Part 10

3.7K 138 5
                                        

Mata Agni terbuka sedikit demi sedikit. Sinar matahari yang tidak terlalu terang membuat matanya sedikit silau. Setelah matanya terbuka sepenuhnya, Agni terkejut setengah mati saat menyadari dirinya berada di tempat asing yang lebih mirip sebuah gudang.

Agni melihat tubuhnya terikat di sebuah kursi tua. Ia tidak bisa bergerak sama sekali dan membuat Agni sangat ketakutan. Apa ia di culik oleh saingan politik papanya? Kemungkinan itu sangat besar mengingat karir papanya saat ini tengah berada di puncak.

"Kau sudah bangun?"

Agni menoleh mendengar suara asing yang terdengar tidak jauh dari tempatnya. Ia melihat seorang pria tengah berjalan ke arahnya. Sepertinya pria itu adalah sopir taksi tadi karena pakaiannya sama.

"Siapa kau? Apa yang kau inginkan!! Lepaskan aku!!"

Agni ketakutan menatap pria asing yang kini berjalan ke arahnya. Pria itu tersenyum miring menatapnya dan Agni yakin pria itu punya niat jahat. Bagaimana jika ia dibunuh saat ini juga. Ya Tuhan, Agni benar-benar belum siap mati sekarang.

Pria itu berdiri menjulang di hadapannya. Agni menangis ketakutan karena pria itu kini berjongkok di hadapannya. Pria itu memegangi dagu Agni, membuat Agni dengan jelas bisa menatap wajah pria itu.

"Akhirnya kau masuk perangkapku. Mungkin kau harus bertahan di tempat ini beberapa saat. Tapi sebaiknya kau nikmati saja. Hanya sedikit kesakitan."

Sungguh Agni sangat takut dengan senyuman pria itu. Ia hanya terpaku saat pria asing itu melepaskan ikatannya. Dan setelah terlepas, Agni segera mendorong pria itu kemudian berlari ke arah pintu. Ia sekuat tenaga berusaha membuka pintu dan naasnya pintu itu sepertinya terkunci.

"Percuma. Kau tidak akan bisa keluar dari sini. Lebih baik kau nikmati saja keberadaanmu di sini."

Pria asing itu mengambil sesuatu dari tasnya, seperti sebuah bungkusan nasi lalu meletakkannya di kursi yang tadi di duduki Agni. Di sebelahnya ada juga sejenis obat nyamuk atau semacamnya. Pria itu kemudian berdiri dan keluar dari pintu yang satunya lagi.

Agni segera mengejar pria itu dan menggedor-gedor pintu yang sudah terkunci dari luar. Namun sia-sia, suara motor yang menjauh membuat Agni sadar sepertinya ia di tinggalkan begitu saja di tempat ini.

"Tolooooong!! Siapapun tolong saya!!!"

Agni ketakutan. Ia berlari ke sana kemari lalu membuka sebuah jendela yang ternyata bisa dibuk, sayangnya ada teralis yang menghalanginya, membuat Agni tidak bisa keluar lewat jendela itu. Dan mata Agni melotot seketika begitu menyadari dirinya berada di hutan belantara.

Tidak ada bangunan lain di sekitar tempat ini lmeskipun jalannya sudah teraspal. Tidak ada motor atau mobil yang lewat. Bangunan besar ini begitu mengerikan. Bagaimana bisa ada orang yang tega meninggalkannya sendirian di tempat seperti ini.

"Tolooooong!!!"

Agni berteriak sekali lagi dari jendela. Ia sangat berharap ada orang yang lewat dan menolongnya keluar dari tempat mengerikan ini. Agni tidak tahu apa maksud laki-laki asing itu mengurungnya di tempat ini, yang jelas sebelum laki-laki itu tiba, Agni harus segera keluar dari sini.

Namun sepertinya itu percuma. Seberapapun Agni berteriak, tidak ada orang yang lewat atau mendengarnya. Agni frustasi dan ketakutan. Ia melihat tempat ini lebih mirip gudang dari pada tempat tinggal manusia.

Karena kelelahan dan kelaparan, Agni akhirnya terduduk dan menangis tersedu-sedu. Ia menyesali diri karena sok pemberani dengan kemana-mana tanpa pengawalan. Melihat posisi ayahnya, seharusnya ia tahu bahwa cukup berbahaya baginya kemana-mana sendirian. Memang jarang yang tahu ia putri panglima TNI, tapi bukan berarti tidak ada yang tahu. Karena ketika ada acara penting dengan parpa pejabat di rumahnya, Agni juga terpaksa keluar dan menyapa mereka.

Kini Agni benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Seluruh barang-barangnya tidak ada. Ia tidak bisa meminta tolong pada siapapun karena hanya memiliki baju yang melekat di tubuhnya, itupun sudah penuh keringat karena Agni panik bukan main. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya ketika nanti malam harus tidur di sini sendirian.

Jika caranya seperti ini, entah kapan keluarganya akan menyadari jika ia menghilang. Papa dan mamanya yang selama ini tidak pernah mencarinya pasti mengira ia sudah sampai di rumah neneknya. Sedangkan neneknya tidak tahu bahwa Agni akan berkunjung ke sana. Lalu bagaimana jika keluarganya tidak segera menyadari ia menghilang. Apa Agni akan mati kelaparan dan kedinginan di tempat ini?

Memikirkan semua kemungkinan-kemungkinan itu membuat Agni menggugu di lantai. Ia menangis sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Seumur hidupnya, Agni belum pernah setakut ini. Ia benar-benar takut dibunuh atau di jual. Ya Tuhan, kenapa kemungkinan-kemungkinan itu buruk sekali. Agni terus menangis di tepi jendela, menatap ketakutan pada hutan belantara yang ada di hadapannya. Hingga beberapa saat kemudian karena kelelahan, ia tidak sadar tertidur dengan kepala bersandar di jendela.

**

"Aaah, aaaah, hiks."

Laras mendesah sambil menangis dibawah tubuh Adrian yang kini menggagahinya. Pria itu sangat bersemangat memasuki tubuh Laras, mengabaikan rengekan wanita itu yang sedari tadi memintanya untuk berhenti. Adrian seperti tuli karena nikmatnya tubuh seksi Laras yang kini terbaring pasrah di bawahnya.

"Pak, tolong berhenti."

"Tutup mulutmu Laras. Kau tidak berhak menyuruh-nyuruh majikanmu."

Adrian mencabut miliknya dari milik Laras. Pria itu memiringkan tubuh Laras kemudian kembali memasuki wanita itu. Laras menggigit bibirnya, menahan desahan laknat yang sesekali meluncur dari mulutnya. Adrian memperkosanya membabi buta, seolah tidak ingin berhenti padahal pria itu sudah beberapa kali mendapatkan pelepasan.

Sekali lagi pria itu merubah posisi bercinta mereka. Adrian menelungkupkan tubuh Laras, mengangkat pantatnya kemudian kembali memasuki Laras dari belakang. Adrian mendesah panjang, ia benar-benar merasa gila setiap kali bercinta dengan Laras. Wanita itu benar-benar sempit dan membuatnya mabuk kepayang. Adrian sangat bersemangat keluar masuk tubuh Laras sambil sesekali meremas payudara wanita itu yang bulat sempurna.

Adrian terus memacu tubuh Laras hingga wanita itu orgasme beberapa kali. Adrian tersenyum mengejek. Pembantu miskin ini sok-sokan menolaknya, nyatanya Laras juga menikmati saat-saat dimana Adrian memberikan kenikmatan pada wanita itu. Adrian mempercepat gerakannya ketika merasakan dirinya akan mendapatkan pelepasan. Dan benar saja, beberapa saat kemudian, ia dan Laras mendapatkan pelepasan bersama-sama.

Laras ambruk begitu Adrian mencabut miliknya dari milik Laras. Wanita itu menangis tersedu-sedu sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. Adrian yang melihat itu berdecih sambil kembali memakai bathrobe-nya. Tidak bisakah Laras tenang dan tidak jual mahal. Menjadi wanita penurut dan tidak bersikap murahan pada pria sembarangan. Mengingat kemarin, Adrian ingin sekali mencekik Laras agar wanita itu tidak macam-macam padanya.

"Itu hukuman yang akan kau dapatkan jika kau bersikap murahan pada pria lain. Aku kemarin melihatmu bersama seorang pria di taman kota. Sikapmu sangat menjijikkan Laras. Kau tertawa-tawa dengan pria asing. Aku ingatkan, selama aku masih ingin tidur denganmu, jangan coba-coba bersikap murahan seperti kemarin atau kau akan mendapatkan hukuman seperti sekarang."

"Pak Adrian tidak berhak mengatur hidup saya. Saya di sini bekerja sebagai pembantu, bukan pelacur."

Dan mendengar bantahan Laras, Adrian langsung meradang. Ia menghembuskan napas berat sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Perempuan miskin ini benar-benar tidak bisa dibiarkan. Laras harus tahu, dengan siapa wanita itu berhadapan sekarang.

Kidnapping ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang