Part 4

1K 90 0
                                    

Seminggu setelah meninggalnya Fadil, hari-hari Vina berjalan seperti biasanya. Vina kembali bekerja dan Darren juga sudah bersekolah. Vina menekankan pada dirinya sendiri, iya harus kuat demi Darren yang masih sangat membutuhkannya.

Vina juga sedikit bisa bernapas lega. Sudah satu minggu ini Prasetya tidak datang ke rumahnya. Mungkin saja pria itu tengah sibuk atau mungkin berpikir dua kali untuk menjalin hubungan dengan seorang janda. Semoga saja Prasetya terbuka hatinya dan mau menerima bahwa hubungan mereka sudah tidak bisa diteruskan lagi. Masalah utang piutang, Vina akan tetap membayarnya meskipun dengan cara mencicil.

Jam empat sore Vina sudah selesai jangan pekerjaannya karena hari ini ia shift pagi. Ia berpamitan pada teman-temannya dan pulang naik motor. Vina lelah dan ingin segera beristirahat. Mungkin jam segini Darren masih bermain layang-layang dengan teman-temannya. Vina sudah berpesan agar jangan pulang terlalu sore.

Sesampainya di rumah, Vina segera mandi dan mengguyur tubuhnya yang lengket karena kelelahan. Setengah jam Vina berada di kamar mandi sebelum keluar lalu memakai daster rumahan sambil mengusap-usap rambutnya yang basah.

Vina mengernyit ketika mendengar suara mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Tiba-tiba perasannya mulai was-was mengingat jarang ada mobil berhenti tepat di depan rumahnya kecuali mobil Jeep Prasetya. Vina segera keluar untuk memastikan. Dan benar saja, saat Vina keluar dari kamarnya, Prasetya sudah berada di ruang tamu dan tersenyum menatapnya.

"Hai, kau merindukanku?" Tanya pria itu dengan senyum mengembang di wajahnya. Vina yang mendengar itu langsung melotot panik. Ia tidak menyangka Prasetya masih akan datang ke rumahnya.

"Mas, mau apa kau kemari?"

"Vina, kau ini bertanya apa. Tentu saja aku sudah merindukanmu. Kau tahu, aku sudah menahan diri selama satu minggu karena kau sedang berduka. Tapi hari ini aku benar-benar tidak bisa menahan diri lagi. Aku sangat merindukanmu."

Vina yang melihat senyum Prasetya sontak gemetar. Sungguh ia masih berduka karena baru saja kehilangan suaminya. Tidak menyangka Prasetya akan datang kemari lagi. Vina pikir Prasetya tidak akan mendatanginya lagi setelah statusnya berubah menjadi janda.

"Ku mohon jangan Mas. Suamiku baru saja meninggal. Aku tidak bisa melakukan hal tercela itu lagi Mas. Kumohon hentikan semua ini."

Prasetya berdecih. Mana mungkin ia berhenti sedangkan dirinya sangat mencintai Vina. Selama dirinya hidup, Vina hanya akan menjadi miliknya. Dulu, ia tidak kuasa menghentikan pernikahan Vina karena posisinya masih lemah. Sekarang, posisinya sudah kuat dan Prasetya akan melakukan apapun agar Vina tetap berada di bawah kekuasaannya.

"Ku beritahu dirimu Vina, mulai saat ini dan seterusnya, kau hanya milikku. Aku tidak akan melepaskanmu lagi seperti dulu. Sekarang aku punya segalanya untuk menahanmu di sisiku. Jadi, aku tidak akan membiarkanmu lepas dariku lagi."

"Maaaas, aku benar-benar tidak ingin melanjutkan hubungan ini lagi. Aku takut. Kumohon jangan kemari lagi. Masalah hutangku padamu, aku akan tetap membayarnya meskipun dengan mencicil. Tapi kumohon lepaskan aku. Biarkan aku dan putraku hidup tenang."

Prasetya berjalan menuju ke hadapan Vina kemudian meraih pinggang wanita itu dan merapatkan tubuh mereka berdua. Vina yang takut langsung menggeliat, berusaha melepaskan pelukan Prasetya namun dirinya kesusahan karena pria itu sangat kuat.

"Dengarkan aku Vina. Sebaiknya kau menurut dan kau bisa mendapatkan segalanya. Aku akan memberikan semua yang kau inginkan jika kita bersama. Tapi, jika kau membantahku, aku akan melakukan sesuatu yang akan membuatmu sangat menyesal. Percayalah Vina, aku tidak pernah bermain-main dengan ucapanku."

"Tapi aku tidak mau Prasetya!! Aku ingin hidup normal bersama putraku. Aku tidak ingin hidup dalam ketakutan karena menjalin hubungan dengan suami orang. Hubungan terlarang seperti itu tidak membuatku bahagia. Perpisahan kita adalah pilihanmu Prasetya. Jadi, ketika kau memilih menikahi wanita itu, kau sudah kehilangan aku selamanya."

"Itu tidak akan pernah terjadi!! Mungkin aku sudah kehilanganmu satu kali. Saat itu aku tidak bisa berbuat banyak. Tapi sekarang, aku punya segalanya. Kekuasaanku sudah menguat dan aku tidak takut pada mertuaku lagi. Aku bisa memilikimu seutuhnya jika suatu saat aku menyingkirkan Devi."

Bahkan Vina sampai ternganga mendengar perkataan Prasetya. Bagaimana bisa pria itu berencana menyingkirkan istrinya sendiri. Apa Prasetya sudah gila.

"Sadarlah. Hubungan kita sudah tidak mungkin Mas. Mari jalani hidup masing-masing dan anggaplah kita tidak saling mengenal sebelumnya."

Prasetya mengeratkan pelukannya ke pinggang Vina, menatap tajam pada wanita itu yang semakin hari semakin intens membantahnya. Vina rupanya harus diberi pelajaran agar wanita itu tahu bahwa Prasetya yang sekarang, bukan  Prasetya dulu yang tidak memiliki kekuasaan.

"Rupanya mulutmu mulai pandai bicara sekarang. Akan ku tunjukkan padamu, bagaimana seharusnya menggunakan mulutmu yang tajam itu."

"Lepaskan aku!!!"

Prasetya memanggul tubuh Vina ke pundaknya, membuat wanita itu memberontak. Namun tentu saja tenaga wanita itu kalah dengan tenaga pria segagah Prasetya.

"Ibu!!! Lepaskan ibuku!!"

Darren tiba-tiba masuk ke dalam ruang tamu, membuat Prasetya yang tengah memanggul tubuh Vina menoleh, menatap datar pada putra mantan kekasihnya itu. Dua orang anak buah Prasetya memegangi tubuh kecil Darren yang memberontak, membuat anak kecil itu histeris seketika.

"Darren, pergi!!"

Sungguh, Vina tidak ingin putranya melihat pemandangan ini. Namun ia tidak kuasa karena Prasetya sepertinya sudah tidak mau mendengarkannya lagi. Vina takut Darren trauma melihatnya diperlakukan seperti sekarang.

"Ibuuu!! Lepaskanlah ibuku!!"

"Pegangi anak itu. Jangan sampai masuk sebelum aku selesai."

"Siap komandan!"

Tanpa menghiraukan teriakan ibu dan anak itu, Prasetya membawa tubuh Vina ke dalam kamar. Sementara Darren menangis histeris di gendongan anak buah Prasetya. Salah satu anak buah pria itu bahkan sampai mengancam Darren akan membunuhnya jika Darren terus menangis. Akhirnya anak itu sesenggukan di ruang tamu dan ketakutan menatap kedua anak buah Prasetya.

Dari arah kamar ibunya, Darren bisa mendengar isak tangis ibunya yang entah diapakan oleh pria itu. Darren sesekali menoleh ke kamar ibunya dan berdoa dalam hati semoga ibunya baik-baik saja. Ia meremas kedua tangannya karena ketakutan.

Setengah jam kemudian, pria itu keluar dari kamar ibunya dalam keadaan yang segar. Pria itu berjalan keluar dan menatap Darren sekilas, kemudian mengajak anak buahnya pergi. Darren yang ketakutan hanya menunduk dan tidak berani bicara apapun, hanya isak ketakutan yang terdengar dari mulutnya.

Sepeninggal mobil pria itu dan anak buahnya dari depan rumahnya, Darren segera berlari menuju kamar ibunya. Di sana, tampak sang ibu berbaring dengan tubuh tertutup selimut hingga ke dada dan tatapan matanya kosong. Banyak tanda-tanda merah disekitar leher dan dada ibunya. Darren tidak tahu kenapa tubuh ibunya jadi merah-merah seperti itu.

Melihat Darren, Vina langsung terduduk kemudian segera memeluk putranya yang ketakutan. Vina benar-benar merasa bersalah pada Darren karena putranya harus melihat pemandangan mengerikan seperti tadi. Keduanya saling berpelukan dan menangis ketakutan. Vina tidak tahu lagi harus bagaimana agar Prasetya tidak menemuinya lagi. Ia tidak mau terus menerus menjadi budak Prasetya. Vina harus lari bersama putranya sebelum keadaan menjadi bertambah kacau dan Prasetya terus menerornya seperti sekarang.

Kidnapping ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang