Part 2

1K 91 1
                                    

Vina menggulingkan tubuhnya dan menutupinya dengan selimut. Sementara Prasetya tengah memakai pakaian dinasnya kemudian memakai jam tangan mewah ke lengannya. Ia menatap Vina yang sesenggukan sambil tertidur miring membelakanginya.

Sejujurnya Prasetya tidak ingin melakukan pemaksaan terus menerus pada mantan kekasihnya itu. Ia sangat mencintai Vina. Prasetya bahkan rela menikahi Devi, seorang putri jenderal agar masa depannya cemerlang dan ia bisa kembali pada Vina setelah sukses.

Namun nyatanya Vina bukan wanita penurut seperti sebelumnya. Wanita itu murka ketika Prasetya menikah dengan Putri atasannya. Berulang kali Prasetya berusaha memberikan penjelasan bahwa pernikahan ini untuk masa depan mereka berdua, namun Vina terlampau marah dan bahkan beberapa bulan kemudian melangsungkan pernikahan dengan Fadil, lelaki teman sekelas mereka yang memang sudah lama mencintai Vina.

Semula Prasetya murka. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak karena harus fokus dengan karirnya di dunia militer. Ia tidak bisa mencegah pernikahan Vina karena takut istri dan mertuanya akan curiga. Prasetya harus menahan diri bertahun-tahun dan sakit hati melihat Vina memiliki anak dengan pria lain.

Kesempatan emas menghampiri Prasetya saat mendengar Fadil sakit. Ia datang menawarkan bantuan meskipun Vina menolaknya mentah-mentah. Namun kebutuhan membuat wanita itu akhirnya pasrah dan menerima bantuannya untuk membiayai pengobatan suami tidak bergunanya itu.

Tidak ada yang gratis di dunia ini. Pun dengan bantuan Prasetya pada Fadil. Semula Prasetya tidak mengatakan jika ia meminta imbalan. Namun ketika uang itu sudah digunakan, Prasetya menagihnya beberapa bulan kemudian.

Tentu saja Vina kebingungan. Fadil masih membutuhkan biaya yang cukup banyak dan Prasetya sudah menagih uangnya. Perempuan itu meminta kelonggaran dan berjanji akan menjual beberapa asetnya yang tentu saja tidak akan sanggup menutup utang-utangnya.

Dan karena sudah tidak sabaran, akhirnya Prasetya memaksa dan mengancam Vina agar mau melayaninya. Prasetya akan melaporkan wanita itu pada polisi dengan tuduhan penipuan jika Vina berani menolak keinginannya. Sampai sekarang, beberapa bulan setelah bantuan itu di terima Vina, Prasetya rutin berkunjung untuk meniduri mantan kekasihnya itu.

Vina yang sakit hati dan kebingungan tidak bisa berbuat banyak. Meskipun ia selalu ketakutan setiap Prasetya datang kemari, Vina tetap tidak bisa menolak. Ia hanya pasrah meskipun beberapa kali sempat mencoba memberontak. Dengan berbagai ancaman yang sebenarnya hanya isapan jempol belaka, Vina terpaksa menurut pada mantan kekasihnya itu.

"Aku pulang dulu. Saranku kau tidak usah ke rumah sakit. Tubuhmu pasti lelah dan suamimu itu sudah ada perawat yang mengurusnya. Urus saja putramu dan istirahatlah. Aku pergi dulu."

Setelah selesai mengenakan pakaiannya, Prasetya mencium kening Vina kemudian keluar dari kamar wanita itu. Vina hanya mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya sambil menangis. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana.

Vina tidak mungkin lari bersama Darren karena suaminya sedang berjuang melawan tumor otak yang di deritanya. Fadil sedang koma dan membutuhkan biaya yang banyak. Sementara ini di samping jaminan kesehatan dari pemerintah, Prasetya ikut membantu keuangannya. Vina tidak tahu bagaimana caranya agar bisa keluar dari masalah ini. Rasanya ia ingin mati setiap Prasetya kemari dan memperkosanya. Vina jijik tubuhnya di sentuh oleh pria yang bukan suaminya.

"Ibu, Bu."

Vina segera menoleh mendengar suara Darren yang memanggilnya. Matanya melotot menatap Darren yang berjalan ke arahnya sambil menangis. Vina segera duduk dan melilitkan selimut ke dadanya. Ia segera memeluk Darren yang terlihat menangis ketakutan.

"Bu, kenapa ada banyak laki-laki menakutkan di rumah kita beberapa bulan ini. Aku takut Bu. Kenapa saudara ibu seperti perampok."

Darren terisak sambil memeluk ibunya yang hanya mengenakan selimut. Darren sangat ketakutan tadi. Ia takut ibunya di bunuh karena pria itu menindih tubuh ibunya.

"Tidak apa-apa. Laki-laki tadi masih saudara kita. Tidak usah takut. Tapi, dari mana kau masuk? Tidak mungkin lewat depan kan?"

Vina mulai ketakutan dengan pikirannya sendiri. Ia takut Darren melihat yang dilakukan Prasetya tadi padanya. Jangan sampai putranya melihat adegan tidak senonoh itu.

"Aku lewat belakang Bu. Aku sudah lelah dan ingin istirahat. Tapi pria-pria itu membuatku takut."

"Apa, apa kau masuk dari tadi?"

Darren mengangguk takut. Ibunya sudah berpesan agar Darren tidak masuk saat pria-pria itu datang kemari. Nanti kalau Darren jujur, apa ibunya akan marah?

"Lalu kau bersembunyi dimana?" Tanya Vina dengan wajah cemas. Darren yang melihat itu semakin takut untuk jujur pada ibunya. Ia ketakutan dan berpikir ulang untuk bertanya apa yang terjadi pada ibunya tadi.

"Aku bersembunyi di dapur Bu."

"Kau tidak mengintip kemari kan?"

Darren menggeleng ketakutan. Wajah ibunya tampak tegang dan panik. Darren tidak berani berterus terang bahwa ia tadi mengintip ke kamar ibunya dan melihat ibunya menangis saat laki-laki itu menindihnya.

"Berapa lama kau di dapur?"

"Aku lupa Bu."

Vina yang melihat Darren ketakutan akhirnya memeluk putranya itu. Yang penting Darren tidak melihat tadi saat Prasetya memaksa menyentuhnya. Mungkin putranya itu ketakutan karena tidak mengenal laki-laki yang diakui Vina sebagai saudara itu.

"Ya sudah. Sekarang mandilah. Satu jam lagi kita ke rumah sakit untuk menengok ayah. Kau sudah rindu pada ayah kan?" Darren mengangguk. Vina mencium kening putranya itu kemudian menyuruh Darren mandi.

Sepeninggal Darren, air mata Vina terjatuh dengan sendirinya. Ia benar-benar merasa bersalah pada Darren dan suaminya. Bisa-bisanya saat suaminya berjuang antara hidup dan mati melawan penyakit, ia justru tidur dengan pria lain. Sungguh hati Vina seperti teriris-iris ketika mengingatnya. Namun ia tidak punya pilihan lain. Hutangnya pada Prasetya menumpuk dan ia juga tidak mungkin membiarkan suaminya mati tanpa penanganan apapun. Vina berusaha membenarkan tindakannya meskipun ia tahu itu adalah kesalahan yang sangat fatal.

**

Prasetya sampai di rumahnya malam hari. Ia segera masuk untuk mandi dan berganti pakaian. Tubuhnya lelah karena setelah perjalanan ia bukannya istirahat, namun justru melepaskan rindu pada mantan kekasihnya.

Sampai di ruang tamu, ia mendapati Devi tengah menunggunya. Perempuan itu langsung berdiri dan memeluknya penuh kerinduan, sedangkan Prasetya hanya berdiri kaku tanpa membalas pelukan Devi.

"Mas, aku dan Adrian sangat merindukanmu. Adrian menunggumu hingga ketiduran tadi." Ucap Devi begitu ia mengurai pelukannya dari sang suami tercinta.

"Aku harus ke batalyon terlebih dahulu. Kenapa kau tidak istirahat saja. Menungguku membuatmu jenuh." Jawab Prasetya datar, Devi yang sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti itu hanya menghembuskan napas berat. Prasetya terlalu fokus pada karir militernya hingga sedikit abai padaanak dan istrinya.

"Aku ingin memberimu kejutan Mas. Makanya aku menunggumu pulang."

"Kejutan?"

"Iya, kejutan."

Devi mengeluarkan sesuatu dari saku dresnya. Wanita itu tersenyum lebar sambil memberikan sebuah benda pipih pada suaminya. Prasetya yang penasaran langsung meraih benda yang diberikan oleh istrinya itu dan melihatnya dengan mata melotot tajam.

"Apa ini maksudnya?"

"Maksudnya memang seperti yang Mas pikirkan. Tes pack itu garis dua Mas. Aku hamil, kita akan punya anak lagi."

Ucap Devi sumringah sambil kembali memeluk suaminya. Sementara Prasetya yang mendapatkan kejutan itu otaknya blank seketika. Bagaimana bisa istrinya kembali hamil? Ia hanya ingin satu anak dari istrinya untuk menutupi perasaannya yang tidak mencintai Devi. Lalu sekarang kenapa harus ada anak lagi. Bagaimana nanti ia menyingkirkan Devi dan kedua orang tuanya jika anaknya sekarang dua. Prasetya merutuki kebodohannya karena bisa-bisanya ceroboh dan kembali menghamili istrinya.

Kidnapping ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang