Bab 4: Gara Gara Dugong

213 24 1
                                    

"Nio, kamu itu jangan cengeng mommy gak mau punya anak cengeng" ujar si wanita yang memanggil dirinya mommy.

"Tapi Nio takut, kenapa lampunya dimatiin, dibawah kan lagi ada acara kenapa kita kesini mommy?" Tanya si kecil.

"Kamu ini banyak nanya ya, bisa diem gak?!" Kemudian si wanita menarik tangan si kecil dan menyeretnya untuk duduk di sofa yang ada di ruang musik itu. Hilang sudah kata kata lembut yang tadi keluar untuk membujuk si kecil.

"Kamu tau Nio, harusnya semua kekayaan dan kebahagiaan ini milik saya bukan mommy mu tapi mommy mu merebut semuanya dari saya" si wanita terus berbicara seolah-olah si kecil mengerti perkataannya. Dia berjalan mengambil biola yang terletak di pojok dekat balkon, membelai hati-hati seolah -olah biola itu sangat berharga.

"Mommy mu pencuri Nio, dia jahat mereka semua juga jahat, tidak mau mempercayai ku" Bunyi suara biola mulai menggema seiring dengan gesekan yang diayunkan si wanita. Suaranya terdengar acak, lambat kemudian cepat begitu terus sehingga menghasilkan bunyi yang menurut si kecil menakutkan walau bunyinya tetap bernada.

"Kamu dan mommy mu suka bermain biola kan Nio, biar aku tunjukkan bagaimana permainan biola yang sebenarnya" ucapnya di tengah permainan biola.

Sikecil semakin bergetar ketakutan, dia memeluk erat bantal sofa yang ada didekatnya sembari berusaha menutup telinga dan matanya. Menurutnya mommy nya yang tengah bermain biola di tengah ruangan membelakangi balkon kamar dengan mata yang terus tertuju padanya itu menyeramkan. Tapi kenapa mommy terus menyebut mommy mu?

"Jangan tutup matamu Nio, Lihat aku! Kau sebut aku mommy mu bukan!" Teriak si wanita.

"Bukan, kamu bukan mommy ku bukan!" Teriak si kecil terus menyangkal.

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata milik si kecil lain yang tengah mengawasi dengan keterkejutan nya kemudian berlari meninggalkan mereka dengan perasaan takut.

"Aku mommy mu Nio tatap aku!" Si wanita mulai menggeram marah.

"Bukan! Kamu bukan mommy! Bukan!"

"Bukan!! Akh!"

"Mimpi itu lagi sialan! Huh huh" Arsen terngengah-engah. Mimpi itu selalu mendatanginya seolah olah semua itu nyata adanya.

Setelah dirinya tenang Arsen beranjak ke kamar mandi, karena dia melirik jam di atas nakas sudah menunjukkan pukul 06.15. Kemarin setelah mengagumi istana yang ada di depan rumah ini dia langsung di seret masuk oleh Anson, dia dipaksa makan dan tidur siang setelah bangun disuruh makan dan tidur malam, sialan si Anson dikira Arsen ini kebo atau gimana? Awas saja untuk hari ini pokoknya dia mau mancing ikan di kolam depan rumah titik!.

"Pagi pagi gosok gigi cuci muka tak perlu mandi~"

"Air dingin badan menggigil nanti sakit gak jadi mancing lagi~" Arsen asik menyanyi di depan wastafel kamar mandi sambil goyang pinggul dengan tangan sibuk menggosok gigi. Setelah selesai kemudian berkumur kumur dan menatap lekat cermin di depannya.

"Gue kira kenapa ni kaca bening banget ternyata ketularan ketampanan gue dong " ujar Arsen sambil menyugar rambutnya kebelakang.

Terserah mu lah sen, minimal itu tinggi badan di tingkatin lagi biar bisa ngaca tanpa perlu pake undakan kursi biar nyampe huhu.

Setelah puas mengagumi diri sendiri Arsen turun dari kursi kecil dan beranjak keluar.

"Tuan kecil?" Anson tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar mandi.

"Anjing, babi, kamjagiyaaaa! Sialan Lo son ngagetin goblok!" Anson meringis kecil mendengar segala umpatan Arsen. Udah biasa Anson tuh dikatain sialan sama ni bocah, untung majikannya kalo bukan udah dibuang ke rawa-rawa kali.

Diego Arsenio Freeynata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang