak, aku tidak mengerti tapi ini sakit sekali."

Pada akhirnya, Chimon mengadu, balas menggenggam kuat tangan Nanon. Wajahnya pucat dengan keringat membasahi seluruh dahi dan pelipisnya. Tidak bisa di pungkiri, dirinya merasakan takut saat ini.

Takut jika ia akan kehilangan bayinya di detik terakhir ia bisa mempertahankannya. Nanon tersenyum, mencoba menenangkan istrinya meskipun dirinya sendiri merasa takut setengah mati. Ia ciumi tangan halus Chimon seraya berkata, "Mana yang sakit, hm? Aku akan meredakannya untukmu."

"Perutku... pinggangku... semuanya sakit, kebas, panas. Huks―tolong aku." Sungguh, Chimon tidak bisa mendeskripsikan rasa sakitnya dengan hanya tangisan. Ia akan meringis dan menjerit, menggenggam tangan Nanon lebih kuat saat di rasanya sakit itu bertambah.

Nanon menahan air matanya agar tidak turun. Ia juga mengatur nafas, masih mempertahankan senyuman yang sama. Satu tangan lainnya bergerak, mengusap permukaan perut besar Chimon yang tegang dan mengencang di telapak tangannya.

"Hey, jagoannya papa... kenapa, hm? Jangan nakal di dalam sana. Kau membuat mama kesakitan dan papa tidak tahu lagi harus membuatmu tenang dengan cara seperti apa."

Detik demi detik berlalu, dan Chimon merasa perlahan bayinya mulai tenang di dalam sana meskipun rasa sakitnya tetap ada.

"Kau ingin cepat-cepat keluar dari perut mama, huh? Kau ingin segera di peluk dan melihat dunia? Maka kau harus tenang... dokter Tin akan membantumu keluar sebentar lagi."
Setiap elusan lembut yang Nanon berikan di perutnya membuat Chimon merasa nyaman.

"Papa tahu, kau membuat masalah dengan terus bergerak karena merasakan kami sedang bertengkar, kan?" Nanon tersenyum simpul.

"Sekarang, kau harus tenang sampai waktunya kau lahir karena Papa sudah berjanji tidak akan membuat Mama marah dan kesakitan lagi. Ya?"

"Dia benar-benar menyukaimu, Non." Chimon bergumam lirih dengan senyum yang tersemat di wajahnya yang sudah pucat.

"Dia bahkan tidak mengijinkanku marah padamu lebih lama. Dia ingin di sentuh dan di tenangkan olehmu dan cara membuatku sakit sejak tadi."

Si calon ayah yang sebenarnya itu hanya menggelengkan kepala sebagai respon. "Dia akan membenciku begitu tahu apa yang sudah aku lakukan selama ini. Sama sepertimu..."

Chimon kembali mendesis lirih saat di rasakannya perutnya semakin mengencang. Seperti keram perut tapi ia merasa lebih parah dari itu.

"Maafkan aku..."

Nanon terperangah mendengar ucapan istrinya.

"Chi―"

"...aku tidak seharusnya marah hingga menolakmu seperti yang aku lakukan tadi. Semuanya mungkin akan baik-baik saja jika aku lebih tenang dalam mengambil sikap. Dan jagoan kita tidak akan memberontak seperti ini hingga membuat orang-orang sibuk karenanya.

"Nanon menggelengkan kepalanya kuat. Tangis yang sejak tadi ia tahan di hadapan Chimon akhirnya tak mampu lagi ia bendung.

"Jangan pernah meminta maaf padaku, Chi! Aku yang seharusnya mengatakan itu."

Istrinya tersenyum rapuh. "Aku melihat wajah Neo terluka. Kau yang melakukannya?"

"..." Tidak ada jawaban, Nanon hanya terdiam karena itu adalah kebenarannya. Ia yang telah memukul Neo.

"Dia tidak salah apapun. Aku yang menemukan semua data Mew Suppasit di ruang kerjamu, dan aku juga yang meminta Neo mengatakan semua yang aku tidak tahu. Mew Suppasit, istrinya, Marc, dan Wilton Jes..."

My Everything (CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang