Saat ini Olla hanya pasrah dibawa kabur oleh Jessi. Dia hanya duduk diam sambil terpejam di kursi penumpang yang membawanya pergi entah kemana. Bahkan selama perjalanan hampir 2 jam dia hanya tertidur pulas. Membiarkan Jessi menyetir sendirian. Ini bukan karena Olla tidak setia kawan, tapi ini paksaan Jessi. Katanya perjalanan kali ini lumayan jauh, jadi Jessi meminta Olla untuk tidur saja. Walaupun Olla awalnya sempat menolak, tapi akhirnya dia tertidur juga karena nyamannya mobil yang dikendarai oleh Jessi.
Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya mobil Jessi membelok ke salah satu vila yang ada di daerah pegunungan. Memarkirkan mobil setelah pintu gerbang di buka oleh Pak Mamat, penjaga gerbang. Jessi akhirnya mematikan mobilnya. Dilihatnya Olla yang masih tertidur pulas di sampingnya. Sebenarnya dia tidak tega membangunkan, tapi rasanya tidur dua jam selama perjalanan sudah cukup untuk Olla.
Di goyangkannya tubuh Olla, Jessi membangunkannya perlahan. "La, bangun, udah sampai." panggilannya. Beberapa kali percobaan, akhirnya Olla mengerjapkan matanya.
"Udah sampe?" tanyanya dengan suara khas bangun tidur.
"Udah. Yuk turun." ajak Jessi sambil membuka dasi sekolahnya. Olla masih memproses dimana dia berada saat ini
"Dimana ini jes?" tanya Olla polos.
"Puncak." jawab Jessi tak kalah polos.
"Hah?" dilihatnya handphone yang ada dalam pangkuannya. "Gw tidur dua jam?!" pekiknya.
"Hahaha iya, udah yuk." jawab Jessi sambil membuka pintu kemudi. Turun dari sana dan menarik udara yang sejuk. Walaupun saat ini jam menunjukkan pukul 9 pagi, tapi rasanya tidak terlalu panas seperti di Jakarta.
Tanpa berpikir lama, Olla ikut turun menghampiri Jessi yang saat ini berdiri di pembatas jalan. Matanya menatap pemandangan yang terbentang didepannya.
"Gw sering kesini kalo lagi stress liat papa mama berantem." ucapnya setelah beberapa saat berdiam. Matanya belum beranjak menatap ke depan.
"Kemaren juga?" tanya Olla yang berdiri tepat di sebelah kiri Jessi.
"Kemaren kapan?" Jessi balik bertanya. Wajahnya sekilas mantap Olla sebelum kembali menghadap depan.
"Waktu pensi."
Mencoba berfikir akhirnya Jessi paham apa yang Olla tanyakan. "Oh, enggak. Itu cuma muter-muter Jakarta aja." jawabnya. Kemudian tidak ada lagi obrolan diantara mereka. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Beberapa saat saling terdiam, akhirnya Olla buka suara. "Jes?" panggilannya.
"Kenapa la?" tanya Jessi sambil menatap mata Olla dalam.
Ditatap sedemikian dalamnya, Olla merasa deg-degan. Tiba-tiba gugup melanda dirinya. "Ah anu itu, ini vila lo?" tanya Olla terbata sambil menunjuk sebuah bangunan modern yang berdiri di belakang mereka berdua. Jessi yang melihatnya sadar bawah sebenarnya bukan ini yang akan Olla katakan. Tapi dia ikuti saja topik obrolan Olla. Mungkin Olla belum siap bercerita.
"Bukan punya gw sih sebenernya. punya bokap. vila keluarga gitu." Jawabnya sambil ikut melihat Vila yang dominan bercat putih. "Mau masuk?" tawarnya.
"Emang gapapa?"
"Ya gapapa, kan ada gw." tenang Jessi. Setelahnya dia beranjak meninggalkan Olla untuk mengambil kunci yang ada pada Pak Mamat. Penjaga vila disana.
Melihat punggung Jessi yang menjauh, Olla langsung sibuk dengan perasaannya. Bagaimana caranya agar mengaku semua kegalauan yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Gimana kalo Jessi risih dan ga terima? Gimana kalo akhirnya ini malah ngerusak pertemanan mereka berdua? Iya kalo berdua, kalo berempat? Olla bener-bener pusing dengan pikirannya sampai akhirnya tersadar oleh panggilan Jessi dari jauh. Melambaikan tangan meminta Olla mendekat kearahnya.