Bab 14. Dakedo

1.4K 117 6
                                    

"Kalo cewenya itu lo? gimana?" tanya Olla sedikit lirih.

"Hah?"

---

"Lo suka gw la?" tanya Jessi masih dengan keterkejutannya. Tangannya bahkan tanpa sengaja meremas tangan milik Olla yang sedari tadi masih setia dalam genggaman.

Olla yang mendengar itu hanya bisa terdiam. Duduknya bergerak tak nyaman di posisinya. Menatap Jessi yang saat ini mengedipkan matanya berkali-kali seakan menyadarkan dari sisa-sisa rasa terkejutnya.

"Gw ga tau jes." ucapnya lirih. Bingung sendiri.

"Sejak kapan?" tanya Jessi lembut.

Bukannya menjawab, Olla malah langsung menarik tangannya dari genggaman Jessi. Memundurkan tubuhnya seakan memberi jarak antara mereka berdua. "Lo risih ya?" tanyanya dengan mata yang mulai memerah.

Melihat itu, Jessi kembali menarik Olla mendekat. "Sini dulu, lu ngapain mundur-mundur ah." ucapnya sambil menarik Olla lembut. "Lo beneran suka gw?" tanya Jessi sekali lagi.

"Gw gatau, gw bingung sama perasaan gw sendiri." aku Olla. Siapapun tolong Olla untuk mengartikan perasaan untuk gadis cantik dihadapannya saat ini.

Jessi memejamkan mata sambil menghela nafas perlahan. "Coba jelasin ke gw, lu ngerasain apa aja." tanya Jessi perlahan. Membantu sahabatnya untuk memahami perasaannya sendiri.

"Gw nyaman kalo deket sama lo, gw ngerasa aman kalo lagi bareng lo, gw sering salting kalo diperhatiin lo, gw deg-degan kalo lagi diperlakuin manis sama lo." ucapnya dengan mata mulai berair. "ini juga gw deg-degan lo liatin segininya." lanjutnya mengungkapkan. Pun sudah kadung basah, sekalian saja. Mau bagaimana lagi?

"Sejak kapan?" tanya Jessi lembut.

"Beberapa hari setelah putus kemaren. sejak kita selalu bareng." ucapnya. "ah jes gw gatau." rengek Olla dengan air mata yang mulai mengalir.

Melihat itu reflek Jessi langsung memeluk Olla. Menepuk punggung sahabatnya dengan lembut. "Kok malah nangis sih."

"Gatau." isak Olla makin kencang dalam pelukan Jessi. Wajahnya tertutup dengan kedua tangannya.

Tanpa bicara, Jessi menenangkan Olla. Menunggu Olla berhenti menangis. Dia khawatir kalo diajak berbincang saat ini, Olla malah tidak bisa berfikir dengan baik. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Olla melepaskan diri dari pelukan Jessi. "Udah nangisnya?" tanya Jessi sambil menghapus setetes air mata yang mengalir di pipi kiri Olla.

Dengan mata sembab, Olla hanya bisa mengangguk menjawab.

"Masuk dulu yuk, udah mulai panas." sebelum melanjutkan obrolan, Jessi memutuskan untuk membawa Olla masuk ke kamarnya terlebih dahulu. Sekali lagi tangannya menggandeng Olla dengan lembut seakan kalau menggenggam tangan Olla sedikit lebih keras, dia akan hancur.

Menaiki tangga, akhirnya mereka masuk ke kamar Jessi di lantai dua. Menutup pintu, Olla duduk di atas kasur Jessi. Sedangkan Jessi mengambil satu botol air putih yang tersedia di kulkas kecil kamarnya. Setelah membuka tutupnya, disodorkan botol tersebut ke arah Olla. Olla menerimanya dan langsung meneguk air untuk membasahi kerongkongannya.

Duduk dihadapan Olla, Jessi memperhatikan Olla yang sedang minum sampai menutup botolnya kembali. Menerima botol yang diulurkan Olla, Jessi ikut meminumnya hingga tersisa setengah air di botol tersebut.

Setelah cukup dengan masalah minum, mereka diam saling menatap satu sama lain. Mencoba menyelami pikiran gadis di depannya saat itu. Tapi Olla sampai sekarang belum menemukan jawaban. Sedari tadi sampai sekarang, Jessi belum membahas kembali permasalahan mereka. Merasa tidak tahan, akhirnya Olla memutuskan untuk menegur Jessi.

"Jes?"

"Hm?"

"Gamau bilang apa gitu?" tanya Olla.

Terdiam sejenak akhirnya Jessi buka suara. "Gw juga pernah ngerasain yang lo rasain la." jujurnya. "Gw juga pernah suka sama lo."

Pengakuan Jessi sontak membuatnya terkejut. Bahkan dadanya berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Fakta bahwa Jessi ternyata juga pernah menyimpan rasa yang sama kepadanya cukup membuat perutnya dipenuhi kupu-kupu.

"Kapan?" tanya Olla pelan.

"Dulu kalo ga salah dari kelas satu. sebelum lo pacaran sama Devan."

"Hah?" kaget Olla. Dia sama sekali tidak menyangka hal itu. Dan bagaimana bisa Jessi menutupi semua perasaan itu darinya? Bahkan rasa cemburu misal, bagaimana Jessi tahan? Mungkin kalo itu Olla, belum tentu bisa sekuat itu menahan rasa sakit setiap melihat dirinya bersama pacarnya. "Kok ga bilang?" tanyanya penasaran.

Sambil tersenyum lembut, Jessi sekali lagi bercerita. "Gw ga mungkin cerita sama lo waktu itu. momennya ga pernah pas. apalagi setelah lo jadian, gw makin ga ada kesempatan lagi buat ngomong. gw coba pendam dan ya berharap perasaan gw bisa hilang tanpa harus kehilangan lo." tuturnya.

"Gw juga pernah kok ada di posisi lo yang mempertanyakan sebenarnya perasaan gw ini apa? kenapa gw sering terpesona liat lo? kenapa gw ngerasa deg-degan kalo lagi berdua sama lo? bahkan sampe sekarang.."

Dengan lembut ditariknya tangan Olla dan di letakan di dadanya yang ternyata debarannya tak jauh berbeda dari debaran milik Olla. Jantungnya memompa kuat aliran darah dalam tubuhnya. "sampe sekarang kadang masih terasa." sambungnya dengan suara lembut.

Olla terpaku, menatap tangannya yang terletak tepat di dada Jessi. Telapaknya bisa menangkap getaran berbeda disana. Detaknya persis sama seperti miliknya. Perlahan tatapannya kembali naik menatap mata Jessi. "Kenapa? kenapa masih berdebar?" tanyanya.

"Masih proses." jawab Jessi menarik turun tangan Olla dan kembali dia genggam.

"Lo berusaha ngilangin perasaan ini?" tanya Olla kembali. Kemudian diam. Menunggu jawaban Jessi. Dilihatnya Jessi  sibuk membasahi bibir kemudian melipat bibirnya ke dalam.

"Iya." jawab Jessi lirih. Matanya menatap sendu milik Olla. "Perasaan ini salah. harusnya yang gw rasain sayang ke lo sebagai sahabat. this is my bad." matanya berkaca-kaca menatap Olla dalam. "maaf."

Olla yang mendengarnya pun kembali meneteskan air mata. Sakit hatinya. Tanpa disadari, ucapan Jessi seakan tolakan atas perasaan mereka berdua. Perasaan Jessi yang coba ia hilangkan. Dan perasaan Olla yang baru saja muncul di permukaan.

"Kita gabisa bareng ya?" tanya Olla dengan suara yang bergetar. Tangisnya makin hebat setelah melihat gelengan kepala Jessi.

"Gw bener-bener ga siap kehilangan lo la. resikonya terlalu besar. gw gamau." jawab Jessi dengan air mata yang deras mengalir di kedua pipi putihnya.

Olla mengigit bibirnya. Meredam suara tangis yang terasa sangat pilu di telinga Jessi. Kedua gadis itu tersakiti atas perasaan yang tumbuh diantara keduanya. Perasaan yang tak salah sebenarnya, tapi dunia jelas akan menghakiminya.

Ditariknya tubuh Olla yang bergetar hebat. Di dekap tubuh sahabat tersayangnya. Tepat di telinga kanan Olla, terdengar satu kalimat yang menyesakkan untuk mereka berdua.

"Kita gini aja ya la." ucap Jessi dengan suara tersendat-sendat.











-c-










hai. nih buat yang minta double up ehehe. so, tinggal satu part ending nanti ya gaes.

gimana part ini? jangan lupa tinggalin jejak!

have a great day guys 👊








My Bad (Kacila)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang