Part 7

878 79 0
                                    

"Paaaak, aaaah, tolong hentikan." Seorang wanita tampak kesakitan sambil berpegangan pada tembok. Tubuhnya di pompa kasar oleh seseorang dari belakang. Wanita itu bahkan menangis saking takutnya.

"Diam dan nikmati saja Laras. Kau jangan munafik. Aku tahu kau juga menikmatinya." Pria muda itu meraba dada wanita yang kini masih berpakaian pelayan lengkap. Hanya roknya sudah tersingkap karena pria tadi memasukinya secara tiba-tiba.

"Paaak, saya masih harus bekerja. Ini masih sore, aaaah."

"Kau pikir aku peduli. Aku bahkan rela pulang lebih awal karena ingin cepat-cepat memasukimu. Dan seenaknya kau menyuruhku berhenti. Tidak bisa."

Pria itu tidak peduli dengan rengekan Laras yang tidak nyaman dengan cara mereka berhubungan. Untungnya kamarnya kedap suara, jadi rengekan Laras tidak terdengar andai saja ada pelayan atau siapapun yang lewat di depan kamarnya.

"Kau memang sangat panas Laras. Kenapa baru sekarang aku menyadarinya."

Pria itu terus memompa tubuh Laras sambil memuji betapa Laras sangat menggairahkan. Laras bahkan tidak merasakan nikmat apapun saat anak majikannya itu menyentuhnya seperti sekarang. Pria itu kerap memaksanya hingga Laras sangat ketakutan setiap pria itu ada di rumah.

Beberapa saat kemudian, pria itu mendapatkan pelepasan dan membuangnya di luar. Adrian belum gila hingga ngawur menghamili seorang pembantu. Untuk posisinya sekarang, ia butuh istri dari kalangan politikus senior agar karirnya semakin cemerlang. Hubungannya dengan Laras hanya karena ketidaksengajaan. Jadi, tidak ada salahnya sekalian bersenang-senang.

Setelah selesai, Adrian menaikkan kembali resleting celananya. Ia menatap Laras yang menangis di hadapannya. Perempuan itu selalu menangis saat ia butuhkan. Kenapa munafik sekali. Seharusnya Laras beruntung karena bisa tidur dengan anak majikannya. Bukannya malah kelihatan tersiksa seperti sekarang.

"Kembali ke kamarmu. Aku akan mengatakan pada ibumu jika kau tidak enak badan."

Laras menghapus air mata yang mengalir di kedua pipinya. Ia menatap takut pada Adrian yang berdiri di hadapannya.

"Nanti ibu curiga Tuan. Pekerjaan saya juga masih banyak."

"Curiga apanya. Jika aku yang bilang, tidak akan ada yang curiga. Sudahlah, jangan terlalu banyak bicara, kembali saja ke kamarmu sekarang."

Laras mengangguk, wanita itu membuka pintu kamar Adrian lalu mengendap-ngendap keluar dari sana. Adrian yang melihat itu terkekeh geli. Laras itu meskipun lugu dan bodoh, tapi juga menggairahkan. Adrian tidak sengaja meniduri anak kepala pelayan itu ketika dirinya sedang mabuk dua bulan yang lalu. Namun setelahnya, ia justru ketagihan dan ingin terus meniduri Laras.

Gadis itu sempat ketakutan dan menolak, namun karena ancaman Adrian yang akan memecatnya dan sang ibu dari rumah ini, Laras yang bodoh itu ketakutan. Setelah tahu kelemahan Laras, Adrian bebas meniduri gadis itu kepanpun ia mau. Katakan seleranya rendahan karena hanya meniduri seorang pelayan. Tapi percayalah, gadis polos seperti Laras memang sangat menggairahkan jika berada di atas ranjang. Adrian bahkan sudah malas menyewa pelacur semenjak ia tahu rasanya tidur dengan Laras.

Sementara Laras yang sudah sampai di kamarnya menangis sesenggukan di atas ranjang. Ia tidak menyangka hidupnya akan sial seperti ini. Jika tahu akan jadi seperti ini, Laras tidak sudi menolong Adrian yang tengah mabuk dan nyaris jatuh dari tangga dua bulan yang lalu.

Bukannya berterima kasih, Adrian justru melecehkannya dan mengancamnya. Laras tidak bisa berkutik karena pekerjaannya dipertaruhkan. Ia hanya menangis dan berdoa dalam hati, agar suatu saat ada seseorang yang bisa menyelamatkannya dari rumah mengerikan ini. Laras sudah muak di ancam oleh bajingan tidak tahu malu seperti Adrian Hadiwinata.

**

Agni tersenyum tipis mendengar kampusnya libur selama satu bulan penuh. Acara libur kali ini ingin ia manfaatkan untuk mengunjungi neneknya. Jarang-jarang ada liburan selama ini. Setelah membereskan beberapa bukunya, Agni berinisiatif untuk makan di kantin lalu pulang.

"Hai Agni, kau sudah mau pulang?" Maria, teman sebangku Agni bertanya dengan antusias. Gadis itu biasanya akan mentraktir Agni dan teman-temannya yang lain jika awal bulan. Maria seorang putri Bupati, tentu uang bukan masalah bagi wanita itu.

"Aku mau ke kantin dulu. Setelahnya aku harus pulang. Sopirku menungguku."

"Kalau gitu kita ke kantin sama-sama. Aku juga lapar." Bastian, teman Maria menyahut antusias. Maria langsung menoleh ke arah Bastian, kemudian mengangguk semangat.

"Gue juga ikut Bas."

Agni yang tidak menyahut obrolan keduanya hanya pasrah saat Maria dan Bastian mengajaknya ke kantin. Meskipun tidak begitu akrab, mungkin keduanya bisa di sebut teman dari pada yang lain. Sifat pendiam Agni membuatnya jadi sangat sulit bergaul.

"Bas, liburan ini lo kemana?" Tanya Maria saat ketiganya makan di kantin.

"Belum tahu, enaknya kemana ya, ke Paris atau Swiss?"

"Gue mau ke Singapura aja, deket jadi bisa pulang pergi. Agni, lo rencana mau kemana?"

"Aku, aku belum tahu."

Agni memakan baksonya sambil mendengarkan perbicangan Bastian dan Maria yang antusias membahas liburan. Ia sendiri sebenarnya sudah ada rencana, namun enggan memberitahu temannya karena menurut Agni itu privasinya.

Kedua orang itu asyik membahas liburan dan Agni hanya menyahut sesekali. Bastian bahkan menawarkan Agni agar ikut liburan dengannya. Tentu saja Agni langsung menolak. Entah bagaimana ia akan ijin jika liburan dengan laki-laki. Hingga akhirnya baksonya habis, Agni berinisiatif untuk pamitan pada keduanya.

"Sopir aku udah nunggu, aku duluan ya."

"Oke Agni."

Bastian menatap Agni dengan senyum ramah, Maria yang melihat itu hanya tersenyum kecut. Agni kemudian berdiri dan melangkah meninggalkan kantin di iringi tatapan kagum dari Bastian.

"Lo suka sama Agni?" Tanya Maria to the point, Bastian sedikit gelagapan mendengarnya.

"Biasa aja. Dia penyendiri, takutnya dia tipe anak yang gampang depresi lalu bunuh diri kalau nggak di ajak bergaul."

"Bas, gue temen lo dari SMA. Gue tahu lo bohong atau nggak."

"Its okey. Gue ngaku, gue tertarik sama dia. Gue tertantang naklukin cewek dingin kayak Agni. Dia sederhana dan nggak pernah cari perhatian sana sini padahal gue yakin dia kaya raya. Lo lihat kan tiap hari dia di antar jemput pake mobil mewah. Mana mungkin cewek kere mampu bayar sopir. It's impossible."

"Hmmm. Dan kayaknya kali ini tantangan lo nggak gampang. Agni kayaknya nggak tertarik sama lo. Siap-siap aja lo kecewa."

"Eits. Kita lihat dulu. Lo tahu kan gue nggak segampang itu buat nyerah. Ya udah Maria, gue duluan."

Maria mengangguk sambil minuman jusnya. Ia menatap datar pada Bastian yang kini keluar dari kantin menuju parkiran mobil. Maria meremas gelas jusnya hingga nyaris pecah. Sepertinya ia harus menghancurkan satu perempuan lagi agar tidak menjadi batu sandungan baginya.

Siapapun Agni, Maria tidak peduli. Ia hanya ingin Bastian tetap berada di sisinya. Sudah banyak wanita yang ia singkirkan agar menjauh dari Bastian. Dan sekarang ada satu lagi. Tapi Maria tidak akan pernah lelah. Ia akan menyingkirkan siapapun agar Bastian tetap berada disampingnya dan menjadi miliknya. Tidak peduli apapun halangannya, Maria akan menendangnya jauh-jauh hingga wanita itu tidak terlihat lagi.

Kidnapping ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang