2

453 42 2
                                    


My Everything
.
.
.
.
.

Gun merasa benar-benar lega karena ia kembali melihat senyuman Chimon Wachirawit ketika makan malam.

"Gun, maafkan aku karena aku membuatmu repot dengan sikapku seminggu ini." Chimon berkata halus penuh sesal, sementara kedua bahunya di topang oleh Nanon di sampingnya.

"Tidak, Chimon. Anda jangan meminta maaf seperti ini. Saya sudah sangat lega karena kembali melihat anda tersenyum seperti sekarang."

Gun tidak berbohong, ia benar-benar senang melihat Chimon yang seperti sudah kembali menjadi dirinya yang selalu bahagia. Tubuhnya membungkuk penuh hormat.

Suara kekehan Chimon terdengar mengalun indah. "Terimakasih karena sudah bersabar menjagaku, Gun." Senyumnya terukir di wajahnya yang
masih sedikit pucat.
Kedua kakinya kemudian melangkah dengan pelan menuju meja makan.

"Tinggalkan kami." Itu perintah Nanon, tidak mengijinkan siapapun termasuk Gun untuk berada disana meskipun hanya untuk membantu
menyiapkan makan malam.

Gun dan beberapa pelayan undur diri setelah membungkuk penuh hormat.
Meninggalkan Nanon hanya berdua dengan Chimon.

"Sudah kubilang, jangan terlalu angkuh, Non." Ucap Chimon, "Tersenyumlah ketika kau bicara pada mereka." Lanjutnya.

Nanon menggelengkan kepala mendengar perkataan Chimon yang sama seperti kemarin-kemarin.
"Mereka bekerja untukku dan aku membayar mereka. Jadi, aku memang harus seperti itu. Mereka menganggapku kasar? Terserah, karena aku hanya akan luluh di depanmu dan hanya padamu."

Chimon membalasnya dengan dengusan kecil sementara ia merasakan dahinya di kecup halus oleh suaminya.

Begitulah sifat Nanon, dan Chimon telah memahaminya. Tapi setidaknya, Chimon ingin sedikit membuka pintu hati Nanon yang tertutup untuk orang lain. Menginginkan Nanon bisa tersenyum tak hanya kepadanya, tapi juga pada orang-orang di sekelilingnya meskipun mereka adalah orang yang bekerja padanya.

"Sekarang, aku yang akan menyiapkan makan malam untukmu."

Chimon mendongak memperhatikan Nanon yang sedang menyiapkan nasi di piringnya, menambahkan sayuran segar dengan potongan daging yang menggugah selera.

"Dokter menyarankanmu untuk lebih banyak memakan sayur supaya kau bisa pulih lebih cepat. Jadi, habiskan, ya..."

Melihat Nanon yang sebesar itu mencintainya, merawatnya, bahkan tak berpikir panjang untuk menyiapkan makan malam untuknya, membuat perasaan bersalah kembali menghantui setiap sudut ruang hati Chimon.

Nanon itu adalah seorang penguasa, tidak ada satu orang pun yang bisa menentangnya. Mereka yang tidak patuh akan mendapatkan hukuman saat itu juga.

Tapi Nanon... hanya akan kalah pada Chimon Wachirawit. Nanon hanya akan berlutut di depan kaki Chimon Wachirawit. Nanon rela melakukan itu semua atas dasar perasaan cintanya untuk Chimon. Semua yang di milikinya adalah untuk istrinya, Chimon Wachirawit.

"Nanon,"

"Hm?"

Chimon tersenyum lembut, mengulurkan satu tangan untuk meraih leher Nanon mendekat padanya. la mencium permukaan bibir Nanon cukup lama, sampai membuat suaminya itu terkejut dan hanya diam.

"Terimakasih... dan maaf karena aku belum bisa mengurusmu lagi seperti biasanya."

Karena Chimon tidak perlu lagi mempertanyakan sebesar apa cinta
Nanon untuk dirinya.

.
.
.
.
.

Nanon berada di rumah keesokan harinya, la bangun terlebih dulu dan
tetap berada di samping Chimon untuk menunggunya.

Ciuman selamat pagi ia dapatkan-merasa sangat bahagia karena kesedihan Chimon atas keguguran yang dialaminya minggu lalu telah hilang secara perlahan.

"Kau akan pergi bekerja?" Chimon semakin merapatkan tubuhnya pada
tubuh besar Nanon untuk mencari kehangatan sementara kedua matanya masih tertutup enggan untuk kehilangan kenyamanan yang di dapatnya sekarang.

"Kau ingin aku bagaimana, hm?"

"Tetap bersamaku hari ini," Chimon menjawab dengan suara yang sedikit teredam. "Temani aku memetik buah stoberi di kebun belakang, temani aku bersantai di dekat kolam, temani aku tidur siang, semuanya. Aku ingin
melakukan semua hal denganmu hari ini."

Nanon tertawa renyah, la mencium ujung kepala Chimon cukup lama dan berkata, "Kau akan mendapatkannya, sayang."

Nanon memang tidak berniat untuk pergi kemanapun, apalagi untuk bekerja dan mengurus semua yang ia tinggalkan kemarin di kantor. la hanya ingin bersama Chimon, menjaganya dan membuatnya merasa lebih baik.

Sudah cukup kemarin ia membuat Chimon berpikiran buruk terhadapnya. Tidak dengan hari ini dan seterusnya.

"Non..."

"Ya, sayang?"

Jika aku meminta sesuatu padamu apakah kau akan mengabulkannya?"

Nanon terdiam sejenak, mendekap Chimon semakin erat. "Pertanyaan macam apa itu? Kau sudah jelas tahu apa jawabannya." la berujar. "Semua
yang kau inginkan akan kau dapatkan. Itu adalah mutlak untukku
mengabulkan semua keinginanmu."

Terdengar suara helaan nafas Chimom yang ringan, Kepalanya mendongak, keluar dan persembunyiannya dari dada Nanon yang tertutupi piyama,
"Benarkah?"

Suaminya mengulas senyum terbaik. "Katakan padaku, apa yang kau inginkan, hm?"

"Mengadopsi seorang bayi."

Kedua mata Nanon melebar, tak percaya dengan permintaan istrinya.

"Aku ingin mengadopsi seorang bayi kecil... untuk membuat rumah kita lebih terasa hidup dan ramai... untuk membuatku sembuh lebih cepat. Aku
ingin kita merawatnya dengan baik sampai dia besar. Bolehkah?"

Butuh beberapa detik bagi Nanon untuk berpikir. Permintaan Chimon
yang baru saja di dengarnya itu... terlalu sulit untuk ia berikan jawaban
meskipun itu adalah ya' atau 'tidak.

Tapi kemudian Nanon berpikir, ia tidak mungkin membuat keadaan
Chimon semakin memburuk jika ia menolak keinginannya.

Maka, satu ciuman dalam Nanon berikan untuk Chimon.

Apa yang diinginkan Chimon adalah keharusan bagi Nanon untuk
mengabulkannya.

Semuanya-kecuali jika Chimon memintanya untuk pergi, Nanon tidak akan pernah mengiyakan untuk itu.

.
.
.
.
.
.

Sesaat setelah Nanon memastikan Chimon nyenyak dalam tidur siangnya, ia diam-diam memanggil Neo untuk datang ke ruang kerjanya.

"Bagaimana dengan Mew Suppasit?"

Neo tampak terkejut ketika Nanon melayangkan satu pertanyaan tentang satu nama yang tadi pagi diminta oleh Nanon untuk di selidiki.

"Sudah jelas jika istrinya telah tiada. Dan sekarang keadaannya sudah sangat memburuk." Nanon memberikan laporannya.

Senyum licik terukir di wajah angkuh Nanon Korapat. Ia mendongak, menatap Neo yang berdiri tegap di depan mejanya, "Jadi?"

"Bayinya bisa kau ambil kapan saja."

"Kau bisa mengurus itu untukku?" Neo mengangguk singkat. "Tapi... tidakkah kau ingin menemui Mew
Suppasit sebelum bayinya kau ambil?"

Nanon tertawa kecil, sebuah tawa yang terdengar cukup menakutkan bagi Neo yang sudah bertahun-tahun bekerja padanya. "Tidak perlu. Katakan saja padanya, jika aku adalah Nanon Korapat."

Neo kembali mengangguk paham.

"Dan jangan sampai ada yang tahu tentang ini. Apalagi Chimon"

.
.
.
.
.
tbc

My Everything (CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang